Politik Lampung
Mantan Komisioner KPU Lampung Esti Nur Fathonah Layangkan Surat Keberatan ke DKPP
Mantan Komisioner KPU Provinsi Lampung Esti Nur Fathonah melayangkan surat keberatan pemecatan dirinya ke DKPP RI
Penulis: kiki adipratama | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Mantan Komisioner KPU Provinsi Lampung Esti Nur Fathonah melayangkan surat keberatan pemecatan dirinya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Surat keberatan itu tertulis dengan Nomor 29/LBH-LBHSI/LPG/III/2020 yang juga ditembuskan ke KPU RI, Bawaslu RI dan Ombudsman RI.
Esti melayangkan surat keberatan itu didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Syariah Indonesia di Kalianda Lampung Selatan.
“Kemarin tanggal 10 Maret saya datang langsung ke Jakarta untuk memberikan langsung surat keberatan saya, sudah saya tembuskan juga ke KPU dan Bawaslu Lampung, nanti ke Ombudsman menyusul,” ungkap Esti kepada Tribunlampung.co.id, Senin (16/3/2020).
Esti menyatakan, pihaknya dan LBH Syariah Indonesia tengah berkomunikasi dengan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) untuk kelanjutan kasusnya secara hukum.
• KPU RI Verifikasi Calon Pengganti Esti Nur Fathonah
• 5 Balon yang Dapat Rekomendasi NasDem Siap Bertarung dan Memenangkan Pilkada Serentak 2020
• Ampian-Rudy Klaim Amankan Rekomendasi 3 Parpol di Pilkada Metro 2020
• NasDem Pastikan Usung Incumbent di Pilkada Pesisir Barat 2020
Esti berencana menggugat putusan DKPP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Iya kita lagi komunikasi dengan APSI untuk melihat ini (kasus) secara hukum," kata dia.
Diketahui, Esti diputuskan bersalah oleh DKPP dalam kasus dugaan suap rekrutmen anggota KPU kota/kabupaten di Lampung.
Esti tidak menerima putusan tersebut dan melayangkan surat keberatan ke DKPP, KPU RI, Bawaslu RI, dan Ombudsman RI.
Ia mengaku langkah hukum yang dia ambil bukan untuk mengejar jabatan semata.
Namun, langkan ini merupakan jalan yanh ditempuhnya untuk mencari keadilan.
“Saya tidak menerima uang sepeserpun dari siapa pun dan untuk apa pun, saya hanya bertemu dan meminjamkan kamar untuk tempat solat, tidak lebih,” jelasnya.
KPU Lampung Serahkan Kasus Esti ke Proses Hukum
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung langsung mengambil alih tugas-tugas Esti Nur Fathonah pasca diberhentikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sejak Rabu (12/2).
KPU Lampung juga menyatakan menyerahkan kepada hukum terkait informasi keterlibatan sejumlah pihak dalam rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung.
Hal tersebut disampaikan Ketua KPU Lampung Erwan Bustami dalam konferensi pers di kantor KPU Lampung, Kamis (13/2).
Konferensi pers dihadiri 6 anggota KPU yang tersisa, minus Esti.
Diketahui, DKPP menyatakan Esti telah melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.
Kasus Esti berawal dari pengaduan LBH terkait adanya dugaan jual beli kursi calon anggota KPU Kabupaten Tulangbawang.
Esti bertemu dengan suami calon anggota KPU kabupaten (Gentur) bersama perantara lain yakni Lilis Pujiati di sebuah hotel di Bandar Lampung.
Gentur juga menyerahkan uang Rp 100 juta kepada Lilis pada hari yang lain agar sang istri lolos jadi anggota KPU Kabupaten Tulangbawang.
Menurut Erwan Bustami, sejak amar putusan dibacakan oleh majelis dalam sidang DKPP, Esti telah resmi berhenti menjadi komisioner KPU Lampung.
Untuk tugas-tugas yang dikerjakan Esti di Divisi Perencanaan dan Logistik akan digantikan sementara oleh wakilnya yakni Erwan Bustami sendiri.
Sementara tugas Esti sebagai Koordinator Wilayah Anggota KPU Provinsi Lampung, digantikan sementara oleh wakilnya, Antonius.
"Pasca putusan DKPP itu, kewenangan Esti sudah dialihkan," bebernya.
Terkait pengganti Esti, pihaknya masih menunggu arahan dari KPU RI.
Sebab, kewenangan untuk menetapkan Pengganti Antar Waktu (PAW) ada di KPU RI.
Termasuk terkait rencana DKPP untuk mengembangkan kasus jual beli kursi ini pada Kabupaten Mesuji dan Tanggamus, pihaknya juga masih menunggu arahan KPU RI.
"Nanti pasti KPU RI akan mengambil langkah," sebutnya.
KPU Lampung juga menyatakan menyerahkan semua kepada hukum terkait informasi adanya keterlibatan oknum jaringan rekrutmen komisioner KPU.
Namun Erwan meyakinkan bahwa selama proses rekrutmen Komisioner KPU, KPU Provinsi Lampung telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan tetap menjaga integritas.
"Itu (keterlibatan oknum) jelas kita sudah rapatkan dalam pleno. Kita serahkan semua kepada hukum. Tapi yakinlah kami melaksanakan tugas dengan baik dan menjaga integritas begitupun dengan proses rekrutmen," tandasnya.
Erwan berharap, pasca putusan DKPP ini, masyarakat Lampung dapat memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada KPU Lampung untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Dicopot dari Komisoner KPU Lampung, Esti: Ini Konspirasi, Saya Dijebak
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi mencopot Esti Nur Fathonah sebagai komisioner KPU Lampung, Rabu (12/2/2020).
Esti dinyatakan melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.
Esti sendiri bersikeras menyatakan tidak bersalah.
Bahkan ia mengaku telah dijebak.
"Saya merasa tidak bersalah. Bukti-bukti tidak ada yang menunjukkan saya jual beli kursi dan jelas ini konspirasi untuk menjebak saya," ujarnya via WhatsApp, Rabu (12/2/2020).
Pemberhentian Esti sebagai anggota KPU Lampung diputuskan dalam sidang kode etik penyelenggara pemilu dengan agenda pembacaan putusan terhadap 13 perkara di ruang sidang DKPP, Jakarta.
Sidang dipimpin Ketua DKPP RI Muhammad didampingi anggota DKPP RI, Alfitra Salam dan Ida Budiarti.
Dalam sidang tersebut majelis menyatakan, Esti terbukti melanggar pasal 22 ayat 1 Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017 juncto pasal 37 ayat 4 Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2019.
Selanjutnya Ketua DKPP RI memerintahkan kepada KPU RI untuk melaksanakan putusan pemberhentian Esti ini paling lama 10 hari sejak diputuskan.
Juga memerintahkan kepada Bawaslu RI untuk mengawasi putusan tersebut.
Diketahui, perkara Esti pertama kali dilaporkan oleh LBH Bandar Lampung pada 2019 lalu.
Ia dituding terlibat dalam kasus jual beli kursi jabatan anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung.
Kasusnya terus bergulir hingga 2020.
Sebelum putusan DKPP, Esti juga telah mendapatkan sanksi teguran tertulis dari KPU RI.
Saksi pengadu Gentur Sumedi dalam kesaksiannya menceritakan kronologi kasus ini.
Ia menyebut Lilis Pujiati sebagai orang yang berkomunikasi langsung dan menawarkan bantuan untuk meloloskan nama istrinya, Viza Yelisanti, sebagai calon anggota KPU Tulangbawang dengan syarat memberikan uang sebesar Rp 150 juta.
Gentur menjelaskan, dirinya bertemu dengan Lilis Pujiati di kamar hotel 7010 di Bandar Lampung.
Di kamar tersebut ada pula anggota KPU Provinsi Lampung Esti Nur Fathonah.
Kemudian pada 4 November 2019, Gentur menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta kepada Lilis Pujiati dengan transaksi dilakukan di dalam mobil milik rekan Gentur disertai pembuatan kuitansi pembayaran di parkiran hotel.
Jual beli kursi jabatan anggota KPU ini juga terkoneksi langsung dengan salah satu staf mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan.
Ketua KPU Provinsi Lampung Erwan Bustami menyatakan pihaknya menghormati keputusan DKPP itu.
Ia menilai keputusan itu telah sesuai dengan mekanisme hukum peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Ya kita menghormati keputusan DKP hari ini, sesuai hasil pleno KPU Lampung 11 nobember 2019 bahwa KPU lampung menghormati mekanisme hukum yang berlangsung sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Meski salah satu komisionernya telah dinyatakan bersalah dalam kasus ini, Erwan menegaskan KPU Lampung akan tetap bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik.
Pasalnya, banyak tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh KPU Lampung dalam menyambut Pilkada Serentak 2020 mendatang.
Apresiasi
Kuasa hukum pelapor Chandra Muliawan turut mengapresiasi putusan DKPP RI yang telah mengabulkan permohonannya.
Bahkan, ia mengaku sangat puas atas putusan DKPP yang memberhentikan anggota KPU Lampung ini.
"Putusan DKPP ini harus diapresiasi, karena ini hal pertama, putusan DKPP yang memberhentikan penyelenggara (pemilu) di Provinsi Lampung," ungkap Chandra.
Namun demikian, pihaknya menyayangkan putusan DKPP yang memberi hukuman terhadap Viza selaku korban.
Menurutnya, Viza telah beritikad baik yang sudah mau menjadi saksi dalam kasus ini.
Akan tetapi DKPP malah memberikan Viza hukuman dihapus dari daftar PAW.
"Iya kita sangat menyayangkan Viza selaku korban yang sudah berkitikad baik untuk menjadi saksi di malah beri hukuman, menurut saya tidak adil dan dapat mengakibatkan orang malas untuk melaporkan dan menjadi saksi atas sebuah kasus atau pelanggaran," ungkap Chandra.
Untuk itu, pihaknya yang berdiri di Lembaga Bantuan Hukim (LBH) Bandar Lampung akan terus kawal pemilu bersih.
"Ini peringatan keras bagi penyelenggara pemilu di Lampung agar menjaga kehormatan dan martabatnya, dan menjunjung tinggi sumpah jabatan sehingga tercipta pemilu bersih," tandasnya.
Di sisi lain, pelapor dalam kasus ini Budiono turut mengapresiasi putusan DKPP tersebut.
Ia mebilai DKPP telah berani memberikan putusan yang tepat kepada penyelenggara yang melanggar kode etik.
"Ini harus diapresiasi, karena ini hal pertama putusan DKPP yang memberhentikan penyelenggara," ucapnya.(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)