7 Cara Sadis ISIS Eksekusi Tawanan, Tenggelamkan di Kolam hingga Dipenggal
Terlepas dari pro kontra wacana pemulangan WNI eks ISIS, berikut ini cara sadis ISIS mengeksekusi tawanan.
Penulis: taryono | Editor: taryono
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Wacana pemulangan 600 WNI eks ISIS ke Indonesia menuai pro dan kotra.
Sejumlah tokoh menganggap jika pemerintah secara konstitusional memiliki kewajiban untuk memulangkannya.
Namun tak sedikit pula pihak yang menolak wacana tersebut.
Alasannya mereka khawatir jika pemulangan itu akan mengancam keamanan negara.
Bahkan, Presiden Jokowi secara pribadi menyatakan sikapnya yaitu tidak setuju dengan wacana pemulangan para mantan kombatan ISIS itu.
• Tolak Pemulangan WNI Eks ISIS, Ketum PBNU: Mereka Pembunuh, Ngapain Diramahin?
• Berisiko, Begitu Kata Mantan Ekstrimis yang Ogah WNI Eks ISIS Mudik ke Tanah Air
• Yunarto Wijaya Kritik Jokowi Soal Pemulangan Eks ISIS: Bapak Bukan Lagi Jokowi si Tukang Mebel
• Bisa Jadi Virus Penyebar Paham Radikal, Jokowi Tak Setuju Pulangkan Eks ISIS
Kendati demikian, Jokowi menyebut bahwa pemerintah saat ini masih menimbang soal wacana tersebut.
Terlepas dari pro kontra wacana pemulangan WNI eks ISIS, berikut ini cara sadis ISIS mengeksekusi tawanan.
1. Tenggelamkan tawanan di kolam hingga tewas
2. Lempar pria gay dari atas gedung tinggi
3. Eksekusi warga pakai balok beton
4. Salib dua bocah sebab tidak puasa
5. Bakar pilot Yordania hidup-hidup
6. Taruh bom di kepala tawanan lalu lepar dari ketinggian
7. Penggal kepala tawanan
Melansir pemberitaan Kompas.com, 21 Agustus 2019, 5 bulan usai terusir dari benteng terakhirnya di wilayah Timur Tengah setelah dipukul mundur pasukan Suriah dan koalisi AS, kelompok teroris ISIS diyakini telah mulai kembali menggalang kekuatan.
Menurut para intelijen Amerika Serikat, anggota ISIS telah melancarkan serangan gerilya di seluruh Iran dan Suriah sembari merekrut anggota baru di kamp-kamp pengungsian yang dikelola negara sekutu.
Sel-sel tidur kelompok teroris itu juga disebut telah menjalankan serangan penembak jitu, penculikan, hingga pembunuhan terhadap pasukan keamanan dan para pemimpin politik dalam beberapa bulan terakhir.
Diduga ISIS saat ini masih memiliki sekitar 18.000 tentara dan telah menyelundupkan dana perang hingga sebesar 400 juta dollar AS (sekitar Rp 5,7 triliun) ke negara-negara tetangga untuk membantu biaya perang melawan Barat.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengakui bahwa kelompok ISIS masih memiliki kekuatan di sejumlah wilayah, namun menyebut kapasitas kelompok teroris itu untuk melakukan serangan telah jauh berkurang.
"Ini hal yang rumit. Pasti ada tempat-tempat di mana ISIS lebih kuat saat ini daripada tiga atau empat tahun lalu," ujar Pompeo dalam wawancara dengan CBS.
"Akan tetapi kekhalifahan yang diproklamirkan kelompok itu telah hilang dan kini menjadi lebih sulit untuk melancarkan serangan," tambah Pompeo ketika ditanya mengenai laporan New York Times yang menyatakan ISIS memperoleh kekuatan baru di Irak dan Suriah.
Pompeo mengatakan, rencana mengalahkan kelompok ISIS di wilayah itu, yang dilakukan bersama dengan 80 negara lain telah berjalan sukses.
Presiden AS Donald Trump pada Desember tahun lalu juga menegaskan pasukan AS berhasil menjalankan misi mengalahkan ISIS di Suriah, sehingga keberadaan mereka di negara itu sudah tidak diperlukan.
Akan tetapi Pompeo memperingatkan bahwa selalu ada risiko kebangkitan kelompok teroris Islam radikal, termasuk Al Qaeda dan ISIS.
Sementara itu, utusan China untuk Suriah, Xie Xiaoyan, mengatakan bahwa "organisasi teroris" termasuk kelompok ISIS telah dihidupkan kembali di Suriah, dan mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengabaikan tanda-tanda peringatan dini.
"Sekarang ada bahaya organisasi teroris seperti ISIS dihidupkan kembali," kata Xie usai bertemu dengan Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir O Pedersen di Jenewa, Selasa (20/8/2019).
"Komunitas internasional harus memperhatikannya," tambahnya, menyerukan kepada pemerintah Damaskus dan oposisi untuk mengakhiri perang saudara.
ISIS mengumumkan kekhalifahan di Suriah dan Irak pada 2014, sempat menguasai sebagain besar wilayah di kedua negara itu, namun kini telah dapat direbut kembali oleh pasukan pemerintah dan koalisi.
Terakhir kali ISIS mengklaim serangan di sebuah pesta pernikahan di Kabul, ibu kota Afghanistan pada Sabtu (17/8/2019) lalu, yang menewaskan setidaknya 63 orang dan melukai 180 orang lainnya.
Dalam pernyataan yang dirilis melalui aplikasi pengirim pesan, Telegram, ISIS mengklaim bertanggung jawab dengan mengatakan pembom bunuh diri mampu menyusup ke resepsi dan meledakkan diri di tengah kerumunan "orang kafir". ( Tribunlampung.co.id)