Mobil Bekas
Risiko Pakai Ban Vulkanisir, Begini Cara Bedakan Ban Bekas dan Ban Vulkanisir
Kepala Mekanik Dharma Sentosa Ban, Eko Darmono, menjelaskan, ada sejumlah cara mudah guna membedakan ban bekas dan ban vulkanisir.
Penulis: Tama Yudha Wiguna | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Ban adalah salah satu bagian terpenting pada sebuah mobil.
Bagi Anda yang berkantong pas-pasan, ban bekas menjadi pilihan yang cukup masuk akal.
Jika beruntung, kita bisa mendapatkan ban mobil bekas dalam kondisi yang masih baik.
Namun, jangan sampai salah pilih.
• Beda Ban Vulkanisir dan Suntikan, Kenali Pula Ciri Ban Mobil yang Sudah Waktunya Diganti
• Begini Cara Perawatan Wiper yang Benar
• Tips Berkendara Hemat BBM, Apa Fungsi Eco Mode?
• VIDEO Daftar Harga Mobil Bekas Nissan Grand Livina di Lampung, Termurah Rp 60 Juta
Karena di luar sana banyak pedagang yang menjual ban vulkanisir.
Berikut tips atau cara membedakan ban bekas dan ban vulkanisir.
Kepala Mekanik Dharma Sentosa Ban, Eko Darmono, menjelaskan, ada sejumlah cara mudah guna membedakan ban bekas dan ban vulkanisir.
Pertama dengan cara memperhatian pola ukiran pada permukaan ban.
"Kalau mobil kecil (penumpang), vulkanisirnya dibatik ulang atau disayat. Itu untuk diukir ulang. Jadi seolah-olah ban ada kembangan. Tapi sebenarnya itu diukir. Yang diambil bagian permukaan dalam ban," ungkap Eko kepada Tribunlampung.co.id, Kamis (20/2/2020).

"Tentunya sayatan itu tidak akan rapi dan tidak sesuai dengan pola ukiran dari pabrikan," tambahnya.
Langkah kedua, lanjut Eko, dengan cara menekan ban guna mengetahui tekstur karet pada tapak atau permukaan ban tersebut.
"Kalau udah diukir atau disayat, umumnya ban jadi lebih lembek dan terasa tipis dibanding dengan yang belum diukir sama sekali," imbuh Eko.
Selain itu, ban hasil sayatan atau ukiran akan terlihat rajutan kawat dan benang dari bagian dalam tapak ban.
Ban vulkanisir memiliki tingkat perbedaan dari penampakan jenis karet antara dinding dengan permukaan atau tapak ban.
"Ban vulkanisir itu kan hasil tempelan dari dua jenis ban yang berbeda untuk menghasilkan permukaan kembang ban seperti baru. Kalau sekilas pasti sama. Tapi coba perhatikan baik-baik, tentu akan berbeda," papar Eko.
Oleh karenanya, menggunakan ban ukiran ataupun ban vulkanisir sangat tidak dianjurkan.
Lantaran ban vulkanisir memiliki masa pakai yang tergolong singkat dan sangat berisiko.
"Makanya kadang ban sayatan baru satu atau dua bulan ban sudah rusak dan benjol. Itu kan hanya untuk pemanis saat dijual. Kalau vulkanisir gak jarang ban malah bisa copot. Sebab, lem untuk menempelkan permukaan tidak kuat," tutur Eko.
"Parah-parahnya bisa menyebabkan kecelakaan. Apalagi saat bawa mobil kencang. Itu kan bisa membahayakan nyawa sendiri dan orang lain," timpalnya.
Eko pun tidak menganjurkan pemakaian ban vulkanisir.
Menurut dia, lebih baik membeli ban bekas yang kondisinya masih baik.
"Biasanya kalau harga baru Rp 500 ribu per biji, maka selisih harga ban bekas bisa setengah harga. Artinya, sampai Rp 250 ribu. Masalahnya, kadang harga ban vulkanisir atau ukir bisa sama dengan ban bekas. Jadi pembeli harus pinter-pintar memilih," papar Eko.
"Walau begitu, tetap lebih bagus menggunakan ban bekas dengan tingkat persenan yang masih bagus atau layak pakai. Sebab baik ban vulkanisir ataupun ban ukiran adalah hasil ban rekondisi," tandasnya (tribunlampung.co.id/tama yudha wiguna)