Buntut Defisit Rp 1,7 Triliun, Pemprov Lampung Akan Kurangi Tenaga Honorer
Pemprov Lampung berencana mengambil sejumlah langkah guna mengatasi defisit anggaran. Di antaranya dengan adanya pengurangan pegawai honorer.
Buntut Defisit Rp 1,7 Triliun, Pemprov Lampung Akan Kurangi Tenaga Honorer
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pemprov Lampung berencana mengambil sejumlah langkah guna mengatasi defisit anggaran.
Di antaranya dengan adanya pengurangan pegawai honorer.
Hal ini diungkapkan Plt Sekretaris Provinsi Lampung Taufik Hidayat.
Menurutnya, untuk mengantisipasi beban APBD 2019 terus bertambah, maka di APBD perubahan 2019 nanti akan ada rasionalisasi yang akan dilakukan.
“Seperti belanja-belanja di OPD itu akan dilihat kembali seperti apa, mana yang prioritas. Kemudian juga pengurangan pegawai honor mungkin akan kami lakukan juga. Karena memang harus ada rasionalisasi agar keuangan Pemprov Lampung kembali stabil,” tandas Taufik, Jumat, 21 Juni 2019.
Sayangnya, Taufik tidak menjelaskan secara rinci soal rencana pengurangan tenaga honorer ini.
Di Pemprov Lampung sendiri ada sekitar 3.000-an tenaga honorer.
Sebelumnya diberitakan bahwa Pemprov Lampung mengalami defisit anggaran sebesar Rp 1,7 triliun.
Namun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung meluruskan soal defisit yang dialami pemprov tersebut.
• Arinal Sebut Pemprov Lampung Defisit Rp 1,7 Triliun, Nunik: Kayak Mencet Balon
• Gubernur Nyatakan Defisit APBD Lampung Rp 1,7 Triliun, Legislator Partai Demokrat Sebut Hoaks!
"Dalam laporan realisasi anggaran (LRA) Pemprov Lampung TA 2018, realisasi pendapatan sebesar Rp 6,8 triliun. Sementara belanjanya Rp 7,3 triliun. Jadi melihat struktur itu, terjadi defisit Rp 500 miliar. Maka sebenarnya, Pemprov Lampung sudah tidak mungkin untuk membiayai belanjanya, karena anggarannya kurang,” jelas Plt Kepala BPK Perwakilan Provinsi Lampung Nugroho Heru Wibowo saat menggelar media workshop di kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung, Jumat, 21 Juni 2019.
Tetapi, lanjut Bowo, dalam LRA itu, masih ada penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Pemprov Lampung, terus Bowo, berusaha untuk menutupi agar tidak terjadi defisit, salah satunya adalah dengan cara berutang.
“Di tahun 2018 kemarin Pemprov Lampung mengajukan pinjaman ke PT SMI sebesar Rp 600 miliar dan disetujui. Sehingga, sudah tertutupi defisit yang sebesar Rp 500 miliar itu tadi. Selain pinjaman (Rp 600 miliar) ada tambahan penerimaan pembiayaan dari Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) TA 2017 sekitar Rp 50 miliar. Maka, Pemprov Lampung memiliki penerimaan pembiayaan sekitar 650 miliar,” jelas pria yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Sub-Auditorat Lampung II.
Meski demikian, jelas Bowo, di TA 2018 Pemprov Lampung juga memiliki pengeluaran pembiayaan yakni penyertaan modal ke badan usaha milik daerah (BUMD) yang ada di Lampung.
Setelah dilakukan perhitungan, papar Bowo, dari penerimaan pembiayaan sekitar Rp 650 miliar dikurangi dengan defisit Rp 500 miliar dan penyertaan modal tersebut, akhirnya keluar angka Silpa untuk TA 2018 sekitar Rp 93 miliar.
“Tetapi yang perlu dicatat, Silpa itu hanyalah angka di atas laporan. Kenyataannya, masih banyak kewajiban jangka pendek yang harusnya sudah diselesaikan oleh Pemprov Lampung di tahun 2018 kemarin tetapi tidak diselesaikan, salah satunya DBH (Dana Bagi Hasil),” jelas Bowo.
Kepala Sub-Auditorat Lampung I BPK Perwakilan Provinsi Lampung Myrto Handayani menambahkan, yang menjadi sorotan adalah kondisi Silpa sebesar Rp 93 miliar itu, tidak mencerminkan yang seharusnya.
“Memang benar Pemprov Lampung memiliki Silpa Rp 93 miliar. Tetapi, dalam kondisi itu mereka memiliki utang ke kabupaten/kota yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 700 miliaran,” kata Myrto.
• Sebut Defisit Anggaran Rp 1,7 T Hoaks, Legistator Demokrat Harusnya Gunakan Hak Interupsi
Sementara Taufik Hidayat menjelaskan, defisit sebesar Rp 1,7 triliun itu berasal dari beberapa pos.
Antara lain dari utang kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 600 miliar.
Kemudian dari utang dana bagi hasil (DBH) kepada pemkab/pemkot di Lampung Rp 750 miliar, serta target pendapatan dari pembebasan aset lahan Way Dadi, Sukarame, Bandar Lampung Rp 350 miliar.
“Apa yang disampaikan BPK itu betul, jika kondisi defisit yang terjadi di akhir TA 2018 sebesar Rp 500 miliar. Tetapi, apa yang disampaikan Pak Gubernur (Arinal) itu juga tidak salah. Tinggal definisinya saja, mau dilihat dari sudut mana,” kata Taufik.
Kendati demikian, Taufik memastikan, secara bertahap Pemprov Lampung akan menyelesaikan permasalahan keuangan tersebut secara bertahap sesuai dengan kebijakan Gubernur Lampung. (Tribunlampung.co.id/Noval Andriansyah)