Zaman Dulu, Orang Miskin Tak Bisa Makan Permen, Gula Jadi Penyebabnya
Sambil mengisi waktu senggang, mulut mereka sering iseng ingin mengulum makanan yang manis.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Sejak masih hidup di gua-gua, manusia sudah punya satu kebiasaan yang masih dilakukan keturunannya sekarang.
Sambil mengisi waktu senggang, mulut mereka sering iseng ingin mengulum makanan yang manis.
Karena belum ada tukang jualan permen, mereka pun cukup mengulum madu.
Kebiasaan itu terus berlanjut hingga zaman Mesir kuno, 3.500 tahun lalu.
Perkembangan selanjutnya, madu mulai dicampur dengan buah-buahan dan kacang.
Baca: Pernah Terima Bayaran Termahal, Baim Cilik Tinggalkan Dunia Hiburan dan Pilih Jadi Santri
Campuran semacam itu juga ada di "permennya" bangsa Arab dan China, yang juga terbuat dari madu.
Selain bahan manis bikinan lebah itu, belakangan, orang mulai senang mengisap air tebu, yang dalam bahasa Arab disebut qandi.
Nama itu yang kemudian diserap bangsa Italia kuno menjadi zucchero candi, kemudian sucre candi (Perancis), dan belakangan orang Inggris menyebutnya sugar candy alias permen.
Teknik membuat permen dengan cara memanaskan gula menggunakan air, juga mulai dikembangkan di Inggris dan negeri-negeri koloninya.
Pada suhu pemanasan yang tinggi akan dihasilkan permen keras.
Kalau suhu pemanasannya agak dingin, hasilnya lebih empuk.
Persis seperti cara yang dipakai sekarang.
Karena dalam pembuatannya butuh banyak gula, yang ketika itu harganya mahal, kembang gula alias permen hanya dikulum orang-orang kaya atau kaum bangsawan.
Baru menjadi jajanan rakyat kebanyakan, ketika pabrik-pabrik permen muncul di Amerika Serikat pada abad ke-19.