Merangkak Sejauh 3 Km Demi Sekolah, Ini Kisah Adul Siswa SD di Sukabumi

Merangkak Sejauh 3 Km Demi Sekolah,Ini Kisah Adul Siswa SD di Sukabumi

Editor: Safruddin
Capture YouTube/kompas.com/Budiyanto
Adul siswa SD di Sukabumi yang memiliki keterbatasan fisik namun semangat bersekolah luar biasa. 

Merangkak Sejauh 3 Km Demi Sekolah, Ini Kisah Adul Siswa SD di Sukabumi 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Mukhlis Abdul Kholik, siswa SD di Sukabumi merupakan penyandang disabilitas, namun semangatnya untuk menimba ilmu tak kalah dari anak seumurannya

Bocah kelahiran Sukabumi pada 8 April 2010 ini memiliki kekurangan fisik pada kedua kakinya, sehingga Mukhlis Abdul Kholik alias Adul harus merangkak sejauh 3 Km menuju ke sekolahnya

Untuk berjalan,  Mukhlis Abdul Kholik harus merangkak dengan tumpuan kedua tangannya.

Baca: Angel Lelga Digerebek, Vicky Prasetyo Bawa Kru Kamera Rekam Adegan. Ini Penjelasan Ketua RT

Baca: Pengumuman Hasil Tes SKD CPNS 2018 di 8 Instansi Pemerintah, Cek Link Resminya di Sini!

Keterbatasan fisik yang dimilikinya tak menyurutkan semangatnya untuk pergi ke sekolah.

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Mengenal Adul, Siswa yang Merangkak Sejauh 3 Km demi Sekolah', Inilah fakta tentang AdulSiswa SD di Sukabumi yang semangat sekolah meski harus merangkak sejauh 3 Km

1. Sosok anak rajin dan tak pantang menyerah

Mukhlis Abdul Holik alias Adul
Mukhlis Abdul Holik alias Adul (KOMPAS.com/BUDIYANTO)

Adul saat ini duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut wali kelasnya, Euis Khodijah, Adul adalah anak istimewa.

"Adul ini punya semangat tinggi, anaknya baik dan rajin belajar. Dalam menerima materi pelajaran sama dengan anak yang lainnya," ungkap Wali Kelas 3 Euis Khodijah kepada Kompas.com saat ditemui di sekolah, Sabtu (10/11/2018).

Euis mengungkapkan, meskipun mempunyai kekurangan fisik, namun Adul tidak minder dan saat bermain dengan teman-temannya juga biasa.

Bahkan Adul juga aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka dan olahraga.

"Alhamdulillah teman-temannya juga menerima dengan baik. Kalau Adul ada keperluan, misal ke kamar mandi, teman-temannya yang mengantarkan Adul" katanya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala SDN X Cibadak, Epi Mulyadi.

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

2. Alasan pihak sekolah menerima Adul

Adul diterima di sekolahnya karena beberapa pertimbangan, salah satunya adalah lokasi SDN X adalah yang terdekat dengan rumahAdul.

Selain itu, pihak sekolah juga mempertimbangkan latar belakang ekonomi keluarga Adul.

"Kami juga tidak memandang kondisi keterbatasan fisik. Apalagi dia termasuk anak yang pandai, aktif dan punya semangat tinggi untuk belajar di sekolah," jelas Epi mendampingi Adul saat ditemui di sekolahannya

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

Epi mengaku pernah ada warga yang mempertanyakan kebijakan sekolah menerima Adul.

"Ya, SLB yang terdekat lokasinya cukup jauh dari kediaman keluarga. Dan, pertimbangan ekonomi keluarga juga menjadi alasan kami menerima Adul," tutur dia.

"Kalau memang anak ini mampu kenapa harus kami tolak masuk sekolah kami," kata Epi.

3. Adul harus melewati jalan setapak yang curam hingga jembatan bambu

Rumah Adul yang berada di kaki perbukitan Gunung Walat, untuk menuju ke sekolah Adul harus melintasi jalan setapak curam.

Bila musim hujan, jalan tersebut sangat licin dan cukup berbahaya.Adul pun harus berhati-hati.

Tak hanya itu, Adul harus menyeberangi selokan dengan memanfaatkan jembatan terbuat anyaman bambu.

"Perjalanan seperti ini sudah biasa setiap hari," kata ibunda Adul, Pipin.

Pipin menceritakan, saat awal masuk kelas 1 hingga kelas 2, Adulharus digendong.

Setelah masuk kelas tiga, Adul mulai terbiasa berjalan sendiri. Untuk mencapai sekolahnya, memang tidak dilakukan dengan terus dengan berjalan kaki.

Karena, setelah mencapai jalan desa, Adul bisa menumpang motor ojek sekitar 1 kilometer dengan ongkos Rp7.000 sekali jalan.

"Kalau ada uangnya kami pakai ojek. Tapi kalau lagi enggak ada uang ya terpaksa berjalan kaki sampai sekolah begitu juga pulangnya," kata Pipin.

4. Perjalanan Adul lebih singkat berkat pertolongan dari pesantren

Sebenarnya, jarak rumah Adul ke sekolah bila menggunakan jalan kampung yang utama sekitar 5 kilometer.

Namun, Kepala SMA Pesantren Unggul Al Bayan mengizinkan Adulmelintas melewati area SMA tersebut, sehingga jarak tempuhnya menjadi lebih singkat, hanya sekitar 3 kilometer.

"Alhamdulillah, kami sudah mendapatkan izin dari kepala sekolah Al Bayan. Sehingga perjalanan lebih singkat," kata Pipin.

Tak hanya itu, Adul harus melewati beberapa anak tangga sebelum keluar dari SMA pesantren Al Bayan untuk menuju jalan setapak ke kampungnya.

Adul pun menyusuri jalan setapak di kampung, menyeberangi jembatan bambu di atas selokan, dan akhirnya sampailah di rumah.

"Ya, setiap hari ditemani ibu. Kalau dulu masih digendong, sekarang sudah besar, sudah bisa jalan sendiri," kata Adul kepada Kompas.com usai pulang sekolah.

5. Cita-cita Adul jadi petugas pemadam kebakaran dan dokter

Adul ternyata bercita-cita menjadi seorang petugas pemadam kebakaran.

Selain itu, ia juga berkeinginan untuk menjadi dokter.

Alasannya menjadi petugas pemadam kebakaran, Adul menjawab agar bisa membantu orang yang membutuhkan.

"Ingin menolong orang lain," jawab Adul dengan suara parau karena terganggu tenggorokannya.

Begitu juga kalau menjadi dokter, lanjut dia, tujuannya juga sama, untuk membantu orang lain, terutama yang sedang mengalami sakit.

"Waktu itu sakit panas, batuk dan sakit telinga. Sama dokter perutnya diperiksa dan dikasih obat, menjadi dokter bisa menolong orang yang sakit," katanya.

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved