Kasus Suap Lampung Selatan

Gratifikasi Rp 3 Miliar Zainudin Hasan, Jaksa Duga Komisaris PT BCM Hanya Boneka

Gratifikasi Rp 3 Miliar Zainudin Hasan, Jaksa Duga Komisaris PT BCM Hanya Boneka

Penulis: Romi Rinando | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Romi Rinando
Zainudin Hasan (berkopiah) menjalani sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 25 Februari 2019. 

Gratifikasi Rp 3 Miliar Zainudin Hasan, Jaksa Duga Komisaris PT BCM Hanya Boneka

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Gratifikasi Rp 3 Miliar Zainudin Hasan, Jaksa Duga Komisaris PT BCM Hanya Boneka

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan, Senin, 25 Februari 2019.

Dalam sidang, saksi Gatoet Soeseno membuat geram hakim.

Pasalnya, ia kerap memberi kesaksian yang terkesan berbelit-belit.

BREAKING NEWS - Gaji Gatoet Rp 3,162 Miliar Selaku Komisaris Diduga Mengalir ke Zainudin Hasan

Gatoet menjadi satu dari delapan saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan, Senin, 25 Februari 2019.

Dua hakim anggota, Syamsudin dan Baharudin Naim, tak bisa menyembunyikan kekesalannya kepada Gatoet Soeseno.

Selain berbelit-belit, jawaban yang diberikan Gatoet Soeseno kerap tidak masuk akal.

Gatoet mengaku tidak pernah menerima uang meskipun memegang jabatan komisaris PT BMCM.

Memegang jabatan tersebut sejak 2016, Gatoet menerima gaji sebesar Rp 100 juta per bulan. 

Dalam kesaksiannya, Gatoet mengaku seluruh gaji yang masuk ke rekening Bank Mandiri diambil oleh Sudarman, asisten Zainudin Hasan.

“Saudara ini komisaris bergaji Rp 100 juta per bulan. Kenapa bisa ATM Anda serahkan ke Sudarman? Kenapa Anda tidak ambil uang itu?” tanya Syamsudin.  

Namun, Gatoet mengaku tidak pernah menerima uang tersebut.  

“Itu honor saya. Tapi, saya tidak pernah terima uangnya. Saya lupa,” jawab Gatoet.

Mendengar jawaban tak masuk akal itu, hakim Syamsudin heran sekaligus geram.

“Jangan lupa-lupa jadi modus. Saudara ini disumpah. Gak masuk akal dan logika jawaban Anda. Kok bisa itu gaji Anda tapi rela uangnya diambil Sudarman. Apa kamu pernah komunikasi dengan Sudarman, tanya soal uang kamu?" tanya hakim.

Hakim Baharudin Naim tidak kalah geram.  

"Jadi saya tanya, Saudara ini pinjamkan KTP kepada Sudarman apa Saudara Zainudin Hasan? Itu untuk apa? Kenapa ada uang gaji di rekening Anda tapi Saudara tidak ambil uangnya?" kata hakim.

Gatoet mengaku meminjamkan ATM kepada Zainudin Hasan untuk kepentingan menjadi komisaris.

Ia mengaku tidak mengambil uang gaji tersebut.  

“Kenapa Anda tidak ambil uang itu? Apakah ada perjanjian memang uang itu tidak diambil?” tanya hakim lagi.

“Saya gak enak, Yang Mulia," jawab Gatoet.

BREAKING NEWS - Bahas Proyek Rp 350 Miliar, Zainudin Hasan Hanya Libatkan Agus BN dan Anjar Asmara

"Kok bisa gak enak? Kenapa?" tanya hakim lagi.

Saudara itu jabat komisaris legal. Itu hak Saudara. Jadi aneh kalau gak diambil. Apa itu hanya numpang lewat?" ujar hakim.

Kali ini, Gatoet tidak menjawabnya.

Ia hanya terdiam.

Diketahui, Gatoet Soeseno dalam kurun 29 Februari 2016 hingga Juli 2018 telah menerima aliran dana senilai Rp 3,162 miliar.

Dana yang terkumpul dari 25 kali transaksi itu diduga terindikasi pencucian uang yang dilakukan terdakwa Zainudin Hasan.

Uang itu disamarkan seolah-olah sebagai gaji Gatoet Soeseno selaku komisaris PT Bara Mega Citra Mulia.

Semua Aset dari Tindak Pidana

Sementara jaksa KPK Ariawan menjelaskan, terdakwa Zainudin Hasan  menerima gratifikasi dengan menerima uang dari rekening Bank Mandiri atas nama saksi Gatoet Soeseno sejak Februari 2016 hingga Juli 2018.

Totalnya mencapai Rp 3,162 miliar.

Selain menerima gratifikasi dari PT Bara Mega Citra Mulia dan PT Johnlin Baratama, terdakwa Zainudin Hasan juga menggunakan rekening Bank Mandiri atas nama Sudarman untuk menerima gratifikasi dari PT Citra Lestari Persada yang jumlahnya mencapai Rp 4 miliar.

Ariawan menjelaskan, persidangan kali ini semakin meyakinkan jaksa bahwa semua aset yang dimiliki terdakwa Zainudin Hasan diduga berasal dari hasil tindak pidana.

“Semua aset yang dibeli Zainudin Hasan diduga dari tindak pidana. Step-nya bisa kita buktikan. Misalnya uang-uang  proyek, dari ABN, dari Anjar, dibelikan aset tanah. Kemudian di sidang  hari ini, terbukti uang dari Gatoet Soeseno diarahkan ke Sudarman. (Dari) Sudarman misalnya, dibelikan mobil Xpander, Toyota Vellfire, motor Harley-Davidson. Semua terbukti,” beber dia.

Terkait saksi Gatoet yang tidak banyak mengetahui terkait pekerjaannya sebagai komisaris, Ariawan mengatakan, hal itu juga menjadi tanya.

Itu membuktikan bahwa saksi Gatoet hanyalah boneka.

BREAKING NEWS - Pegawainya Mengaku Diperintah Amankan Koper Berisi Uang, Zainudin Hasan Meradang

“Dengan tidak mengetahui, maka timbul pertanyaan, mengapa dia (Gatoet) yang punya jabatan komisaris dan harusnya  tahu banyak tapi tidak tahu? Artinya dia boneka. Kalau dia boneka, artinya ada dalangnya. Jadi kita bisa tahu dalangnya. Karena kita tadi juga tanya siapa penerima manfaat dari semua itu,” tandasnya.

Apalagi, sambung dia, sejak saksi Gatoet diminta terdakwa membuka rekening di Bank Mandiri, ATM beserta PIN-nya langsung diserahkan kepada Zainudin Hasan.

Dalam sidang yang menghadirkan delapan saksi ini juga terungkap adanya balas jasa berupa pemberian paket proyek untuk bekas tim sukses Zainudin Hasan saat mencalonkan diri sebagai bupati Lampung Selatan.

Hal ini terungkap dari kesaksian Rudi Topan, seorang rekanan yang pernah menjadi anggota tim sukses Zainudin Hasan.

Dari pengakuannya, Rudi mengaku mendapatkan jatah paket proyek yang diberikan Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel Syahroni.

“Apakah Anda ini pernah dipanggil Syahroni di Hotel Horison terkait kasih kerjaan sebagai bekas tim sukses?” tanya jaksa KPK.

Rudi tidak menampik bahwa ia mendapatkan paket karena pernah tergabung dalam tim sukses Zainudin Hasan.

“Saya dipanggil Syahroni. Saya dapat kerjaan karena bekas tim sukses. Saya kerja sama dengan rekan saya Guntur yang ngerjain. Dari Guntur, saya dapat 2,5 persen,” ujar Rudi.

Rudi Topan, rekanan yang mendapat paket proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, tidak jadi menyetor karena keburu ada operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

“Saya dapat dua paket pekerjaan tahun 2018. Tapi, gak jadi setor karena ada OTT,” kata Rudi menjawab pertanyaan hakim Syamsudin di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 25 Februari 2019.  

Hakim pun sempat menanyakan kepada Rudi terkait uang sebesar Rp 80 juta yang diberikan kepada Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni.

Apakah uang itu berkaitan dengan paket pekerjaan gorong-gorong di Lampung Selatan senilai Rp 130 juta pada tahun 2016?

“Saudara Saksi, uang Rp 80 juta itu uang apa? Kalau uang setoran proyek, gak masuk akal. Nilai kerjaan kamu Rp 130 juta. Kok kamu kasih Rp 80 juta? Apakah itu ada hubungan dengan dua paket yang kamu kerjakan di tahun 2018?" tanya hakim.

BREAKING NEWS - Utang Rp 4,7 Miliar di BRI Macet, Politisi Ini Jual Pabrik Beras ke Zainudin Hasan

“Tidak ada, Yang Mulia,” jawab Rudi.

“Jadi itu uang apa? Apakah itu ada hubungannya dengan dua paket kamu di tahun 2018?” cecar hakim.

Lagi-lagi, Rudi tidak bisa menjelaskan secara rinci perihal pertanyaan hakim

“Tidak, Yang Mulia,” jawab Rudi lagi.

Dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan, Senin, 25 Februari 2019, jaksa KPK menghadirkan delapan saksi.

Mereka adalah Gatoet Soeseno (komisaris PT Bara Mega Citra Mulia), Rudi Topan (rekanan), Mitha Andriana Sari (staf keuangan PT Buana Mitra Bahari).

Kemudian, Andi (sales manager PT Diamond Motor), Hery Wijaya (manajer PT Taruna Motor), Dewi Sari  (PT Auto Bahari Bursa Otomotif), Komarudin (wiraswatsa), dan Ghofur (Bhabinsa).

Sejumlah saksi dihadirkan untuk membuktikan terkait pembelian dan pembayaran aset kendaraan bermotor yang dilakukan terdakwa Zainudin Hasan yang uangnya bersumber dari rekening saksi Gatoet dan Sudarman, yang totalnya mencapai Rp 4 miliar.

Di antaranya, dua unit mobil Mitsubishi Xpander seharga Rp 500 juta, Mitsubishi All New Pajero Sport Dakar 4x4 A/T (2.4L 8A/T) Rp 623 juta, Mercedes-Benz CLA 200 AMG Rp 776 juta, dan Harley-Davidson  Rp 570 juta.

Kemudian, pembayaran uang muka 30 persen pembelian Toyota Vellfire 2G 2,5 AT sebesar Rp 420 juta, pembelian mobil Mercedes-Benz S400 L AT dengan mengatasnamakan orang lain seharga Rp 1,75 miliar.

Di akhir sidang, jaksa penuntut umum KPK Ariawan mengatakan, pihaknya masih akan menghadirkan 13 saksi, termasuk saksi ahli, dalam persidangan dengan terdakwa Zainudin Hasan.

“Kita masih ada 13 saksi, Yang Mulia, termasuk saksi ahli,” ujar Ariawan.

Sementara hakim ketua Mien Trisnwaty meminta pihak kuasa hukum Zainudin Hasan untuk menyiapkan saksi-saksi meringanakan maupun saksi ahli.

“Kita minta kuasa hukum dan terdawaka juga menyiapkan saksi-saksi. Jadi setelah dari JPU, nanti baru kita lanjut ke saksi dari terdakwa,” kata Mien.

Dalam sidang yang berakhir pukul 15.40 WIB, terdakwa Zainudin Hasan tidak mau memberikan komentar.

“Apakah Saudara Terdakwa ada yang ingin disampaikan?” tanya hakim.

“Tidak ada, Yang Mulia. Cukup,” ujar Zainduin. (romi rinando)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved