Tribun Bandar Lampung
Kasus Penganiayaan Berujung Maut Sopir Bupati: Kerabat Bupati Beri Kesaksian soal Titipan Uang
Moulan Irwansyah Putra alias Bowok, mantan ajudan bupati Lampung Utara, kembali menjalani sidang kasus kematian Yogi Andhika.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Yoso Muliawan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Moulan Irwansyah Putra alias Bowok, mantan ajudan bupati Lampung Utara, kembali menjalani sidang sebagai terdakwa dalam kasus kematian Yogi Andhika di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Kamis (18/7/2019).
Yogi Andhika adalah sopir bupati Lampura Agung Ilmu Mangkunegara yang meninggal dunia setelah mengalami penganiayaan pada 2017.
Sidang lanjutan itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi. Jaksa penuntut umum menghadirkan tiga saksi, tetapi hanya dua orang yang hadir. Keduanya adalah Raden Syahril dan Benny.
Dalam kesaksiannya, Raden Syahril mengaku masih memiliki hubungan keluarga dengan Bupati Lampura Agung Ilmu Mangkunegara. Ia mengaku menitipkan uang kepada Yogi Andhika agar diantarkan kepada istri bupati.
"Jadi pada April 2017, saya titip uang Rp 25 juta kepada Yogi untuk ayuk (kakak) saya (istri bupati Lampura), untuk keperluan pengajian," kata Raden Syahril.
Raden Syahril mengaku menitipkan uang tersebut sekitar pukul 17.00 WIB. Namun, beber dia, setelah Yogi pergi menuju rumah dinas bupati, Yogi tak kunjung sampai.
"Tapi nggak sampai-sampai. Kemudian saya kontak, nggak ada jawaban. Kemudian saya telepon Purnomo untuk mencari Yogi. Sampai jam 11 malam (23.00 WIB), nggak ketemu. Selanjutnya, besoknya, saya diminta melapor ke Polres Lampung Utara," terang Raden Syahril.
Setelah melapor ke Polres Lampura, Raden Syahril mengaku tetap berupaya mencari Yogi. Di antaranya mencari ke rumah Yogi di Way Kandis, Bandar Lampung.
Namun, menurut dia, Yogi tidak ada di rumahnya. Raden Syahril pun membantah pernah membuat sayembara untuk menemukan Yogi.
Sementara Benny yang juga sopir bupati Lampung mengaku tidak tahu menahu soal kematian Yogi. Termasuk soal Yogi dianiaya oleh orang di rumah dinas bupati.
Ia mengaku hanya mengetahui dari media sosial Facebook bahwa Yogi meninggal karena dianiaya.
"Setahu saya, dari Facebook, Yogi meninggal karena dianiaya," kata Benny. "Soal dianiaya itu (oleh orang di rumah dinas bupati), saya nggak tahu," sambungnya.
Setelah mendengarkan kesaksian Raden Syahril dan Benny, Pastra Joseph Ziraluo selaku ketua majelis hakim menyebut saksi yang tidak bisa hadir adalah Purnomo.
"Dalam suratnya, Purnomo tidak bisa hadir karena ada tugas dinas yang tidak bisa ditinggalkan di Polres Lampung Utara," jelas Pastra. "Sidang ditunda hingga Kamis depan, 25 Juli 2019," imbuhnya.
Delapan Saksi
Dalam sidang sebelumnya, ada delapan saksi yang dihadirkan. Satu di antaranya Lilian Rosita, kakak kandung Yogi Andhika. Ia mengungkap sang adik pulang dalam kondisi memprihatinkan pada Mei 2017.
"Dia pulang berdarah, tidak berbentuk, darah semua. Itu jam setengah delapan pagi (07.30 WIB)," ungkap Lilian dalam kesaksiannya.
"Memang dia dari mana?" tanya hakim ketua Pastra.
"Dia datang dari Bypass (Jalan Soekarno-Hatta), naik ojek ke rumah. Awalnya pingsan," jawab Lilian.
"Jadi kondisinya masih hidup?" tanya Pastra lagi.
"Masih hidup. Sampai rumah muntah darah hitam. Keluarga kaget. Kami mau antar ke rumah sakit, tapi dia (Yogi) nggak mau. Katanya dia diancam, nggak boleh ke rumah sakit. Akhirnya kami bawa ke puskesmas, tapi sudah nggak mampu. Akhirnya mau ke rumah sakit setelah dibujuk," beber Lilian.
Ia menjelaskan Yogi awalnya dibawa ke RS Advent, tetapi ditolak karena harus ada visum. Yogi kemudian dibawa ke RS DKT, tetapi peralatan kurang. Yogi akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek.
"Waktu itu sempat tanya, kenapa bisa begitu?" tanya hakim ketua Pastra.
"Sempat. Kan dia sopir bupati Lampung Utara. Dia cerita dituduh curi uang. Dia diminta bawa uang untuk diberikan ke ibu (istri) bupati. Tapi kok katanya uang Rp 25 juta hilang," beber Lilian.
"Karena takut, dia (Yogi) ke rumah saudara. Terus rumah (rumah Yogi) didatangi, (Yogi) disuruh pulang, diomongi baik-baik. Yang datang itu polisi, TNI, banyak," ungkapnya lagi.
Singkat cerita, jelas Lilian, Yogi pulang ke rumah Arnold Darmawan. Di sana, Yogi diminta mandi. Kopi pun disediakan untuk Yogi.
"Begitu segar, tiba-tiba datang empat orang dari Lampung Utara. Saya tanya (kepada Yogi), katanya Andre Wibowo, anggota TNI; Purnomo; lalu Bowok (terdakwa Moulan Irwansyah Putra); satunya lagi Mr X, nggak kenal," beber Lilian.
Lilian menuturkan Yogi kemudian dipukuli. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam mobil di depan warung Bakso Sony, Jalan Wolter Monginsidi, Bandar Lampung, lalu dibawa ke arah Natar, Lampung Selatan.
"Di Natar, Andre bilang ini (Yogi) maling motor nih, siapa yang mau gebukin? Terus digebuki di dalam mobil," jelas Lilian.
Tak sampai di situ, lanjut Lilian, Yogi kemudian dibawa ke rumah dinas bupati Lampura.
"Sebelumnya ke mess sopir. Di situ dipukuli Cipto. Terus di belakang rumah dinas bupati, sudah nunggu semua," kata Lilian.
"Adik saya disiksa, dipukul pakai gagang pistol polisi, Purnomo. Lalu (Yogi) disuruh buat pernyataan harus mengaku ambil uang Rp 25 juta. Karena nggak kuat, akhirnya dia buat pernyataan itu, difoto, dan ditandatangani," terang Lilian merujuk yang diceritakan Yogi kepadanya.
Lilian melanjutkan Yogi kemudian bertemu Puan, sapaan Yogi kepada bupati Lampura.
"Saya bilang, apa yang dikatakan bupati? Katanya, saya tidak mempermasalahkan uang itu. Tapi saya nggak mau lihat kamu. Kamu pergilah dari Kotabumi ini. Kasihan ibu kamu yang sudah tua," beber Lilian.
Setelah itu, sambung Lilian, Yogi dibuang di Bypass, Jalan Soekarno-Hatta.
"Terus, pulang ke rumah sendirian," ujar Lilian.
Anggota majelis hakim Ismail Hidayat kemudian bertanya kepada saksi Arnold Darmawan.
"Bagaimana saksi bisa menemukan korban?"
"Dia yang telepon, Pak. Saya tahu dia dicari orang," jawab Arnold.
"Jadi. kamu menang sayembara?" tanya hakim Ismail.
"Saya nggak dapat, Pak. Saya tahu ada sayembara, tapi nggak ada tindak lanjut dari Purnomo. Saya yang hubungi pertama ke Purnomo," jelas Arnold.
Sementara terdakwa Moulan Irwansyah Putra alias Bowok keberatan dengan keterangan saksi. Ia mengaku hanya membawa mobil, tetapi tidak memukuli Yogi.
"Saya nyetir dari (warung) Bakso Sony ke rumah saya di Way Halim. Saya keberatan katanya ke Batalion (Natar) dan sampai ke rumdis (rumah dinas bupati Lampura). Dan, saya nggak merasa memukuli. Mungkin yang dimaksud Bowok itu Andre Wibowo," jelas Bowok. (Tribunlampung.co.id/Hanif Risa Mustafa)