Hukuman Kebiri Bisa Menjadi Alternatif Hakim untuk Memvonis Pelaku Kekerasan Seksual
Selain itu, ada ketentuan predator atau pelaku kekerasan seksual anak dihukum minimal 20 tahun, dan bahkan seumur hidup atau hukuman mati.
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Robertus Didik Budiawan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Kekerasan seksual anak merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga, penanganannya pun tidak dengan cara biasa.
Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, hukum kebiri merupakan sanksi yang pantas untuk kejahatan yang luar biasa tersebut.
Selain itu, ada ketentuan predator atau pelaku kekerasan seksual anak dihukum minimal 20 tahun, dan bahkan seumur hidup atau hukuman mati.
Arist mengatakan, hukuman itu tidak berlaku untuk pelaku dengan usia anak-anak.
Karena, lanjut Arist, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, sistem peradilan pidana anak, dan konvensi internasional, hukuman mati dan seumur hidup terhadap anak tidak ada.
Anak dalam hukum di Indonesia tidak dapat dikenakan hukuman lebih dari 10 tahun.
Terkait hukuman kebiri, Arist mengungkapkan, hukuman itu bukan berarti menghilangkan testis.
“Kebiri itu untuk memberikan alternatif bagi hakim, supaya kalau ada pelaku yang berulang-ulang melakukan kejahatan, itulah yang bisa (dikebiri),” ujarnya, Selasa (24/5/2016).
Tapi, lanjut dia, pemberlakuan kebiri tidak untuk orang yang melakukan kejahatan seksual bukan karena hasrat.
“Ngapain kalau bukan hasrat dikebiri, tidak ada gunanya,” tegas Arist.
Untuk pelaku kejahatan yang tidak pakai hasrat, menurut Arist, mereka bisa dikenakan hukuman fisik. Misal, hukuman seumur hidup atau hukuman mati.