"Setop Hukuman Mati bagi Para Narapidana"

Sampai saat ini tidak ada indikasi yang terukur dalam menentukan siapa, mengapa dan kapan seorang terpidana dijatuhi hukuman eksekusi mati

Editor: taryono
Kristian Erdianto
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, usulan untuk mengubah syarat calon yang berasal dari anggota TNI/Polri tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri dari keanggotaannya ketika maju menjadi kandidat dalam Pilkada bertentangan dengan ketentuan UU TNI dan Polri yang mengharuskan setiap prajurit bersifat netral sekaligus bebas dari politik praktis. Hal tersebut dia utarakan saat memberikan keterangan di kantor Imparsial, Tebet Utara, Jakarta Selatan, Kamis (21/4/2016). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA-Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, semestinya pemerintah menjelaskan kepada publik mengenai indikator-indikator dalam menentukan vonis hukuman mati kepada seseorang. Hal tersebut sangat diperlukan karena hukuman mati sulit untuk dikoreksi.

"Sampai saat ini tidak ada indikasi yang terukur dalam menentukan siapa, mengapa dan kapan seorang terpidana dijatuhi hukuman eksekusi mati," ujar Al Araf dalam diskusi di Jakarta Selatan, Minggu (1/5/2016).

Menurut dia, sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini masih sangat rawan. Kalau hukuman mati tetap diterapkan, maka persoalannya akan meluas dan menyinggung pesoalan hak asasi manusia.

Jika sudah seperti itu, sebut dia, pemerintah tidak mengamalkan nilai-nilai nawacita yang sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi sebagai janji politiknya saat itu.

Saat ini, menurut Al Araf, vonis hukuman mati menjadi sebatas kesan bahwa pemerintah tengah membangun pemerintahan yang tegas.

"Padahal, secara substansi hukum proses penetapan vonis kurang kuat. Karenanya, secara jangka pendek dan jangka panjang, kami menuntut pemerintah menghentikan rencana eksekusi mati bagi para narapidana," kata Al Araf.

Maka dari itu, lanjut Al Araf, penerapan hukuman mati harus dihentikan. Pemerintah seharusnya melakukan moratorium pada undang-undang tersebut.

Pada kenyataannya, kata dia, penerapan hukuman mati tidak berdampak signifikan dalam mengurangi angka kejahatan baik dari jenis kejahatan narkotika maupun terorisme.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Imparsial, sebutnya, selama kurun waktu 1,5 tahun kepemimpinan Jokowi tercatat ada 71 vonis eksekusi mati sudah dijatuhkan.

Dari jumlah itu, terdapat 52 kasus terkait dengan kejahatan narkotika, sementara 19 kasus sisanya merupakan kejahatan pembunuhan, pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan.

Dari seluruh kasus itu, ada 14 terpidana yang telah dieksekusi pada 2015 lalu.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved