Enjoy Lampung

Kain Tapis, Kemegahan Warisan Kriya Tekstil Tradisional Lampung

Khasanah kain nusantara di Indonesia jelas amat kaya. Lampung pun boleh cukup berbangga karena memiliki tapis

Penulis: heru prasetyo | Editor: soni


Laporan Reporter Tribun Lampung Heru Prasetyo

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Khasanah kain nusantara di Indonesia jelas amat kaya. Lampung pun boleh cukup berbangga karena memiliki tapis, sebuah kain tenun yang kemudian dipercantik dengan sulaman benang emas. Sebuah produk budaya yang hanya dimiliki oleh Lampung.

Eksisnya tapis sebagai salah satu wastra milik Lampung, tidak boleh dilepaskan dari eksisnya budaya dan adat istiadat Lampung itu sendiri. Memang benar, tapis di era modern kini dapat dijumpai dan dimiliki oleh masyarakat luas. Tersebarnya galeri dan toko oleh-oleh di Lampung yang sediakan tapis pun kian memasyarakatkan kain tersebut.

Benar adanya jika kerajinan tapis pada zaman dulu lebih sebagai kebutuhan sosial sekelompok masyarakat pendukungnya untuk memenuhi kepentingan adat istiadat. Misalnya untuk keperluan pemberian gelar adat, penyambutan tamu penting, upacara perkawinan, upacara adat mengangkat saudara (muari), dan lain-lain

Misal saja salah satu tradisi yang bisa diambil contoh dan menghidupi tapis di masyarakat adalah tradisi sesan di acara pernikahan Lampung. Tapis selalu menjadi bagian dari barang serah-serahan yang dibawa calon mempelai. Dimana disitu memiliki makna, "Ini aku titipkan warisan ini padamu untuk kau jaga dan lestarikan". Secara tidak langsung, dari generasi ke generasi tapis telah mendarah daging melalui tradisi tadi.

Jika membandingkan tapis dengan wastra nusantara lain pun, kita akan memiliki kebanggan tersendiri. Dari segi motif, warna, desain dan filosofi, kain tapis memiliki ciri khas tiada duanya. Itu yang kemudian membuat banyak desainer terinspirasi untuk mengadaptasi tapis kedalam rancangan busana mereka.

Tengok bagaimana motif tapis Lampung. Ragam flora dan fauna seperti gajah, tumbuh-tumbuhan menghiasi desain tapis. Ada pula kain tertentu yang mengangkat kehidupan rumah tangga seperti pada kain tapis cucuk andak. Selain itu, terdapat perbedaan motif yang dipengaruhi asal daerahnya, seperti tapis pepadun, tapis peminggir, tapis liwa, dan tapis abung. Motif pada tapis peminggir (pesisir) dominan mengangkat flora sementara motif tapis pepadun (pedalaman) cenderung sederhana dan kaku.

Kemudian ada lagi motif kapal, siger yang telah menjadi ciri khas hingga saat ini adalah produk asimilasi (percampuran) budaya yang sukses dilakukan di masyarakat. Bagaimana animisme, dinamisme, hindu, budha hingga Islam memberikan kontribusi positif pada perkembangan motif tapis.

Perlu dicatat, proses pembuatan kain tapis tradisional terbilang rumit dan harus dikerjakan secara manual, sehingga pengerjaannya dapat memakan waktu berminggu-minggu. Hal ini membuat kain tapis memiliki harga yang relatif mahal.

Kisaran harga kain tapis tradisional amat bervariasi, tergantung kerumitan motif, proporsi penggunaan benang emas, dan umur kain tersebut. Kain tapis sulam produksi baru umumnya berkisar pada angka jutaan rupiah. Jika sudah berumur puluhan tahun, sehelai kain tapis dapat berusia ratusan juta rupiah dan menjadi benda koleksi.

Belum lagi jika berbicara batik dan sulam usus. Produk-produk tersebut kian berterima, desainer kian cerdas memadu madankan keragaman desain dengan olahan produk yang bisa digunakan keseharian. Namun jika berbicara harga, maka hal ini sudah ranah yang berbeda. Sebab kita akan melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Kain sebagai hasil seni, atau hanya produk masal yang bisa dinikmati masyarakat luas.

Jika berbicara produk seni, maka kita akan dengan rasional menerima harga mahal dari produk budaya itu, baik tapis, sulam usus atau batik Lampung. Karena semuanya dikerjakan dengan hati yang memakan waktu lama. Beda dengan produk masal yang bisa kita temui di Bambu Kuning atau toko, harga yang murah dengan corak yang senada.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved