Sosok Gus Dur yang Sering Bantu Cuci Piring

Gus Dur tak segan mengerjakan pekerjaan rumah tangga di sela waktunya sebagai kepala keluarga.

Editor: wakos reza gautama
kompas.com
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. (kanan) Lukisan Gus Dur saat mengenakan busana Cheongsam. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur selama ini dikenal sebagai sosok sederhana.

Sebagai seorang tokoh, kehidupan Gus Dur di keluarga juga dikenal sebagai pribadi yang hangat.

Gus Dur tak segan mengerjakan pekerjaan rumah tangga di sela waktunya sebagai kepala keluarga.

Ini diungkapkan Yenny Wahid, putri kedua mendiang Gus Dur, saat acara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang bertajuk "Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju" di Hotel Ritz Carlton, SCBD, Jakarta, Minggu (22/12/2019).

Yenny Wahid mengatakan bahwa orangtua harus memberi contoh bagi anak-anaknya untuk menerapkan prinsip kesetaraan gender.

Ia mengungkapkan, keluarganya menerapkan prinsip bahwa laki-laki dan perempuan harus berbagi peran dalam kehidupan rumah tangga.  

Yenny pun menceritakan soal peran sang ayah mencuci piring hingga menyiapkan bahan jualan.

"Waktu saya bayi, kalau saya mandi, yang mengangkat bayi dari boks diberikan ke ibu saya itu Gus Dur, bapak saya. Dari kecil kami sangat terbiasa melihat Gus Dur bantuin cuci piring, bantuin ibu saya bungkusin kacang besoknya mau dijual ke warung," tutur Yenny.

Melihat Bunga Jatuh, Ramalan Gus Dur tentang Kejatuhan Presiden BJ Habibie Terbukti

Menurut dia, hanya terdapat empat perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Keempatnya yaitu, perempuan dapat menstruasi, mengandung, melahirkan anak, dan menyusui.

Yenny mengatakan bahwa keempat hal tersebut merupakan kodrat perempuan yang tidak dapat dilakukan laki-laki.

"Memang ada konstruksi sosial, budaya, agama, tapi sudah jelas bahwa kalau ini datang dari yang di atas, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan hanya empat itu saja," kata Yenny.

Untuk menerapkannya, Yenny menekankan pada pentingnya komunikasi pasangan.

Tidak masalah, katanya, apabila seorang perempuan bekerja.

Ketika seorang laki-laki melakukan pekerjaan rumah seperti mengepel juga tidak masalah.

Ia menambahkan, tidak masalah pula bila perempuan ingin menjadi ibu rumah tangga asal berdasarkan kesepakatan bersama.

"Kalau kemudian memang ibunya yang harus bekerja di luar rumah, selama itu menjadi kesepakatan, itu nggak masalah. Tetapi juga tidak masalah ketika ibu memutuskan full time menjadi ibu rumah tangga ketika itu berdasarkan kesepakatan," ucap Yenny.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenangan Yenny Wahid soal Gus Dur yang Sering Bantu Cuci Piring..." 

Gus Dur Konflik dengan Megawati

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggal 30 Desember 2009 lalu.

Ayah dari Yenny Wahid meninggal akibat penyakit komplikasi yang dideritanya: ginjal, diabetes, stroke, dan jantung.

Gus Dur meninggal di usia 69 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo, Jakarta.

Semasa hidup, Gus Dur rupanya kerap bertengkar dengan Megawati.

Ini terjadi saat keduanya menjabat presiden dan wakil presiden.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (13/7/2017), Megawati menyampaikan bahwa saat "berantem", ia enggan bertemu dengan Gus Dur.

Namun, pertengkaran tak berlangsung lama.

Biasanya, Gus Dur yang selalu berinisiatif untuk mengajak damai.

"Saya tahu pasti nanti pasti saya menang," kata Megawati dalam acara Halaqah Nasional Ulama se-Indonesia di Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Jika sedang berantem, Gus Dur kerap menyambangi kediaman Megawati, namun tak memberi kabar.

Setelah sampai di depan rumah Megawati, Gus Dur baru memberi kabar.

Megawati pun tidak bisa menolak kedatangan Gus Dur.

"Nanti telepon, 'Mbak, lagi opo?' 'Di rumah, Mas'. 'Bikinkan saya nasi goreng ya saya sudah di depan pintu rumah'. Kalau baikan begitu. Lah saya terpaksa toh bikin nasi goreng," ucap Megawati disambut tawa para ulama yang hadir.

Dilansir kompas.com, pria yang lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil ini merupakan cucu dari pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asyari, dan putra dari Menteri Agama di era Presiden Soekarno, Wahid Hasyim.

Gus Dur pun mewariskan ajaran kakek dan ayahnya, bahkan menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama pada 1984.

Selama memimpin NU, Gus Dur menghadirkan ajaran Islam yang moderat dan mendukung Pancasila.

Pemikiran itu tentu disukai pemerintahan Presiden Soeharto, apalagi saat itu muncul gerakan penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.

Namun di sisi lain, Gus Dur juga kerap menyuarakan demokrasi dan melakukan kritik terhadap Soeharto.

Kritik terhadap Soeharto itu yang membuat Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang ikut andil dalam gerakan reformasi pada 1998.

Setelah Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998, Gus Dur menjadi salah satu tokoh yang mengawal transisi dari Orde Baru ke era reformasi, bersama tokoh lain seperti Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri.

Di era reformasi, Gus Dur kemudian membentuk Partai Kebangkitan Bangsa yang kelak mengantarnya terpilih menjadi presiden pada 1999.

Terpilihnya Gus Dur juga tidak lepas dari peran Amien Rais yang membentuk Poros Tengah.

Pada pemilihan di Sidang Umum MPR, Gus Dur menjadi presiden dengan mengalahkan Megawati Soekarnoputri.

Selama menjadi presiden, Gus Dur berusaha menjaga stabilitas keamanan di Indonesia pasca-jatuhnya Orde Baru.

Saat itu, sejumlah konflik horizontal terjadi, antara lain di Maluku dan Sampit.

Gus Dur juga melakukan sejumlah perubahan kultural di Indonesia, salah satunya dengan menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional.

Namun, langkah politik Gus Dur sebagai presiden dinilai kontroversial.

Dia diketahui melakukan sejumlah pergantian menteri secara mendadak dan oleh sebagian kalangan dianggap tanpa alasan jelas.

Hubungan dengan legislatif pun dinilai tidak baik, terutama saat Gus Dur menyebut anggota DPR seperti anak TK.

Kondisi pemerintahan Gus Dur semakin memburuk, terutama setelah munculnya skandal Buloggate dan Bruneigate.

Kasus itu kemudian bergulir di DPR dengan pembentukan panitia khusus.

Gus Dur tidak pernah diputuskan bersalah oleh pengadilan dalam kasus Buloggate atau Bruneigate.

Namun, kasus itu selama ini dianggap menjadi pintu masuk untuk pemakzulannya.

Hingga kemudian, jabatan Gus Dur sebagai presiden dicopot dalam Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.

Gus Dur digantikan oleh Megawati, yang sebelumnya menjabat wapres.

Tokoh toleran Terlepas dari sosoknya yang kontroversial, Gus Dur dinilai banyak orang telah mewariskan semangat persatuan dalam keragaman.

Selama ini Gus Dur memang dikenal sebagai tokoh yang mengedepankan toleransi dan kerukunan antarumat beragama.

Pemikiran Gus Dur tentang toleransi pun semakin dirindukan, terutama dalam kondisi maraknya penyebaran ujaran kebencian berlandaskan perbedaan, seperti saat ini.

Hal ini pun diakui Presiden Joko Widodo.

Jokowi mengenang Gus Dur sebagai tokoh yang mengingatkan bawa Indonesia merupakan milik bersama, bukan milik golongan atau perseorangan.

"Saya percaya, Gus Dur pasti gemes, geregetan, kalau melihat ada kelompok yang meremehkan konstitusi, mengabaikan kemajemukan, memaksakan kehendak, melakukan kekerasan, radikalisme dan terorisme," kata Jokowi saat memberikan sambutan di Haul Gus Dur ke-7 di Jakarta, Jumat (23/12/2016).

(Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved