Headline News Hari Ini
Ribuan Warga Way Dadi Waswas
Belum adanya kepastian, terutama terkait masalah pembayaran ganti rugi, warga yang menempati lahan kini waswas.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG- Pelepasan aset lahan Way Dadi oleh Pemerintah Provinsi Lampung hingga saat ini masih belum mendapatkan kejelasan.
Belum adanya kepastian, terutama terkait masalah pembayaran ganti rugi, warga yang menempati lahan kini waswas.
"Saya beli tanah sudah lama. Dulu cuma Rp 65 juta belum sporadik masih surat menggarap. Makanya sudah lima tahun belum saya bangun-bangun. Sempat mau saya bangun, ada isu aset mau diambil. Saya gak jadi bangun. Sekarang ada info mau dilepas. Makanya saya mulai nyicil material," ujar Iwan Setia salah seorang warga yang menguasai lahan Way Dadi di Jalan Nusa Indah, Minggu (5/6).
Tidak adanya kepastian status hukum atas tanah, membuat warga sewaktu-waktu kehilangan tanah dan bangunan yang sudah dikuasai puluhan tahun.
Iwan berharap rencana Pemprov Lampung melepas aset tersebut benar- benar dilaksanakan. Jangan sampai, lanjut Iwan, rencana pelepasan aset tersebut justru dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Iwan mengaku, saat ini sudah ada sejumlah pihak yang mendatangi warga meminta imbalan pengurusan surat menyurat tanah di kawasan Way Dadi tersebut. Pegawai swasta yang masih menumpang di rumah orangtuanya ini, menilai sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum maksimal, khususnya terkait teknis pelepasan aset Way Dadi.
"Kami juga bingung, sosialisasi belum maksimal. Kami belum tahu mau dilepaskan (lahan Way Dadi). Kalau ganti rugi, berapa biaya yang harus kami bayar. Itu yang kami belum jelas. Karena kemarin warga sempat didatangi orang yang ngaku mau data tanah," ungkap Iwan.
Warga lainnya, yang telah tinggal di lahan Way Dadi sejak Tahun 1997, Teddie mengaku, bingung dengan belum adanya kepastian dari Pemprov Lampung, terutama terkait masalah pembayaran ganti rugi tersebut.
"Memang beberapa waktu yang lalu sudah ada dari pihak pemerintah yang datang mendata. Tapi sampai sekarang belum juga ada kejelasan, kapan kami harus membayar atau seperti apa. Kan bingung juga jadinya," ujar Teddie, Sabtu (4/6).
Meski demikian, Teddie mengakui, bahwa lahan yang ditempatinya tersebut merupakan lahan pemerintah dan sewaktu-waktu bisa saja diambil atau dialihkan ke pihak lain. "Tapi kan kalau sampai seperti itu (dialihkan ke pihak lain), pasti bakal timbul konflik. Pada dasarnya kami siap lah kalau memang harus membayar," ujarnya.
Teddie berharap, agar nilai atau harga yang harus dibayarkan masyarakat tidak mahal. Jika Pemprov Lampung menerapkan harga yang tinggi, pasti banyak warga di sekitar tempat tinggalnya tidak sanggup membayar.
Di sisi lain, warga yang juga tinggal di atas lahan negara, Annisa juga mengaku pasrah jika memang pemerintah mengharuskan ia dan keluarganya untuk membayar lahan yang sejak tahun 2000 tersebut ditempati.
Annisa hanya berharap agar pemerintah memberikan keringanan dengan mematok harga yang tidak terlalu tinggi, sehingga ia dan keluarganya bisa tetap tinggal di kawasan tersebut. "Saya kurang tahu pasti kapan orangtua mulai menempati sini. Ya sekitar Tahun 2000-an itu lah. Yang jelas, kami tidak masalah kalau memang harus bayar. Tapi jangan sampai mahal-mahal lah," harap ibu dua anak tersebut.
Aset lahan Way Dadi, Sukarame, Bandar Lampung, sebelumnya memiliki tiga sertifikat. Semua sertifikat itu atas nama Pemprov Lampung. Tetapi, sejak tahun 1992, lahan dengan luas 89 hektare tersebut mulai ditempati warga. Ada tiga kelurahan yang masuk dalam aset Lahan Way Dadi.
Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru dan Korpri Jaya (sebelumnya Harapan Jaya). Lahan dengan 1.668 bidang tanah tersebut diperkirakan dihuni ribuan kepala keluarga.
Berita Selengkapnya Baca KORAN Tribun Lampung edisi hari ini.