Terdakwa Korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Terisak, Merasa Tak Layak Diadili

Syafruddin Arsyad Temenggung tak kuasa menahan sedih saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi.

Editor: Yoso Muliawan
Antara/Wahyu Putro A
Terdakwa kasus korupsi penerbitan SKL BLBI, Syafruddin Tumenggung, saat menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Syafruddin Arsyad Temenggung tak kuasa menahan sedih saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi setebal 110 halaman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/9/2018). Terdakwa kasus korupsi Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) ini merasa tak layak diadili.

Syafruddin bahkan sudah terisak saat baru menyampaikan judul pleidoinya di hadapan majelis hakim. Kata demi kata dari mulut mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu terdengar timbul tenggelam.

"Pembelaan ini kami beri judul 'Perjalanan Menembus Ruang dan Waktu, Perjalanan Ketidakpastian Mengadili MSAA BDNI'," ucap Syafruddin sambil menunduk di kursi terdakwa. "Pledoi ini kami buat sendiri. Ini curahan hati kami," imbuhnya.

Sejak ditahan dan diadili, Syafruddin merasa bingung atas tuduhan yang didakwakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Apalagi, kata dia, peristiwa yang didakwakan sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu.

Syafruddin tak terima disebut memperkaya diri sendiri, korporasi, serta Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham BDNI hingga Rp 4,58 triliun. Ia mempertanyakan dasar dan metode penghitungan potensi kerugian negara itu. Sebab, dari penghitungan yang didapatnya, nilai utang petambak pada 2007 adalah Rp 220 miliar.

"Sjamsul Nursalim diduga diperkaya oleh kami, di mana Syamsul Nursalim sendiri tidak pernah dimintai keterangan oleh penyidik dan tidak dihadirkan dalam persidangan kami. Padahal, kami sudah minta dihadirkan," jelas Syafruddin.

Ia mengaku sama sekali belum pernah bertemu Sjamsul Nursalim, baik saat menjabat ketua BPPN pada 2002-2004 maupun setelah tidak lagi menjabat.

"Bagaimana bisa terdakwa didakwa memperkaya orang lain, Syamsul Nursalim, yang tidak kami kenal sama sekali dan tidak pernah berhubungan," ujarnya.

Pada pengujung pledoi, Syafruddin sambil terisak menyatakan sangat rindu istri dan anak-anaknya.

"Untuk Mama, anak-anak (lima orang), dan seluruh keluarga besar, Papa rindu kumpul bersama. Tanpa kalian, tidak mungkin Papa bisa bertahan. Semoga Papa dibebaskan," tuturnya.

Sejumlah anggota keluarga Syafruddin yang hadir di kursi pengunjung larut dalam kesedihan mendengar "curahan hati" Syafruddin. Beberapa dari mereka menunduk dan menutupi air mata dengan sapu tangan.

Dalam persidangan, Syafruddin Arsyad Temenggung menyatakan tak ditemukan alat bukti yang bisa membuktikan dirinya korupsi dengan menerbitkan SKL kepada pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim. Ia pun berharap majelis hakim mempertimbangkan karirnya sebagai PNS maupun pribadi yang selalu berkomitmen menjadi warga negara yang baik.

Syafruddin memohon majelis hakim membebaskannya dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum KPK dalam sidang penyampaian putusan atau vonis.

"Kami mohon majelis hakim berkenan menyatakan kami tidak terbukti bersalah, membebaskan dari segara dakwaan, dan merehabilitasi nama baik serta mengembalikan seluruh barang bukti yang disita," pintanya.

(Tribun Network/fel/kcm/coz)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved