Rupiah Melemah, Eksportir Kopi dan Lada Lampung Juga Terpuruk, Ini Penyebabnya
Alih-alih mereguk keuntungan besar, eksportir Lampung justru mengeluhkan turunnya jumlah produk yang diekspor.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin terpuruk.
Bahkan, pada perdagangan sejumlah bank besar, Rabu (5/9) kemarin, dolar sudah menembus batas psikologis di level Rp 15.000.
Terpuruknya rupiah terhadap dolar AS ternyata tidak berpengaruh positif terhadap para ekspotir Lampung, yang dikenal sebagai penyuplai kopi dan lada.
Alih-alih mereguk keuntungan besar, eksportir Lampung justru mengeluhkan turunnya jumlah produk yang diekspor.
Ketua Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) Lampung, Sumita, mengatakan, menguatnya kurs dolar terhadap rupiah, tidak berpengaruh apa-apa terhadap para eksportir.
Hal tersebut karena negara pesaing juga mengalami penurunan nilai mata uang.
"Sebenarnya justru malah turun. Karena negara-negara pesaing kita, dengan komoditas yang sama, itu juga mengalami penurunan (kurs).
Terutama Brasil, sekarang sudah drop sampai 18 persen (nilai mata uang). Kita baru 8 persen. Artinya penjualan (harga lada) Brasil jauh lebih murah daripada kita. Makanya, penjualan kita malah menurun," kata Sumita, Rabu (5/9).
Sumita mengamini anggapan bahwa menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sejatinya menguntungkan para eksportir, khususnya di Lampung.
Tetapi, kondisi saat ini berbeda, di mana terjadi perang dagang di dunia global.
"Dengan perang dagang seperti sekarang ini, semua pengusaha atau trader di luar negeri juga mengambil posisi. (Beli) secukupnya saja.
Makanya (penjualan) kita sedikit melambat sebetulnya. Siapa sih orang yang mau ambil risiko dengan kondisi seperti sekarang ini. Apalagi komoditas pertanian ini kan cukup melimpah," jelas Sumita.
Ke depan, lanjut Sumita, Lampung harus bisa lebih kompetitif dengan negara pesaing. Petani lada di Bumi Ruwa Jurai, terus Sumita, harus kerja keras.
"Produksinya juga harus benar. Produktivitasnya jangan rendah lagi. Jangan karena (harga) turun, kita ikut turun, ya habis jadinya," papar Sumita.
Sumita berharap ada intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga.
Jika harga tidak stabil, dan nilai mata uang negara pesaing terpuruk lebih dalam dari Indonesia, maka ekspor Indonesia, khususnya Lampung juga akan ikut turun.