Mempertahankan Kearifan Lokal Melalui Kopi Gunung Betung
Mempertahankan Kearifan Lokal Melalui Kopi Gunung Betung Provinsi Lampung
Penulis: Gustina Asmara | Editor: taryono
Ahmad Rasman menghabiskan seluruh hidupnya menggeluti dunia perkopian di Provinsi Lampung. Ia memproduksi kopi lokal dengan nama Gunung Betung, mempopulerkannya ke berbagai daerah di Indonesia, hingga mengedukasi petani agar melestarikan bibit kopi Gunung Betung beserta varietas asli yang ditanam di sana.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Gapura Kampung Berseri Astra nampak berdiri gagah di kaki Gunung Betung, Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, Minggu (18/11). Kampung ini terlihat begitu asri. Hampir di setiap rumah terdapat pepohonan.
Tak seberapa jauh dari gapura tersebut, berdiri UKM Kopi Gunung Betung milik A Rasman. Hampir 20 tahun, kopi bubuk Gunung Betung bertahan diantara ketatnya persaingan industri kopi Tanah Air.
Sebuah plang dari papan bertuliskan "Centra Kopi Bubuk Lampung Asli Cap Gunung Betung" tertempel pada bangunan bercat putih. Terdapat tiga ruang utama di bangunan tersebut, satu diantaranya menjadi tempat penyimpan biji kopi mentah, sementara ruang lainnya menjadi toko sekaligus tempat display kopi bubuk.
Di depan bangunan penyimpanan biji kopi ini nampak dua orang wanita paruh baya sedang mensortir biji kopi menggunakan penampi bambu.
Dengan telaten mereka menampi biji kopi sehingga kotoran dan kulit-kulit ari kopi terpisah. Biji kopi tersebut kemudian dipilih dan dipisahkan antara yang berkualitas dan kurang berkualitas.
"Di sini pangkalannya. Petani-petani anter biji kopi di sini. Total ada 5 ton biji kopi di gudang ini. Semua disimpan dalam karung ukuran 50 kilogram (kg). Kalau ibu-ibu ini sedang sortir biji kopinya. Jadi kita bersihkan lagi biji kopi dari petani, kemudian dipilih mana yang berkualitas," cerita Rasman, Minggu (18/11).
Karena hari Minggu dan menyelesaikan kerjaan sebelumnya, jadi hanya ada dua orang saja yang mensortir. Sehari-harinya ada delapan orang yang bekerja.
Empat orang melakukan sortir, dua melakukan rosting, dan dua menggiling biji jadi bubuk kopi. Seluruhnya merupakan warga sekitar Sumber Agung.
Menurut Rasman, penyortiran merupakan salah satu bagian penting dalam menghasilkan bubuk kopi berkualitas. Sebab, untuk mendapatkan kopi bubuk yang terbaik, harus dari biji kopi terbaik pula. Setelah mendapatkan biji-biji kopi terbaik, kemudian di-rosting lalu digiling menjadi bubuk.
Perjalanan Panjang

Tidak mudah bagi Rasman mengembangkan UKM Kopi Bubuk Gunung Betung. Ia telah melewati pasang surut usaha, bahkan pernah pula hampir bangkrut.
Namun ia tidak berhenti mengembangkan kopi yang menjadi produk ikonik daerah Gunung Betung itu.
Perkenalannya pada tanaman kopi telah berlangsung sejak dirinya belum lagi menginjak bangku sekolah. Orangtuanya merupakan petani kopi.
Ketika memasuki usia SD, dia mulai membantu orangtua memetik kopi serta melihat cara bertanam kopi. Sampai akhirnya kopi telah menjadi bagian dari hidupnya.
Ketika dia cukup dewasa, ia pun mencoba menjual biji kopi itu di pasaran seraya berdagang buah-buahan. Bukan cuma kopi dari hasil kebunnya saja, melainkan kopi-kopi dari petani lain. Sayangnya saat itu, harga biji kopi naik turun.
Bahkan pada tahun 1998, harga kopi pernah anjlok hingga mencapai Rp 2.500 per kilogram (kg) dari semula Rp 17 ribu/kg. Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis moneter.
Karena harga anjlok, biji kopi yang dititipkan petani kepada dirinya mencapai 20 ton lebih. Para petani meminta agar biji kopi tersebut bisa dijualkan dengan harga lebih baik. Ia sempat bingung mau diapakan biji kopi tersebut. "Akhirnya saya minta ibu-ibu sekitar untuk mensortir biji-biji kopi itu, dipilih yang berkualitas dan dijual ke industri besar," kata dia.
Namun hal itu tidak bisa bertahan lama, karena harga masih rendah. Sebab, produk yang dijual masih berbentuk biji kopi. Ia akhirnya mendapat ide untuk mengembangkan usaha bubuk kopi. Langkah ini menurut dia, bisa membantu para petani kopi di Sumber Agung.
Ia kemudian membeli mesin giling 1/4 PK serta beberapa alat bantu lainnya untuk merealisasikan usaha itu. Kopi bubuk tersebut kemudian ia beri label "Gunung Betung", sesuai asal tanaman kopi. Usaha bubuk kopi pun dimulai pada 1999. Ia orang pertama dan satu-satunya yang memproduksi bubuk kopi di Sumber Agung kala itu.
"Saya pasarkan kopi bubuk tersebut di Pasar Wayhalim. Namun saat itu cuma laku 2-3 kg saja. Namun saya terus berusaha memasarkan kopi ini. Hingga akhirnya sedikit demi sedikit penjualan naik. Sampai pernah terjual hingga 250 kg/bulan di tahun 2000," cerita ayah dua anak ini.
Keberhasilan penjualan ini secara langsung berdampak pada petani di sana. Biji kopi petani jadi bisa dia tampung dan olah di UKM Kopi Bubuk Gunung Betung. Para petani pun senang, karena biji kopi ada yang membelinya. Sehingga ada kepastian pasar untuk biji kopi ini.
Agar produksi bubuk kopi semakin meningkat, Rasman pun mengurus izin ke dinas kesehatan (diskes). Untuk memiliki izin dari dinas kesehatan ternyata tidak sembarangan.
Kualitas produksi harus benar-benar terjamin. Rasman berusaha memenuhi seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin tersebut, meski dia hanya UKM.
Tak berapa lama, ia pun berhasil mendapatkan izin tersebut. Bagi Rasman, menjaga kualitas adalah hal terpenting. Karena itu, sejak mendapatkan izin dari diskes tersebut sampai hari ini, ia selalu menjaga kualitas dan rasa kopinya.
Selain mengurus izin diskes, ia pun mengurus hak paten Kopi Bubuk Gunung Betung di tahun 2008. Karena telah memiliki semua perizinan, pengurusan hak paten tidak sulit.
"Apalagi namanya Gunung Betung, yang memang tempat asal kopi ini dan memang kita warga kaki Gunung Betung. Jadi pengurusannya sangat mudah. Bahkan dikasih gratis, dibantu gubernur saat itu," kata dia.
Setelah memiliki semua izin, penjualan kopi Gunung Betung pun semakin bagus. Penjualan bisa mencapai 2-3 kuintal per bulannya. Keberhasilan ini tentu saja tidak hanya dirasakan dirinya, tapi juga petani di sekitar Sumber Agung. Biji kopi petani semakin banyak bisa ditampung di UKM Kopi Bubuk Gunung Betung.
Ia pun memberdayakan masyarakat sekitar untuk membantu dalam proses produksi kopi bubuk ini. Di tahun 2000 ada sekitar 6 orang tenaga kerja tetap dan 12 orang buruh harian. Tenaga kerja ini terus bertambah hingga mencapai 30 orang lebih.
Pada tahun 2004, produksi pernah mencapai 1.200 kg/bulan. Di tahun itu pula, ia mendapatkan penghargaan dari kementerian perindustrian. Ia menjadi satu-satunya UKM di Lampung yang mendapatkan penghargaan dari kementerian.
Sepanjang tahun 2000 ini berbagai penghargaan pun diraih Rasman. Tercatat 2004-2006 atau tiga tahun berturut-turut dia mendapat penghargaan sebagai usaha kecil berpretasi gubernur Lampung serta Pemkot Bandar Lampung.
Tidak hanya itu, ia juga telah beberapa kali mendapatkan penghargaan Anugerah Mutu atau Gugus Kendali Mutu. Penghargaan mutu ini tidak cuma didapat dari Pemprov Lampung, tapi juga dari luar Lampung.
Guna terus menambah wawasan, ia pun sering mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Selain itu, ia kerap diajak dinas perindustrian untuk pameran di berbagai provinsi di Indonesia. Dari sana, wawasan tentang pemasaran kopi tambah luas sekaligus ia bisa mengenalkan Kopi Bubuk Gunung Betung.
Bantuan Astra
Namun usaha tak melulu berjalan mulus. Pernah Rasman mengalami kecurian hingga seluruh stok biji kopinya habis digondol maling. Ia pun harus memulai kembali usaha tersebut dengan modal pas-pasan sampai harus meminjam uang ke bank. Setelah beberapa tahun berlalu, usahanya kembali berkibar.
Pemasaran juga tidak sekedar di pasar tradisional. Ia pernah menjajal menjual produk ke supermarket dan memasukkan ke hotel-hotel.
Beberapa tahun, kemitraan tersebut berjalan. Namun sejak empat tahun ini kemitraan tak berjalan lagi.
"Di hotelnya, bosnya berganti-ganti. Jadi kita susah bolak balik mengurusnya. Kemudian, gak masukin lagi ke supermarket, karena supermarket gak bisa mensuplai banyak-banyak dan pembayaran setelah barang laku. Nah kita agak repot untuk selalu mengecek barang kita di sana," kata dia.
Seiring perjalanan waktu, persaingan di kopi bubuk semakin ketat. Bukan Cuma Rasman saja yang memproduksi kopi bubuk.
Di Lampung sendiri tercatat ada 58 UKM bubuk kopi. Semua UKM bersaing ketat. Belum lagi bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.
Karena keterbatasan modal, Rasman tak bisa stok bahan baku banyak. Selain itu mesin kopi yang ada telah mulai tua, sehingga kerap mogok. Sehingga tidak bisa menggiling kopi banyak-banyak guna melayani permintaan.
Persoalan ini terbantu saat Astra memberikan bantuan berupa mesin penggilingan pada tahun 2017.
"Sekarang kita menggiling 3-4 kuintal/sebulan. Ada juga dua perusahaan yang sudah langganan dengan kita tiga tahun terakhir. Dia beli produk kita, namun di-branding oleh mereka. Pemesannya sampai 1 ton per bulan. Namun beberapa waktu ini, order agak berkurang, katanya sedang sepi penjualan," kata dia.
Kehadiran mesin bantuan Astra menurutnya, secara otomatis menambah produktivitas dan keyakinan pihaknya untuk menerima orderan.
"Jadi dengan adanya mesin bantuan itu, kita yakin bisa melayani permintaan konsumen. Ketika mesin lama rusak, kita punya mesin yang baru. Volume penggilingan pun meningkat. Jika biasanya cuma 30 kg per jam, sekarang bisa 50 kg/jam," jelas dia.
Menurutnya, UKM membutuhkan dukungan semua pihak untuk bisa menembus pasar yang lebih besar.
"Saat ini kita terkendala persoalan pemasaran. Sebab, pasar saat ini mayoritas dikuasai mereka-mereka yang kuat secara modal. Sementara UKM seperti saya, dengan modal terbatas, persoalan pemasaran menjadi sedikit sulit," kata dia.
Edukasi Petani dan UKM
Meski di tengah keterbatasan modal dan pemasaran, Rasman tak pernah lupa untuk membagi ilmunya kepada para UKM dan juga petani. Ia sering memberikan edukasi kepada para UKM kopi dari berbagai provinsi di wilayah Sumatera dan Indonesia. Edukasi itu umumnya adalah soal menjaga mutu produk.
Ia juga memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk magang di tempatnya. Selain itu, ia pun tak lupa mengedukasi para petani kopi. Ketua Kelompok Tani Mandiri Agung ini berupaya agar varietas tanaman kopi di Gunung Betung tetap terjaga.
Menurut dia, ada tiga jenis varietas kopi yang ada di Gunung Betung. Yakni, tanaman kopi yang sudah ada sejak zaman Belanda, kemudian kopi bakir asal Lampung Barat, dan kopi persilangan antara tanaman zaman Belanda dengan bakir, yang disebut Kopi Gunung Betung.
Secara fisik, biji kopi ketiga varietas ini berbeda. Biji kopi dari tanaman Belanda berukuran kecil dan memiliki rasa yang kuat. Sementara bakir memiliki ukuran biji yang besar serta beraroma harum.
"Petani sini kemudian melakukan modifikasi untuk mendapatkan bibit unggul. Sehingga kita silangkan antara tanaman kopi zaman Belanda itu dengan si bakir. Sehingga lahirnya kopi Gunung Betung yang memiliki rasa yang strong dan harum. Bibit ini sedang kita lestarikan. Sebab, dengan pohon yang sedikit, buahnya banyak. Kalau petani itu, kalo bisa pohonnya sedikit, tapi buahnya banyak," jelas dia.
Selain mengedukasi soal bibit ini, ia juga berupaya membantu kesejahteraan petani. Ia kerap mengedukasi masyarakat agar menghasilkan biji kopi yang berkualitas.
"Biji kopi yang berkualitas itu kan terlihat dari warnanya, kuning terang. Nah kita bilang ke petani, jika mereka bisa memberikan biji kopi yang berkualitas itu, maka harga yang diberikan bisa lebih tinggi," ujarnya.
Menurutnya, ada ratusan petani kopi di Sumber Agung. Mereka menanam kopi di Gunung Betung yang merupakan hutan kemasyarakatan. Ada ratusan hektare lahan yang ditanami masyarakat. Dalam satu tahun, petani bisa produksi sekitar 1 ton kopi per hektare.
Bantu Perekonomian

Buruh sortir di UKM Bubuk Kopi Gunung Betung, Jumaih yang berusia 65 tahun menceritakan, dirinya sudah lebih dari 10 tahun bekerja kepada Rasman. Dalam sehari, ia bisa mensortir hingga 2,5 kuintal biji kopi dari pukul 08.00-16.00 WIB.
Menurut dia, pekerjaan tersebut sangat membantu perekonomian keluarganya. Sebab, suaminya hanya seorang buruh serabutan. "Ya upahnya bisa bantu-bantu untuk kebutuhan dapur," ceritanya seraya menampi biji kopi.
Ia mengaku, mendapatkan upah seharinya Rp 60 ribu. Jika orderan bubuk kopi banyak, banyak pula biji kopi yang ia sortir. Namun dua tahun terakhir, orderan sedang sepi. Sehingga tidak setiap hari melakukan aktivitas mensortir.
Buruh sortir lainnya, Siti Komariah yang berusia 63 tahun mengatakan, upah yang didapat dari aktivitas tersebut sangat membantu dirinya. Karena suaminya telah meninggal dunia.
"Saya punya lima anak. Suami sudah lama meninggal. Tiga anak sudah menikah, dua baru saja selesai kuliah. Ya Alhamdulilah, dari sinilah uangnya," kata dia.
Sementara Uswadi (38), buruh giling kopi menuturkan, ia telah bekerja bersama Rasman sejak dirinya masih muda dan belum menikah hingga hari itu.
"Udah lama banget kerja di sini. Dari semula kerjanya setiap hari, kalo sekarang tidak setiap hari," kata pria yang telah memiliki dua orang anak ini.
Menurut dia, upahnya dibayar berdasakan jumlah biji kopi yang digiling. Per satu tonnya, dia mendapat Rp 1 juta. "Upahnya Alhamdulilah naik dari yang dulu. Dulu per ton dibayar Rp 350 ribu, lalu naik Rp 600 ribu, sekarang sudah Rp 1 juta per ton," ujarnya.
Proses menggiling dari pagi, jam 08.00-17.00 WIB. "Kalo sehari itu bisalah saya menggiling bubuk kopi sampe 2 kuintal. Kan mesinnya sudah bagus," kata dia.
Kembangkan UKM
Bukan cuma UKM Kopi Bubuk Gunung Betung saja yang dibantu oleh Astra di Sumber Agung. Tercatat ada 9 UKM yang mendapatkan bantuan peralatan untuk usaha. Di antaranya. UKM keripik, UKM teng-teng, UKM batik tulis, dan lainnya.
Menurut tokoh masyarakat setempat, Rusdi, peresmian Kampung Berseri Astra di Sumber Agung berlangsung pada 2017 lalu.
Bantuan yang diberikan Astra berdasarkan empat pilar. Yakni, bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan.
Di bidang kewirausahaan, Astra membantu peralatan usaha bagi UKM. Seperti UKM Kopi Gunung Betung mendapat bantuan mesin penggilingan.
UKM keripik dan teng teng jahe mendapat bantuan kompor dan kuali untuk memasak, dan lainnya.
Di bidang lingkungan, terus dia, pihak Astra membantu mendirikan gapura, menyediakan tempat duduk di lapangan.
Di bidang lingkungan, bantuan berupa penanaman pohon beringin merah di lapangan setempat, pemberian bantuan DVD untuk senam kesehatan para ibu di Jalan Ponpes Lingkungan II Sumber Agung.
Selanjutnya di bidang kesehatan, pihak Astra memberikan bantuan alat kesehatan, tenda serta fasilitas di ruang tunggu posyandu bagi para lansia dan anak-anak untuk lingkungan I-III.
Pada pilar pendidikan, Astra memberikan beasiswa untuk 35 orang pelajar dari tingkat SD-SMA dengan nilai yang berbeda per tingkatan.
Astra juga memberikan bantuan pembuatan pagar di PAUD, alat bermain anak serta paving blok.
(gustina asmara)