Siswa SMA Tewas Dipatuk King Kobra, Begini Penanganan yang Benar Saat Digigit Ular Berbisa
Sayang nyawa siswa SMA itu tak tertolong. Berbagai alat bantu dilepaskan dan ia akhirnya dikafani.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Syahril, seorang siswa asal Bojongsoang, Jawa Barat tewas usai digigit ular king kobra peliharaannya.
Syahril diketahui kerap berpose dengan ular king kobra peliharaannya yang berbadan cukup besar dan mempostingnya di Facebook.
Hal itu juga tampak di akun Facebook Nindi Sari yang memposting berita duka terkait kematian Syahril.
"Innalilahiwainalilahirojiun, Korban keganasan king cobra. Hati2 temen, kalo blm berpengalaman jngan sekali2 memelihara king cobra. Dapet nemu dr grup sblah," tulis Nindi Sari dalam postingannya.
Dalam foto terlihat Syahril tak segan berpose mencium bagian kepala ular.
Ada juga foto Syahril yang ia bagikan di WhatsApp menunjukkan lengannya yang berdarah.
Diketahui luka tersebut akibat lengannya digigit sang ular, "antara hidup dan mati," tulisnya.
Setelah itu, terlihat pula foto dirinya sedang mendapat penanganan di rumah sakit akibat gigitan ular tersebut.
Baca: Pamer Foto Pacar Malah Bikin Orang Merinding, Perhatikan Bagian Belakangnya!
Baca: Heboh RX King Setan Selalu Menang Taruhan, Begini Asal-Usulnya
Baca: Suami Jalani Sidang Korupsi, Istri Setya Novanto Malah Jadi Sorotan Gara-gara Tangannya
Namun sayang nyawa siswa SMA itu tak tertolong. Berbagai alat bantu dilepaskan dan ia akhirnya dikafani.
Ular king kobra memang dikenal sebagai ular dengan bisa paling ganas dan mematikan.
Jika bisa itu masuk ke tubuh gajah, maka diperkirakan hanya dalam tempo empat jam, sang gajah dipastikan akan mati.
Jika bisa itu masuk ke dalam tubuh manusia, maka diperkirakan, orang yang tergigit hanya akan bertahan selama kurang lebih 15-30 menit jika tanpa penanganan medis.
Pertolongan medis itu pun ada dasar pengetahuan yang benar.
Cara benar menangani orang digigit ular berbisa

Dilansir dari Kompas.com, perawatan tepat saat kondisi darurat akan menentukan kesintasan seseorang melewati sebuah kecelakaan atau kejadian fatal, tak terkecuali perawatan usai mengalami gigitan ular.
Pakar toksikologi dan bisa ular DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM mengatakan, ada pemahaman masyarakat soal penanganan pertama ketika mengalami gigitan ular yang salah besar.
Umumnya, tindakan pertama dilakukan dengan mengikat daerah disekitar area gigitan ular. Tujuannya adalah untuk menghentikan pergerakan bisa ular agar tak menyebar ke seluruh tubuh.
Tindakan lainnya yang sering dilakukan adalah membuat sayatan di daerah gigitan untuk mengeluarkan darah. Tujuanya pun sama, menghindari penyebaran bisa ular.
Menurut Tri, kedua tindakan tersebut salah besar, tidak membantu sama sekali. Bisa ular akan tetap menyebar ke bagian tubuh lainnya.
“Kalau diikat hanya membuat kondisi seolah-olah bisa ular berhenti. Padahal yang diikat adalah pembuluh darah. Akibatnya pembekuan darah hingga amputasi,” kata Tri.
Tri menjelaskan, cara penanganan yang tepat adalah dengan membuat bagian tubuh yang terkena gigitan tak bergerak.
Caranya sebenarnya tak sulit. Anggota tubuh dihimpit dengan kayu, bambu, atau kardus layaknya orang patah tulang.
“Betul-betul tidak bergerak sehingga bisa ular hanya ada di tempat gigitan, tidak menyebar ke seluruh tubuh,” kata Tri.
Bila bagian yang digigit ular telah berhasil diimobilisasi, waktu yang dimiliki untuk pergi ke rumah sakit atau klinik guna mendapatkan perawatan dan antibisa ular sebenarnya cukup lama.
"Anak teman saya di Papua dia kena neurotoksin. Karena tinggal dibase camp di atas gunung untuk turun ke Puskesmas butuh 2 hari. Anak ini selamat dengan imobilisasi. Masih hidup sampai sekarang,” ujar Tri.
Tri menambahkan, bila klinik atau tempat kesehatan tak mengetahui jenis bisa ular, siapa pun bisa menghubungi dirinya pada Remote Envenomation Consultan Service (RECS) melalui blog recsindonesia.blogspot.com atau melalui pesan WhatsApp di nomor 085334030409.
Kesalahan penanganan pertama pernah terjadi pada Ananda Yue Riastanto (8) yang digigit ular weling (Bungarus candidus) pada 5 Januari 2017 lalu.

Anak asal Peduhukan Dhisil, Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Khusus Yogyakarta itu diberikan pertolongan pertama dengan mengikat bagian yang tergigit.
Beruntung, dengan jenis bisa neurotoksin, Ananda masih selamat dari kematian meskipun mengalami enselofati yang berakibat pada kelumpuhan dan ketidakmampuan bicara.
“Neurotoksin memang berakibat lebih fatal karena bisa menimbulkan kelumpuhan otot pernafasan yang berakibat kematian. Kalau hemotoksin kan racunnya menyerang, membuat pendarahan, jadi matinya itu lama. Kalau neurotoksin matinya cepat,” ucap Tri.
Tri menuturkan, saat seseorang dengan luka gigitan ular, tenaga medis harus dapat mengatur jalannya pernafasan.
Pasien harus segera dibawa ke inkubasi, dipasang fentilator dan dibantu dengan pernapasan buatan.
Jika terjadi gagal jatung, tenaga medis dapat melakukan pijat jantung.