Kasus Inses di Pringsewu
Usai Jalani Pemulihan, Pemprov Lampung Janjikan Bantuan Bersekolah Pada Korban Inses di Pringsewu
Pemerintah Provinsi Lampung menawarkan bantuan sekolah kepada AG, korban inses di Pringsewu.
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Teguh Prasetyo
Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pemerintah Provinsi Lampung menawarkan bantuan sekolah kepada AG, korban inses di Pringsewu.
Meski demikian, bantuan sekolah tersebut menunggu selesai AG menjalani pemulihan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung Bayana mengatakan, saat ini AG masih dalam proses pemulihan bersama keluarganya.
• Pemprov Lampung dan Kementerian PPA Tangani Korban Inses di Pringsewu
Bantuan bersekolah tersebut, kata Bayana, tetap tergantung dari pihak keluarga.
“Proses pemulihan AG bersama keluarganya, tepatnya dengan pamannya, tetap mendapat pengawasan dari aparat desa setempat. Seperti RT, lurah, camat serta dinas sendiri,” kata Bayana saat dihubungi Jumat 1 Maret 2019 sore.
Dalam kesempatan itu, Bayana juga menyampaikan, Dinas PPPA Lampung bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KPPPA RI) menyelenggarakan rapat koordinasi terkait kebijakan perlindungan anak penyandang disabilitas.
“Tujuannya, selain menindaklanjuti kasus AG tersebut, juga memberikan perhatian khusus terhadap anak penyandang disabilitas agar mereka dapat tumbuh dan berkembang setara dengan anak lainnya,” ujar Bayana.
Bayana juga berharap, agar rapat tersebut memberikan pemahaman tidak hanya kepada instansi instansi terkait, melainkan kepada seluruh elemen dari tingkat keluarga, masyarakat, hingga seluruh aparat.
“Bila dilihat dengan mata hati, peristiwa ini sesungguhnya ada di depan mata kita semua dan sangat dekat sangat dengan kita. Sehingga sebaik-baiknya penanganan suatu masalah itu apabila seluruh elemen terkait dapat berintegrasi dan saling bahu membahu antara satu sama lainnya,” papar Bayana.
• UPDATE Kasus Inses di Lampung, Kak Seto Ungkap Fakta Baru dari Pengakuan Tersangka
Sebelumnya Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi meminta para pelaku inses di Pringsewu diminta menjalani rehabilitasi kastrasi (kebiri) kimiawi.
"Kami mohon dalam konteks rehabilitasi, pelaku dewasa ini supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi, meminta sendiri rehabilitasi kasastri secara kimiawi," ujar Seto saat menemui Wakil Bupati Pringsewu Fauzi, Kamis, 28 Februari 2019.
Seto mengatakan, dari hasil penelitian, potensi pelaku mengulangi kembali perbuatannya sangat tinggi daripada yang belum pernah melakukan inses.
Oleh karena itu, dia menilai berbahaya bila pelaku melakukan perbuatannya kembali.
Apalagi, kata dia, jika anak-anak pelaku inses tersebut berkeluarga, dikhawatirkan mereka juga melakukan inses terhadap anak-anaknya.
Dalam hal kastrasi kimiawi, tambah dia, konteksnya adalah rehabilitasi.
• Kak Seto: Kasus Inses di Pringsewu Bisa Menginspirasi Daerah Lain
Jadi Tersangka
Polres Tanggamus akhirnya menetapkan status tersangka kepada JM dan dua orang anaknya, SA dan YG, atas perilaku seks menyimpang atau inses terhadap AG.
Ketiganya dijerat UU tentang Perlindungan Anak.
Kanit PPA Polres Tanggamus, Ipda Primadona Laila, mengatakan, penetapan tersangka merupakan hasil gelar perkara dan pengakuan para pelaku.
"Para tersangka melakukan seluruh persetubuhan kepada korban di dalam rumah yang mereka huni, tepatnya di Kecamatan Sukoharjo (Kabupaten Pringsewu)," kata Primadona, Sabtu (23/2).
Ia menjelaskan para pelaku dan korban adalah satu keluarga yang terikat hubungan darah.
Karena itulah, kasus ini termasuk juga inses.
Silsilah keluarga tersebut yakni, ayah JM (44), lalu anaknya yang juga pelaku SA (23), kemudian AG (18/korban), dan terakhir YG (15) sebagai pelaku juga.
Sedangkan CK, istri JM, sudah meninggal.
JM, SA dan YG secara bergantian dalam kurun setahun mencabuli AG.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, JM mengaku lima kali mencabuli AG, kemudian SM sebanyak 120 kali, dan Y mengaku 40 kali.
Perbuatan bejat ini dilakukan ketiga pelaku dengan memanfaatkan kondisi korban yang mengalami kekurangan mental.
"Ketidakberdayaan itu motif ayah kandung korban," ujar Dona, sapaan Primadona.
Motif SA dan YG tak jauh berbeda. Selain memanfaatkan keterbatasan lahiriah AG, keduanya kecanduan menonton film porno.
"Kedua tersangka lain, motifnya karena sering menonton film porno di HP. Dari situ mereka mulai menyetubuhi korban, namun handphone itu saat ini diakui tersangka sudah rusak," jelas Dona.
• Kak Seto Sarankan Satu Keluarga Pelaku Inses di Pringsewu Dikebiri Kimiawi
Kasus ini terbongkar dari laporan tetangga korban yang juga anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Perempuan dan Anak.
Pelapor melihat ketidakwajaran bentuk tubuh korban yang sebelumnya gemuk, tapi kini terlihat sangat kurus.
Informasi yang dihimpun Tribun, peristiwa memilukan AG bermula sekitar awal tahun 2018.
Saat itu ibu korban yang berdomisili di Pekon Teba Bunuk Kecamatan Kota Agung Barat, Kabupaten Tanggamus, meninggal dunia.
AG lantas dibawa ayahnya ke Pekon Panggung Rejo, Sukoharjo.
Tak dinyana, AG diperlakukan tak beradab.
Ketiganya tega mencabuli AG berkali-kali.
Menurut pengakuan JM, perbuatan itu ia lakukan sejak Agustus 2018.
"Sudah lima kali, saya khilaf," kata pria berbadan kecil itu.
Hal sama diungkapkan SA, yang mengaku 120 kali melakukan pencabulan terhadap adik perempuannya tersebut.
"Melakukannya di ruang tamu, pertama habis Lebaran dan terakhir kemarin sehari sebelum tertangkap," ujar SA.
Pengakuan yang sama juga dilontarkan YG, selaku adik korban.
• Usai Kunjungi Pelaku Inses, Kak Seto: Kasus di Pringsewu seperti Fenomena Gunung Es
Remaja ini mencabuli kakaknya yang dipanggailnya mbak sebanyak 40 kali.
Dia melakukannya sejak tahun baru 2019 dan terakhir pada tanggal 20 Februari 2019.
Bahkan ada pengakuan YG yang lebih miris lagi, yakni pernah menyetubuhi hewan.
"Sama mbak 40 kali, kalo dengan sapi sama kambing masing-masing sekali," katanya.
Atas perbuatan itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 81 ayat 3 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukuman ketiganya pun bisa ditambah sebab dilakukan oleh anggota keluarga sendiri dengan status kandung.
"Ancaman minimal lima tahun maksimal 15 tahun, ditambah sepertiga dari ancaman hukuman maksimal sebab dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan darah," terang Dona.
(*)