Dalami Aliran Dana Hong Arta, KPK Periksa Nunik 8 Jam, Keluar Gedung KPK Wagub Lampung Diam

Nunik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred selaku Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group).

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim sehabis diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus suap proyek di Kementerian PUPR tahun 2016, Selasa (26/11/2019). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim atau akrab disapa Nunik selama 8 jam, Selasa (26/11/2019).

Nunik masuk gedung KPK pukul 09.45 WIB dan baru keluar 17.57 WIB.

Nunik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred selaku Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) dalam kasus suap proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016.

Saat keluar dari gedung Merah Putih KPK pukul 17.57 WIB, Nunik memilih diam seribu bahasa.

Nunik tidak berkomentar sama sekali meski ditanya awak media terkait pemeriksaannya hari itu.

Nunik sendiri diperiksa tanpa pengawalan ajudan.

Lagi, Wagub Lampung Nunik Bungkam Usai 8 Jam Diperiksa KPK, Hanya Berikan Ini ke Awak Media

Nunik tetap bersikukuh untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan awak media.

Sesekali Nunik melempar senyum.

Mengenakan pakaian berwarna krem dengan kerudung dan celana abu-abu, Nunik terus berjalan menuju halaman kantor KPK.

Awak media yang penasaran terus mengikuti Nunik.

Nunik pun mempercepat langkahnya agar bisa segera masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya.

Sedan Toyota Camry berpelat nomor B 888 MAE sudah menunggu Nunik di dekat Royal Kuningan Hotel.

Seorang wanita berkerudung keluar dari pintu depan, membukakan pintu untuk Nunik. Begitu pintu mobil terbuka, Nunik langsung melesat masuk.

Sorot kamera awak jurnalis tetap tertuju kepada Nunik.

Sampai pintu mobil ditutup, Nunik tetap tutup mulut. Mobil pun meninggalkan Jalan Kuningan Persada.

Suap PUPR

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, penyidik menelisik pengetahuan Nunik soal aliran dana suap Hong Arta.

"Didalami pengetahuannya tentang aliran dana terkait proyek di Kementerian PUPR dalam perkara ini," kata Febri kepada wartawan, Selasa (26/11/2019).

Hong Arta telah ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu.

Ia merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut.

Ia memberikan suap kepada Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp 10,6 miliar dan juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp 1 miliar.

Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp 2,6 miliar, Rp 15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.

Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.

Tersangka lain yang juga sudah divonis yakni Musa Zainudin. Musa merupakan mantan Ketua DPW PKB Lampung sekaligus mantan anggota DPR RI asal Lampung.

Musa dihukum 9 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 7 miliar dari pengusaha untuk memuluskan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara Tahun Anggaran 2016.

Dia mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC) kepada KPK pada Juli 2019. Dalam suratnya, Musa membeberkan aliran dana Rp 6 miliar kepada petinggi partai bintang 9 tersebut.

Panggilan Kedua

Kehadiran Nunik Selasa kemarin memenuhi panggilan kedua KPK. Sebelumnya pada Rabu (20/11) lalu, Nunik telah dipanggil KPK. Namun ia tidak hadir. KPK lalu melayangkan panggilan kedua.

Atas ketidakhadiran Nunik itu, KPK sempat memberikan ultimatum agar Nunik menghadiri panggilan pemeriksaan terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR untuk tersangka Hong Artha.

"Kami ingatkan agar saksi memenuhi panggilan penyidik sebagai kewajiban hukum, dan memberikan keterangan secara benar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Pada panggilan pertama, Nunik mangkir dengan alasan belum menerima surat panggilan dari penyidik lembaga antirasuah. KPK pun menjadwalkan ulang pemeriksaan Nunik.

"Selasa 26 November 2019 akan dijadwalkan ulang pemeriksaan untuk Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim sebagai saksi untuk HA dalam kasus suap terkait proyek di Kementerian PUPR," ujar Febri.

Dalam kasus suap proyek di Kementerian PUPR ini, KPK telah memanggil sejumlah politikus PKB lainnya, seperti Muhaimin Iskandar (ketua umum) dan Abdul Ghofur (Wakil Ketua Dewan Syuro PKB). Namun, keduanya tak hadir dalam panggilan pertama.

KPK tengah menyiapkan pemanggilan kedua untuk pemeriksaan Muhaimin dan Ghofur. Pada Rabu lalu, 20 November 2019, KPK memeriksa dua anggota DPRD Lampung, Hidir Ibrahim dan Chaidir Bujung.

Empat Kali

Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik tercatat sudah empat kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun selama ini panggilan yang dilayangkan terkait kasus suap yang menimpa mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa.

Nunik tercatat sudah tiga kali dipanggil KPK untuk menjadi saksi para tersangka kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah tahun anggaran 2018.

Panggilan yang keempat kemarin baru terkait suap di Kementerian PUPR.

Selama tiga kali dipanggil terkait perkara yang menimpa Mustafa dan rekan-rekannya itu, Nunik dicecar soal aliran dana untuk tersangka Mustafa.

Dalam sidang yang digelar pada 7 Oktober 2019, Mustafa sempat mengatakan jika ia menyetor uang Rp 18 miliar ke PKB untuk membeli perahu saat pencalonan dirinya pada Pemilihan Gubernur Lampung 2018.

Namun uang tersebut sudah dikembalikan sebesar Rp 14 miliar dan Rp 4 miliar belum dikembalikan.

Mustafa sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2018.

Wagub Lampung Nunik Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap di Pemkab Lamteng

Ia diduga menerima "bayaran" dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan nominal berkisar sebesar 10-20 persen dari nilai proyek.

Sementara total keseluruhan uang yang diterima Mustafa mencapai sebesar Rp 95 miliar.

Mustafa telah divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan pidana 3 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan atas perkara memberikan atau menerima hadiah atau janji kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah terkait persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Lampung Tengah 2018.(tim tribun)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved