Tak Ada yang Melapor, 8 Jenazah Korban Tsunami yang Belum Teridentifikasi Diduga Satu Keluarga

Tak Ada yang Melapor, 8 Jenazah Korban Tsunami yang Belum Teridentifikasi Diduga Satu Keluarga

TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma
Tim SAR Gabungan mengevakusi jenazah Deva warga Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, yang tersapu tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) malam. 

Tak Ada yang Melapor, 8 Jenazah Korban Tsunami yang Belum Teridentifikasi Diduga Satu Keluarga

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANTEN - Tim dari Polda Banten mencatat sebanyak delapan jenazah masih belum teridentifikasi hingga sepekan pasca tsunami menerjang pesisir Banten dan Lampung.

Pihak kepolisian mengalami kendala lantaran kesulitan mencocokkan ciri-ciri data antemortem dan postmortem korban.

Sebab, pihaknya hingga saat ini belum menerima laporan adanya anggota keluarga yang merasa kehilangan keluarganya.

Puncak Gunung Anak Krakatau Susut 228 Meter, Tinggi GAK Tinggal 110 Meter

Menurut dia, ada kemungkinan jenazah yang belum teridentifikasi berasal dari satu keluarga.

Akibatnya, tak ada keluarga dekat yang melapor.

"Dimungkinkan mereka adalah keluarga, sehingga tidak ada pelapornya," ucap Kabid Dokkes Polda Banten AKBP Nariyana, di Posko Bencana Polda Banten, Kabupaten Pandeglang, Banten, Minggu (30/12/2018).

Sementara Nariyana menegaskan, hingga saat ini kondisi delapan jenazah masih baik dan utuh.

Saat ini jenazah yang belum teridentifikasi disimpan di lemari pendingin (cooler container), sehingga tidak cepat membusuk.

"Kita terus mensosialisasikan ciri-ciri fisik. Saya harap mereka (keluarga) dapat hadir, dan kondisi jenazah cukup baik utuh, sehingga keluarga mudah mengenali," kata Nariyana.

Hingga saat ini, dikatakan Nariyana, belum ada keputusan kapan menguburkan jenazah yang tak teridentifikasi tersebut.

Menurut dia, keputusan itu akan diambil berdasarkan kebijakan pemerintah daerah.

"Nanti akan ditentukan akan dikuburkan massal atau bagaimana," ujar dia.

Hingga Minggu (30/12/2018) pagi, Polda Banten mencatat sebanyak 249 korban tewas akibat tsunami Selat Sunda.

Sebanyak 241 jenazah sudah berhasil terindentifikasi dan diambil oleh pihak keluarga.

Tak terdengar lagi dentuman

Aktivitas Anak Gunung Krakatau (GAK) di selat Sunda terus menunjukan penurunan. Dari data magma VAR Badan Gelologi, PVMBG Kementerian ESDM sampai dengan pukul 06.00 wib, minggu (30/12) sudah tidak lagi terdengar suara dentuman letusan.

Untuk aktivitas kegempaan letusan tercatat 3 kali dengan amplitudo 20-25 mm durasi120 -152 detik. Untuk hembusan tercatat 21 kali dengan amplitudo 6-20 mm, druasi 40-200 detik.

"Untuk status masih pada level III siaga. Dimana pengunjung dan nelayan dilarang mendekat dalam jarak 5 kilometer," terang Suwarno petugas pos pantau GAK di desa Hargopancuran.

Pasca mengalami erupsi pada Sabtu (22/12) yang mengakibatkan terjadinya terjangan gelombang tsunami di pesisir Lampung Selatan dan Banten, GAK mengalami perubahan bentuk fisik.

 Bobol Rumah dan Curi Emas Tetangganya, Wahid Tidak Sadar Aksinya Terekam CCTV

Tinggi Gunung Anak Krakatau Tersisa 110 Meter

Pasca-erupsi, tinggi Gunung Anak Krakatau (GAK) kini menyusut tersisa 110 meter.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( Kementerian ESDM) mengonfirmasi terjadi penyusutan tinggi Gunung Anak Krakatau.

Sebelumnya tinggi Gunung Anak Krakatau 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) kini menjadi hanya 110 mdpl.

Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo menjelaskan, susutnya ukuran Gunung Anak Krakatau terkonfirmasi setelah terjadi letusan.

Letusan pada Jumat (28/12/2018) tengah malam pukul 00.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dengan tinggi asap maksimum 200 meter hingga 3.000 meter.

Selanjutnya, pada pukul 14.18 WIB, asap letusan terlihat tidak berlanjut dan nampak tipe letusan surtseyan yang terjadi lantaran magma yang keluar dari kawah gunung bersentuhan dengan air laut.

 Kondisi Terkini Wanita Mabuk di Pesawat Garuda, Ngamuk Pukul Pilot hingga Dihukum Setimpal

"Bahwa pada sekitar 14.18 WIB kemarin sore terlihat, terkonfirmasi, bahwa Gunung Anak Krakatau jauh lebih kecil dari sebelumnya," ujar dia ketika memberikan paparan kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12/2018).

Pria yang akrab disapa Purbo ini menjelaskan, dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Pasauran, saat ini puncak Anak Krakatau terpantau lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya.

Sebagai catatan, Pulau Sertung memiliki tinggi 182 meter, dan Pulau Panjang memiliki tinggi 132 meter.

Lebih lanjut Purbo menjelaskan, letusan surtseyan yang terjadi di perbatasan antara lereng dan permukaan laut membuat magma menyentuh air laut dan membuat magma kemudian meledak.

"Magma ini yang kemudian berubah, terlempar menjadi abu," jelas Purbo.

Selain itu, Purbo juga menjelaskan, pasca-letusan, volume Anak Krakatau yang diperkirakan hilang 150 hingga 180 juta meter kubik, dengan volume yang tersisa diperkirakan antara 40 juta hingga 70 juta meter kubik.

Berkurangnya volume tubuh gunung Anak Krakatau diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 27 hingga 28 Desember 2018.

Saat ini letusan gunung Anak Krakatau bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau.

 Viral Polisi Peluk Bocah Penggemar Real Madrid Korban Tsunami Lampung yang Kehilangan Keluarga

Adapun terdapat dua tipe letusan, yaitu letusan strombolian dan surtseyan.

Pasang Pendeteksi Tsunami

Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengaku pihaknya berencana memasang tiga buoy alat pendeteksi tsunami di Selat Sunda, kompleks Gunung Anak Krakatau.

Dia berharap ketiga buoy yang ditargetkan dipasang di kawasan itu bisa menjadi langkah konkret dalam mengantisipasi potensi tsunami yang bisa dimunculkan oleh aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.

"Buoy yang akan diletakkan di perairan Gunung Anak Krakatau tersebut diharap dapat menjadi langkah tegas untuk antisipasi dan mitigasi bencana letusan susulan Gunung Anak Krakatau yang berpotensi kembali menimbulkan tsunami di Selat Sunda," ujar Hammam Riza, di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2018).

Perbaikan sistem bouy untuk tiga titik di Gunung Anak Krakatau, kata Hammam, bisa memberikan peringatan yang lebih akurat terkait potensi bencana tsunami yang ditimbulkan pada area tersebut.

"Adanya tiga buah buoy di satu kompleks Gunung Anak Krakatau tersebut akan dapat memberi peringatan yang lebih akurat," jelas Hammam Riza.

Menurutnya, dengan adanya buoy, masyarakat setempat bisa memiliki waktu yang cukup untuk menuju lokasi yang aman saat peringatan berlangsung.

"Sehingga tersedia waktu evakuasi yang cukup bagi penduduk setempat menuju ke shelter terdekat, dengan (buoy) ini pun diharap dapat meminimalkan dampak dari datangnya potensi tsunami," katanya.

Hammam Riza menambahkan, saat ini pihaknya telah memiliki kabel pemasangan buoy.

Namun ada biaya sekitar Rp 5 miliar untuk menyebarkan buoy menggunakan kapal Baruna Jaya serta didukung peralatan serta link satelit.

Nilai tersebut dimaksudkan untuk pemasangan perangkat Kabel Bawah Laut atau CBT yang ditambahkan sensor tsunami, sehingga mendukung performa buoy.

"Sudah ada kabelnya di BPPT, tinggal pasang dan perlu biaya sekitar 5 M untuk deploy menggunakan

Baruna Jaya dan peralatan elektronik serta link satelit," papar Hammam Riza.
Terkait kelebihan buoy jika dibandingkan dengan alat deteksi tsunami lainnya, perangkat satu ini bekerja dengan mengirimkan data lebih akurat.

Buoy dapat secara cepat mengirimkan sinyal ke pusat jika ada gelombang yang naik.

"Kelebihan buoy ya data lebih akurat dan presisi, karena tiap ada gelombang naik, dia (buoy) kirim sinyal ke pusat data secara realtime," tegas Hammam Riza.

Sementara itu, untuk pemasangan dan pemeliharaan 3 buoy selama satu tahun, yang rencananya ditargetkan pada sejumlah titik di kompleks Gunung Anak Krakatau, BPPT membutuhkan dana sebesar sekitar Rp 15 miliar.

Dana tersebut bisa diperoleh jika Presiden RI melalui Kementerian Keuangan dan Bappenas menganggarkan untuk proses revitalisasi buoy.

Pertimbangan BPPT tersebut berdasar pada rentetan bencana tsunami yang melanda beberapa wilayah di Indonesia sejak setahun terakhir.

Sebelumnya, Hammam Riza juga mengakui bahwa BPPT pernah bekerjasama dengan banyak lembaga lainnya dalam membangun buoy.

Penyebaran teknologi tersebut dilakukan pada sejumlah titik di Samudera Hindia.

"Saat itu memang BPPT dilibatkan bersama instansi pemerintah lainnya, dalam melakukan deployment buoy ke samudera Indonesia untuk dipasang di beberapa titik," kata Hammam Riza, di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Rabu (26/12/2018).

Namun, kabel bawah laut sebagai penunjang buoy hilang karena pencurian yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab.

"Tapi ya saat ini buoy di Indonesia sudah tidak ada, karena perilaku vandalisme yang dilakukan oknum," tegas Hammam Riza. (Ded/Kompas.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved