Stop Mom Shaming, Ini Dampak Negatif Bagi Ibu

Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati, S.Psi, M.Psi mengatakan, mom shaming sebenarnya bisa tentang apa saja.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Dini
Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati S.Psi, M.Psi - Stop Mom Shaming, Ini Dampak Negatif Bagi Ibu 

Laporan Reporter Tribun Lampung Jelita Dini Kinanti

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Setiap ibu pasti selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Namun apa yang diberikan itu terkadang diberikan komentar yang mempermalukan si ibu, yang disebut sebagai mom shaming.

Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati, S.Psi, M.Psi mengatakan, mom shaming sebenarnya bisa tentang apa saja, namun yang paling sering tentang cara pengasuhan ibu terhadap anaknya.

Meskipun ibu sudah memberikan pengasuhan yang positif dan terbaik untuk anaknya, tetap saja ibu itu bisa terkena mom shaming.

Jika mom shaming mempengaruhi si ibu, dampaknya si ibu bisa merasa bersalah dan ingin mengoreksi dirinya sendiri.

"Perasaan bersalah itu seperti aku sudah menyakiti anakku, aku tidak berikan yang terbaik untuk anakku, dan sebagainya. Padahal perasaan bersalah itu sebenarnya tidak perlu ada, karena komentar orang lain belum tentu benar," kata Octa.

Dampak lain dari mom shaming si ibu akan merasa tertekan, stres, dan marah.

Dampak itu bisa membuat ibu jadi memilih jalan pintas untuk menghilangkan mom shaming dengan cepat.

Seperti yang dilakukan seorang ibu yang berada di Jakarta.

Bulan Oktober lalu ibu itu menghebohkan masyarakat karena anaknya yang berumur 2,5 tahun digelonggongi air selama 20 menit, agar anaknya lebih cepat gemuk.

Tapi bukannya gemuk, anaknya justru tewas.

Si ibu ingin anaknya cepat gemuk karena mertuanya mengatakan, kalau anaknya kurus karena si ibu membedakan kasih sayang antara anak itu dengan saudara kembarnya.

Apa yang dikatakan mertuanya itu membuat si ibu menjadi stres.

"Ibu itu merupakan salah satu contoh nyata seorang ibu yang terkena dampak dari mom shaming yang bisa kita lihat. Sebenernya masih banyak ibu lain yang juga terkena dampak dari mom shaming," ujar Octa.

Menurut Octa, seorang ibu memang bisa saja dengan mudah terkena dampak mom shaming, karena dalam keseharian saja, seorang ibu sudah sering mengalami stres dari peran gandanya sebagai ibu dan istri.

Ada juga yang perannya ditambah sebagai pekerja.

Sumber mom shaming banyak.

Bisa dari suami, saudara, orangtua, tetangga, dan sebagainya.

Bahkan mom shaming juga bisa muncul dari media sosial, karena di media sosial semua orang bebas berkomentar dan mengkritik apapun, tanpa terikat ruang, tempat, dan waktu.

Apalagi jika membuka diri dengan mengunggah foto, komentar dan kritik semakin banyak bermunculan. Komentar dan kritik itu sering ditujukan terhadap orang dikenal maupun tidak dikenal.

Mirisnya komentar dan kritik itu sering ada yang negatif.

Sharing dengan Suami

Bagi ibu yang terkena dampak mom shaming, sebaiknya sharing dengan suami yang merupakan orang terdekat, atau dengan orang yang ada orang yang ada disekitarnya.

Jika dengan sharing tidak bisa membuat dampak mom sharing hilang, bisa datang ke ahlinya, seperti psikolog.

Menurut Octa, orang yang sering melakukan mom shaming adalah orang yang tidak memiliki kontrol pribadi yang baik, dan tidak memiliki emosi yang matang.

Orang seperti ini harus belajar mengontrol diri dan membiasakan bicara yang positif.

Kalau ingin komentar dan kritik boleh saja. Tapi harus yang positif.

Misal melihat ada ibu yang memberikan pengasuhan yang tidak tepat ke anaknya, lakukan pendekatan dan berikan masukan yang positif.

"Komentar dan kritik positif, juga bicara yang baik, menurut saya harus diterapkan dalam segala hal. Jangan mudah memberikan komentar dan kritik yang negatif," ujar Octa. (Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved