Fenomena Bajakah Bisa Sembuhkan Kanker, Begini Penjelasan Pakar
Kepala Balitbang Kementerian Kesehatan Siswanto menjelaskan, bajakah dalam bahasa dayak mempunyai arti akar-akaran.
Fenomena Bajakah Bisa Sembuhkan Kanker, Begini Penjelasan Pakar
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Tanaman bernama bajakah menyita perhatian dunia karena diklaim dapat menyembuhkan kanker.
Bagaimana tanggapan para pakar terkait fenomena bajakah?
Bajakah dikenal berkat hasil penelitian tiga siswa SMA Negeri 2 Palangkaraya.
Ketiga siswa tersebut adalah Yazid, Anggina Rafitri, dan Aysa Aurealya Maharani.
Lantas hasil penelitian ketiganya didapuk sebagai juara dalam ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan, di bidang sains.
Di sisi lain, banyak yang mengambil keuntungan dari fenomena bajakah.
Dengan mudahnya, di berbagai platform sosial media dan televisi, ditemukan penjualan batang yang diklaim merupakan tanaman bajakah.
Harga yang ditawarkan pun beragam, tentunya dalam rentang ratusan ribu.
• Inilah Keistimewaan Kayu Bajakah, Tanaman asal Kalimantan yang Dapat Sembuhkan Kanker
• Sudah Diakui Dunia, Tumbuhan Penyembuh Kanker Ditemukan di Kalimantan, Lokasi Hutan Dirahasiakan
Berikut penjelasan para pakar terkait bajakah:
1. Bajakah Bukan Spesies Tanaman
Kepala Balitbang Kementerian Kesehatan Siswanto menjelaskan, bajakah dalam bahasa dayak mempunyai arti akar-akaran.
Sehingga, bajakah bukan nama spesies tanaman.
Siswanto menjelaskan, bajakah secara indigeneous digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan secara tradisional.
Tanaman bajakah sendiri ditemukan di hutan Kalimantan Tengah.
Bagian batang pohon ini yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit kanker, di mana batang dikeringkan, ditumbuk, dan direbus.
Siswa SMAN Palangkaraya memang telah melakukan penelitian dengan menguji coba di laboratorium.
Hasilnya, sejumlah zat seperti tannin, flavonoid, dan senyawa fitokimia terkandung pada tanaman bajakah.
2. Fase
Pengujian tanaman bajakah dengan media mencit atau tikus telah dilakukan.
Kendati demikian, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof Dr dr Aru Sudoyo menuturkan, klaim tanaman ini dapat menyembuhkan kanker harus dilakukan uji lanjut, bukan hanya uji coba terhadap tikus.
"Karena uji coba terhadap tikus dan manusia itu berbeda," kata Aru.
Dilansir dari situs resmi Cancer Researches UK, 13 Februari 2019 lalu, terdapat lima fase uji klinis obat untuk penyakit kanker pada manusia.
Fase 0
Uji coba dilakukan ke partisipan dalam skala kecil, sekitar 10-20 orang dengan berbagai tipe kanker.
Pada fase ini, calon obat diberikan dalam dosis rendah guna mengecek tingkat bahaya obat.
Fase 1
Jumlah sampel yang diberi perlakukan masih dalam skala kecil, tapi lebih banyak dibandingkan fase sebelumnya, yaitu 20-50 orang dengan banyak tipe kanker.
Fase ini bertujuan menemukan efek samping dan reaksi obat dalam tubuh.
Fase 2
Jumlah partisipan dalam skala sedang, dengan total puluhan orang hingga lebih dari 100 orang.
Uji klinis fase ini dilakukan untuk satu atau dua tipe kanker, terkadang bisa lebih.
Tujuan dari fase ini yaitu menemukan efek samping dan keefektifan terapi bekerja.
Fase 3
Fase ini melibatkan ratusan hingga ribuan orang, di mana hanya ada satu tipe kanker, atau bisa lebih.
Tujuannya, membandingkan terapi terbaru dengan terapi standar yang biasanya dilakukan.
Fase 4
Partisipan pada fase ini berukuran medium atau besar, dengan satu tipe kanker atau bisa lebih.
Fase empat mempunyai tujuan untuk manfaat jangka panjang dan efek samping dari terapi yang baru.
3. Tindak Lanjut
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Enny Sudarmonowati mengatakan, harus ada tindak lanjut pemerintah setempat terhadap tanaman bajakah ini.
Memastikan jumlah populasi tanaman ini di habitatnya menjadi salah satu hal penting yang harus segera dilakukan.
Hal itu dilakukan lantaran tidak diketahui secara persis jumlah populasinya.
Selain itu, melindungi tanaman yang masuk kategori langka dan melestarikan tanaman ini juga mesti mendapat perhatian.
4. Pengujian Lebih Lanjut
Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen MHum menyampaikan, penemuan obat kanker yang diteliti siswa SMA masih sangat memerlukan pembuktian dalam bidang kedokteran.
Menurut Tan, subjek uji coba haruslah homogen dan tak bersumber dari satu sampel percobaan saja atau edivence based.
Evidence based medicine (EBM) merupakan pendekatan medis yang didasarkan pada bukti ilmiah terkini guna kepentingan pelayanan kesehatan penderita.
EBM mengombinasikan kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti ilmiah yang dapat dipercaya.
EBM pun memerlukan beberapa tahapan proses, dimulai tahap percobaan pada hewan hingga praktik langsung guna melihat dampak uji coba jangka panjang.
Butuh proses panjang atau lama untuk memastikan secara benar manfaat tanaman ini terhadap pengobatan kanker manusia.
Meski begitu, Prof Dr dr Aru Sudoyo tak menampik khasiat dari tanaman ini dapat menyembuhkan kanker.
Yang perlu digarisbawahi adalah fase yang harus dilalui dan penelitian lanjut harus dilakukan.
Kepala Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu Akhmad Saikhu mengatakan hal yang sama, yakni perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait khasiat tanaman bajakah.
• Kemendikbud Akan Beri Penghargaan untuk 3 Siswa SMA Palangkaraya Penemu Obat Kanker
5. TTO
Wakil Direktur Indonesia Medical Education Research Institur (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Budi Wiweko SpOG (K) MPH menuturkan, melanjutkan penelitian awal yang telah dilakukan oleh siswa di Palangkaraya ini memerlukan perantara karena membutuhkan upaya dan dana yang besar.
Technology Transfer Office (TTO) Indonesia Innovation for Health (Innovate) melalui IMERI dapat menjadi salah satu perantara tersebut.
Tanpa uji klinis, suatu produk tak dapat diproduksi secara massal dan disebarkan ke masyarakat umum.
Sumber: Kompas.com (Ellyvon Pranita, Gloria Setyvani P, Retia Kartika Dewi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 5 Tanggapan Para Pakar atas Kontroversi Bajakah sebagai Obat Kanker