Cerita Kikan Namara dan Komunitas Musisi Mengaji: Ajak Anak Muda Belajar Agama dengan Ceria

Di sebuah area terbuka yang diterangi cahaya lampion, sembari memainkan piano dan dengan diiringi gitar, Kikan menyanyikan lagu Koes Plus.

Penulis: Resky Mertarega S | Editor: Yoso Muliawan
TRIBUN LAMPUNG/ANDI ASMADI
JELANG PENTAS - Kikan Namara berpose di halaman kantor Tribun Lampung, Jumat (23/8/2019) sore, sebelum menuju ke lokasi pentas Lampung Krakatau Festival 2019. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kikan Namara tak sedang menyanyikan lagu rock. Di sebuah area terbuka yang diterangi cahaya lampion, sembari memainkan piano dan diiringi gitar, dia menyanyikan lagu Koes Plus, "Andai Kau Datang Kembali".

Jangan salah, lagu itu dimaknai bukan tentang kisah asmara pasangan yang sedang berpisah. Melainkan tentang ajal yang kian dekat menjemput.

Jika ingin melihat Kikan dalam bentuk yang lain, yang benar-benar berbeda dari aksi panggungnya, datanglah ke pertemuan Komunitas Musisi Mengaji atau Komuji Chapter Jakarta. Setiap bulan, komunitas ini mengadakan pentas musik. Akan tetapi, kegiatan itu ternyata bukan sekadar bermusik. Itu adalah kajian agama.

Di situ ada ustaz yang membahas isu populer dengan cara penyajian yang tidak rumit. Ada musik dan lagu yang juga berbicara tentang kebaikan. Serta, tata panggung yang dibentuk dalam konsep yang sangat milenial. Peserta kajian juga kebanyakan anak muda: mereka yang baru lulus kuliah atau yang baru bekerja.

"Aku memang sedang merintis Komuji. Komunitas ini awalnya didirikan di Bandung oleh musisi di sana sekitar tujuh tahun lalu. Kemudian mereka mau buka chapter di Jakarta, lalu menawarkan ke saya. 'Kikan mau nggak'," cerita Kikan saat berkunjung ke kantor Tribun Lampung, Jumat (23/8/2019) sore.

Kikan yang mantan vokalis band Cokelat datang bersama manajer yang juga suaminya, Udzir Harris, dan tim lainnya. Ia menyempatkan menyambangi kantor Tribun Lampung sebelum tampil pada pentas Lampung Krakatau Festival di Lapangan Korem 043 Gatam, Saburai, Bandar Lampung, Jumat malam.

Kikan mulanya bercerita banyak tentang kegiatan bermusiknya. Pada penghujung pertemuan, ia mengungkap kegiatan lain yang mulai serius ia lakoni, yakni sebagai ketua Komuji Chapter Jakarta.

Kikan bercerita, ketika ditawari memimpin Komuji Jakarta, ia awalnya ragu.

"Aduh, bisa nggak saya memegang tanggung jawab ini di sela-sela kesibukan saya yang juga padat," begitu yang ia pikir.

Namun, setelah ikut kajian-kajian Komuji, Kikan akhirnya memutuskan untuk jalan terus.

"Oke deh, saya berani ambil ini," katanya dalam hati.

Namun, tentu saja Kikan lebih dulu bertanya kepada suaminya, apakah siap membantu.

"Sebab, bagaimanapun ujung-ujungnya dia juga yang akan banyak membantu saya," jelasnya sembari melirik Udzir.

Maka, Kikan pun mulai menjalankan aktivitas Komuji, yang saat ini masih mentas sekali sebulan. Pada salah satu penampilan komunitas ini, Kikan menyanyikan lagu "Andai Kau Datang Kembali" yang dulu dipopulerkan oleh band Koes Plus.

Di bawah temaram lampion, seratusan anak muda duduk di atas rumput menyimak cerita Kikan. Ia menuturkan kisah Tony Koeswoyo yang suatu ketika sedang sakit dan pada saat yang sama sedang mendalami agama. Saat itulah Tony Koeswoyo terinspirasi menulis lagu "Andai Kau Datang Kembali".

"Sejatinya, tema lagu ini adalah tentang mengingat kematian. Om Tony yang sedang berjuang melawan sakit, mungkin sedang membayangkan bagaimana ketika roh sudah meninggalkan jasad," ujar Kikan.

Kikan lalu menyanyikan sepenggal bait lagu. "Ketika aku jauh berjalan, dan kau kutinggalkan..."

Apa makna bait itu? "Itu maksudnya bagaimana ketika roh sudah meninggalkan jasad," katanya.

Kemudian, ada bait lagu, "Andaikan kau datang kembali...." Kata Kikan, itu dimaknai bagaimana rasanya ketika nanti malaikat kubur datang dan menanyakan hal-hal yang harus kita jawab.

Kikan lantas menyanyikan utuh lagu tersebut. Setelah sebelumnya diberi penjelasan bait demi bait lagu, maka mungkin penonton akan memaknai lagu tersebut dari perspektif yang berbeda. Bukan lagi tentang kisah asmara dua orang yang sedang terpisah.

Saat diskusi di kantor Tribun Lampung, Udzir Harris mengunkapkan mungkin ada orang yang berpikir Kikan hijrah setelah Kikan aktif di Komuji.

"Sebenarnya nggak. Kami hanya mencoba melakukan pendekatan bagaimana mengkaji agama secara fun, antara lain dengan bermusik," katanya.

Kikan pun menyadari, dengan aktif di Komuji, apalagi kemudian mengkaji agama dengan bermusik, akan ada kontroversi yang muncul.

"Kami menyadari itu dan sudah siap dengan risikonya," ujarnya.

Menurut Kikan, aktivitas di Komuji berawal dari keresahan beberapa orang yang ingin membuat suatu wadah, di mana anak muda bisa belajar agama yang fun. Terutama di perkotaan. Anak-anak SMA atau kuliah, jika mendengar kata kajian, sebagian sudah malas duluan.

"Nah, kami mengemas kajian-kajian ini diselingi dengan musik. Itu juga mengapa namanya Komunitas Musisi Mengaji," jelasnya.

Pesan Positif

Musik yang dihadirkan tidak sembarangan. Tidak asal-asalan. Artinya, musisi yang bisa tampil sudah melalui proses seleksi. Dan, syarat utamanya adalah pesan yang disampaikan lewat lagu harus positif.

Udzir menambahkan, dalam setiap pentas, ada dua ustaz yang memberikan kajian dari perspektif berbeda. Ustaz ini pun melalui proses seleksi, dengan syarat utama yang bersangkutan tidak membawa misi politik dan pandangan-pandangan ekstrem.

"Kita tampil dalam suasana piknik," timpal Kikan. "Ada lampion, kayak event yang keren," tambah Udzir.

Komuji sejatinya berawal dari Bandung. Menurut Eggie Fauzi, salah satu pendiri Komuji, komunitas ini resmi berdiri pada 2011. Komuji menghadirkan kajian yang bisa diakses oleh awam dan orang yang baru ingin belajar agama.

Forum diskusi agama dikemas dengan cara yang menghibur, mengolaborasikan kajian agama dan unsur hiburan.

“Gaya ngaji kami adalah gaya musisi,” kata mantan manajer Harapan Jaya itu, seperti dikutip dari situs AyoBandung.com.

Tak hanya musisi, seniman, dosen, praktisi, blogger, dan orang dari berbagai latar belakang bisa bergabung di komunitas ini. Lalu, Komuji berkembang ke beberapa kota besar di Indonesia, termasuk di Jakarta yang digawangi oleh Kikan.

Kikan sendiri sebelumnya dikenal sebagai vokalis band Cokelat yang terbentuk pada 1996. Bersama band ini, Kikan merilis tujuh album, yaitu “Untuk Bintang”, “Rasa Baru”, “Segitiga”, “Dari Hati”, “Panca Indera”, “Tak Pernah Padam” dan “Untukmu Indonesiaku”. Pada 2010, Kikan mengundurkan diri. Kini ia tampil dalam berbagai event dengan bendera "Kikan".

(Tribunlampung.co.id/Resky Mertarega Saputri)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved