Menteri Agama Berlatar Belakang Militer, Ketum Muhammadiyah Kirim Pesan Khusus

Menteri Agama Berlatar Belakang Militer, Ketum Muhammadiyah Kirim Pesan Khusus.

Editor: wakos reza gautama
Kompas.com/Kristianto Purnomo
Menteri Agama Fachrul Razi 

Haedar memberi contoh banyak aksi kekerasan di tanah air yang muncul bukan karena faktor agama. Karena itu, dia meminta penunjukan Fachrul Razi tidak diarahkan hanya ke problem radikalisme.

“Saya pikir, arahnya tidak ke situ, ya.

Dan tidak perlu diarahkan ke situ.

Karena pembinaan keagamaan dan perilaku beragama yang positif di Indonesia itu jauh lebih banyak, ketimbang yang negatifnya. Sebab kalau kaca matanya hitam putih itu nanti malah keliru,” kata Haedar.

Sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar memberi sejumlah pesan bagi Menteri Agama yang baru.

Menurutnya, meski berlatar belakang militer, posisi Fachrul Razi sebagai pejabat publik saat ini dibatasi oleh koridor yang berlaku. Setiap tindakan, kebijakan, dan langkahnya harus didasarkan pada sistem yang berlaku.

Haedar juga berpesar, menteri adalah milik semua pihak, dalam hal ini agama, ormas atau golongan yang selama ini dibina Kementerian Agama. Karena itulah, Haedar minta Fachrul berdiri di atas semua golongan.

“Agama institusi keagamaan itu harus menjadi kekuatan yang mencerdaskan, mendamaikan, memajukan, menyatukan agama, membawa nilai-nilai ruhani dan keadaban yang baik. Saya pikir semua agama begitu komitmennya. Tentu menteri agama punya komitmen kesitu,” tambah Haedar.

Peneliti radikalisme dan terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, melihat penunjukan ini dalam skala yang luas.

Dia menilai, Jokowi ingin ada perubahan di level pembuat kebijakan terkait upaya kontraradikalisme dan terorisme agar lebih efektif.

“Sebetulnya dalam konteks Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, di mana BNPT menjadi salah koordinator dalam konteks penanggulangan terorisme, maka sebetulnya, tidak bisa kerja penanggulangan radikalisme hanya dilakukan Kementerian Agama,” kata Syauqillah merujuk pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Pasalnya, hal itu berkaitan juga dengan kementerian-kementerian yang lain, tambah Syauqillah yang juga Ketua Program Studi Kajian Terorisme dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), Universitas Indonesia.

Syauqillah memberi contoh, dalam kaitan ini perlu diperhatikan pernyataan Menteri Pertahanan kabinet sebelumnya, yang menyatakan setidaknya ada 3 persen masyarakat terpapar radikalisme.

Pada sisi yang berbeda, keprihatinan tingginya radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi pekerjaan bagi Fachrul Razi dan Tjahjo Kumolo selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN/RB).

Koordinasi kementerian ini harus dilakukan di tingkat Kementerian Koordinator, yang kali ini dipimpin Muhadjir Effendy.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved