Dikenal dengan Diskon Besar-besaran, Black Friday Ternyata Pernah Diboikot karena Alasan Ini

Di Black Friday, pembeli dapat memperoleh barang-barang dengan harga yang sangat miring

Penulis: Efrem Limsan Siregar | Editor: Efrem Limsan Siregar
businessleader.co.uk
Black Friday 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Membaca kata 'Black Friday', orang-orang akan mengira sebuah kegelapan yang kelam.

Mungkin hal itu ada benarnya jika mengetahui sejarah di baliknya.

Dilansir dari History.com, Black Friday merujuk pada satu hari dimana perusahaan ritel kembali ke sesuatu yang hitam.

Hitam bukan berarti kesialan, justru hitam itu diartikan dengan sesuatu yabg menghasilkan keuntungan, menurut sumber yang sama.

Baca: Pajak Belanjaanya Saja Sampai Puluhan Juta, Makanya Jennifer Dunn Bidik Lelaki Tajir Melintir

Black Friday berlangsung sehari setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat.

Namun, ada kisah-kisah rumit dan gelap yang melatarbelakangi munculnya Black Friday.

Istilah Black Friday diterapkan juga pada saat krisis keuangan, terutama jatuhnya pasar emas AS pada 24 September 1869.

Cerita yang paling sering diulang-ulang di balik tradisi Black Friday adalah hubungannya dengan pedagang ritel atau eceran.

Saat pembukuan, pedagang ritel akan memasukkan kerugian dalam warna merah dan keuntungan dalam warna hitam.

Namun, seiring cerita, banyak pembeli menghabiskan uang mereka berbelanja dengan potongan harga miring.

Pembeli merasa diuntungkan, namun belum tentu hal sebaliknya dirasakan penjual.

Baca: Pemuda Pakai Kaos Bergambar Palu Arit Terciduk di Metro, Anna Morinda Apresiasi Masyarakat

Kisah lain tentang Black Friday lebih tidak mengenakkan.

Mitos Black Friday diklaim berasal pada sekitar 1800-an dimana pada tahun 1800-an pemilik perkebunan di Selatan dapat membeli budak dengan harga diskon pada hari setelah Thanksgiving.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved