Situasi Memanas, Kapal-kapal Perang AS Bergerak ke Semenanjung Korea
Pengumuman mengenai pergerakan gugus tempur kapal induk itu, jelas dimaksudkan untuk mengirimkan pesan yang tegas dan jelas, terhadap Korea Utara
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Rencana gugus tempur kapal induk USS Carl Vinson, yang akan melakukan muhibah (port visit) ke Australia, mendadak dibatalkan.
Seluruh kapal diperintahkan lego jangkar, dan berlayar ke Semenanjung Korea.
Perintah yang dikeluarkan oleh Laksamana Harry Harris, selaku Panglima US PACOM (Pacific Command) itu memang tidak biasa karena diumumkan kepada pers.
Pengumuman mengenai pergerakan gugus tempur kapal induk itu, jelas dimaksudkan untuk mengirimkan pesan yang tegas dan jelas, terhadap Korea Utara (Korut).
Korut semakin tak terkontrol dalam pengembangan senjata nuklirnya, termasuk uji coba peluncuran rudal balistik nuklir dari kapal selam.
Perintah itu menyebabkan seluruh gugus tugas, yang terdiri dari kapal induk kelas Nimitz USS Carl Vinson (CVN 70) yang membawa Carrier Air Wing 2, kapal destroyer dari kelas Arleigh Burke USS Wayne E. Meyer (DDG 108), dan USS Michael Murphy (DDG 112), kapal penjelajah kelas Ticonderoga USS Lake Champlain (CG 57), berbalik arah dari perhentian mereka di Singapura, dan melaju dengan kecepatan penuh ke arah Utara.
Padahal sebenarnya, USS Carl Vinson baru tiba di Singapura, setelah melaksanakan latihan gabungan bersandi Foal Eagle bersama AL Korea Selatan (Korsel).
BACA JUGA: Seekor Ular Piton Kecanduan Sabu, Perilakunya Berubah Jadi Begini
Tindakan AL AS itu dimaksudkan untuk memberikan sinyal dukungan kepada Jepang dan Korsel, yang terlihat tidak berdaya menghadapi provokasi Korut.
Setiap pengujian menunjukkan Korut selangkah semakin maju, untuk mampu menyiapkan rudal balistik dengan hulu ledak nuklir.
Skenario itu amat ditakuti negara-negara tetangganya.
Langkah internasional, termasuk PBB, yang berupaya menukar senjata dengan bantuan pangan tidak berhasil.
Korut bersikeras menghidupkan program senjata nuklirnya.
Namun begitu, ketibaan USS Carl Vinson dan segenap gugus tugasnya, hanya dipandang sebagai show of force belaka.
Kemungkinan penyerangan fasilitas pengembangan senjata nuklir, seperti YongByon, juga nyaris mustahil karena lokasinya jauh tersembunyi di bawah tanah.
Eskalasi tak terukur juga akan menyulitkan posisi Korea Selatan, yang ekonominya bisa terancam akibat serangan dari Korut.
Para politisi Korsel meminta agar AS tidak gegabah, dalam mengambil tindakan yang justru dapat menjerumuskan situasi Semenanjung Korea dalam perang berkepanjangan.
BACA JUGA: Foto Setya Novanto Menelepon Viral di Twitter, Netizen Komentari Layar Ponselnya
Dengan rumitnya situasi dan sulitnya Korut ditebak, kehadiran armada AL AS tersebut juga tidak akan banyak mengubah perimbangan kekuatan.
Apalagi, Korut masih menerima dukungan dari Tiongkok.
Program senjata nuklir Korut juga tidak akan tiba-tiba berhenti atau dihentikan, kecuali Presiden Trump memberikan perintah untuk menembak jatuh setiap uji coba rudal balistik, yang diluncurkan Korut begitu gugus tugas kembali ke Semenanjung Korea.
Sehari sebelum pertemuan dengan Presiden Xi Jinping di AS, Presiden Trump menyatakan bahwa AS siap bertindak sendirian, untuk menghentikan ambisi nuklir Korut.
Terutama bila dalam pertemuan itu, keduanya gagal mencapai kesepakatan mengenai langkah yang harus diambil, untuk menjinakkan Korea Utara.
Serangan Tomahawk atas pangkalan udara Al-Shayrat yang telah berhasil meluluh-lantakkan 20 persen kekuatan AU Suriah, tampaknya memberikan modal keberanian kepada Presiden Trump yang memang terkenal nekat.
Sampai tulisan ini naik tayang, Korut telah mengambil tindakan dengan mengeluarkan peringatan bahwa mereka akan membalas tindakan AS, dengan tindakan membela diri.
Korut akan menggelar serangan preemtif dengan serangan nuklir sebagai intinya.
BACA JUGA: Tiket Lampung-Jakarta Rp 200 Ribuan
Bagi beberapa pihak, itu adalah gertakan yang memang sudah biasa dilancarkan Korut.