Kolom Jurnalis
Damri, Minta Maaflah pada Vera
Vera bisa saja menggugat pihak Damri atas peristiwa yang dialaminya. Dan pihak Damri pun harus serius meresponnya.
Dalam tulisannya yang dimuat di Koran Tempo, Selasa (6/9/2011), dia menulis: untuk menilai apakah pemerintah bekerja melayani rakyat atau tidak, dia menggunakan satu tolak ukur saja: "manajemen Lebaran".
Penandanya, sejak awal puasa: (1) pemerintah tidak panik sehubungan dengan stok bahan kebutuhan pokok karena jumlahnya mencukupi; (2) harga-harga bahan pokok stabil, tidak bergejolak dan naik hingga lebih dari 100 persen; (3) para pemudik bisa pulang-balik dengan tenang, nyaman, lancar, murah, dan terukur secara waktu.
Nyatanya, kata Yudhistira, sejak Indonesia merdeka 66 tahun silam, atau sejak rezim Orde Baru berkuasa lebih dari 40 tahun silam, ketiga kondisi tersebut tidak pernah terwujud. Artinya, seluruh rezim pemerintahan gagal membuktikan diri bahwa mereka mau dan mampu bekerja demi kepentingan rakyat. Semua tak becus! tulis Yudhistira.
Ya, apa yang ditulis Yudhistira saya kira ada benarnya. Apalagi kalau kita kaitkan poin ketiga: para pemudik bisa pulang-balik dengan tenang, nyaman, lancar, murah, dan terukur secara waktu. Tapi lagi-lagi itu tidak terjadi pada Verawati (31), seorang penumpang bus Damri --angkutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut cerita Verawati, dia bersama empat orang keluarganya (suaminya Riza Kurniawan, dua anaknya Faiz (5) dan Djikri (2) dan Rika Yusninah (saudara) ditinggal di dalam kapal penyeberangan Bakauheni-Merak.
Lalu mereka kebingungan mencari bus yang ia tumpangi. Tapi kemudian mereka mendapati bus tengah menunggu beberapa ratus meter dari pintu keluar pelabuhan.
Saat kondektur yang melihat mereka datang, tanpa rasa empati menyuruh mereka bergegas, sehingga mereka setengah berlari. Namum ketika hampir sampai pintu bus, sopir menginjak gas, sehingga mereka harus berlari lebih cepat untuk sampai di pintu bus.
Ironisnya, pada saat tiga orang dari mereka berhasil naik bus, sopir kembali menginjak pedal gas, akibatnya Vera dan suaminya Riza terjatuh. Riza tengah menggendong Djikri, anaknya yang masih berusia dua tahun.
Peristiwa itu terjadi pada Senin (5/9/2011) lalu. Dia menumpang bus Damri BE 3442 LA dari Stasiun Tanjungkarang. Bus seri 3205 itu bertolak ke Jakarta.
Barangkali kasus adalah sisi lain kurang seriusnya pemerintah (baca Damri) melayani konsumennya dengan baik, dengan sepenuh hati. Padahal sudah jelas perusahaan ini memiliki misi mengutamakan kualitas pelayanan (level of service), keamanan penumpang dan barang (level of safety), dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Misi tinggal misi, boleh jadi misi tersebut sudah dilupakan oleh pegawai Damri, khususnya para sopir. Vera bisa saja menggugat pihak Damri atas peristiwa yang dialaminya. Dan pihak Damri pun harus serius meresponnya. Tak usalah berkelit. Segeralah meminta maaf atas kelalaian tersebut.
Ke depan kita (publik) tentu berharap apa yang dialami Vera beserta keluarganya tidak menimpa pada Anda-Anda dan saya yang selalu menggunakan jasa Damri di saat Lebaran tiba. Ingat adagium: "karena nila setitik rusak susu sebelanga" . (*)