Bayi di Buton Meninggal karena Corona, Awalnya Sangat Sehat hingga Saudara Datang Berkunjung
Sang ibu sangat merasa terpukul karena kondisi bayinya sehat-sehat saja sebelumnya hingga saudara jauh datang berkunjung
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Bayi tiga bulan meninggal dunia di Buton Tengah, Sulawesi Tenggara karena terinfeksi virus corona.
Sang ibu sangat merasa terpukul karena kondisi bayinya sehat-sehat saja sebelumnya.
Diduga, bayi tersebut terinfeksi virus corona dari saudara jauh yang datang berkunjung.
Kisah memilukan dialami seorang ibu yang memiliki bayi berusia 3 bulan dan kini telah meninggal dunia setelah terjangkiti virus Covid-19.
Bayi tersebut awalnya dalam keadaan sangat sehat, hingga seorang keluarga dari jauh datang.
Sang ibu begitu menyesal pilu saat tahu kondisi buah hatinya yang baru berusia 3 bulan tapi meninggal dengan cara yang mengenaskan.
• Ibu Hamil Positif Corona di Bali, Langsung Operasi di RS karena Janin Meninggal di Dalam Kandungan
• Warga Sambut Antusias Kepulangan Perawat yang Sembuh dari Corona
• Artis Jebolan Pencarian Bakat Mawar AFI Diserang Netizen Gara-gara Tips Corona
• Kanit Reskrim dan Istri Positif Corona, 18 Polisi Diisolasi
Hal memilukan yang dirasakan sang ibu adalah saat ia melihat sendiri keadaan anaknya saat akan dimakamkan.
Apa yang terjadi dengan sang bayi di pemakaman?
Kasus kematian bayi PDP berusia 3 bulan ini terjadi di Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.
Sang ibu begitu merasa pilu ketika mengingat cara bayinya dimakamkan.
Proses pemakaman putrinya itu membuatnya tak tega hingga begitu menyesali suatu hal.
La Nguna dan Hardiah, warga Desa Matara, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara berduka karena Sulfiah, bayinya yang berusia 3 bulan meninggal dunia.
Sang bayi meninggal dengan status PDP pada Kamis (9/4/2020) pukul 06.0 Wita.
Bayi yang berstatus PDP virus corona ini dibawa orangtuanya pada Rabu (8/4/2020) karena sesak napas.
Bayi tiga bulan tersebut memiliki gejala Covid-19 dan mengalami penurunan kesadaran karena pneumonia berat.
Sedangkan informasi dari keluarga, sepupu sang ibu baru pulang dari Kalimantan.
“Awalnya ditangani dengan baik, namun ada perawat yang lihat sepupu saya dari Kalimantan, mereka sudah curiga berlebihan,” ujar La Nguna.
Menurut La Nguna, saat kondisi anaknya semakin memburuk, ia sempat memohon agar ada yang menangani Sulfiah. Namun seorang perawat mengaatakan dokter tak mengizinkan masuk ke ruangan.
"Ada perawat bilang tidak berani masuk karena dokter tidak mengizinkan masuk ke sana,” ucap La Nguna.
Ia kemudian mendapatkan penjelasan jika anak ketiganya itu memiliki gejala Covid-19.

"Dari situ saya sudah putus asa dan kecewa, mereka tidak mau menangani anak saya,” tutur dia.
Dugaan Sulfiah terinfeksi virus corona dibantah oleh La Nguna.
Ia mengatakan kondisinya dan seluruh anggota keluarganya masih sehat.
Termasuk neneknya yang sudah berusia 80 tahun.
“Saya punya nenek masih ada, 80 tahun.
Waktu pertama anak saya sakit, nenek saya gendong cucu buyutnya, alhamdulillah sehat-sehat sampai sekarang," kata La Nguna.

La Nguna mengaku ia dan keluarganya sudah ikhlas dengan kematian anak ketiganya.
Namun ia menyesalkan jenazah anaknya dimakamkan dengan pakaian dan pampers yang masih digunakan.
“Meninggalnya Sulfiah, (saya) sudah ikhlas, hanya saya sesalkan (dia) dikuburkan masih dengan pakaiannya, dan masih menggunakan pampersnya. Saya masih kepikiran yang itu,” kata La Nguna, kepada Kompas.com, Kamis (23/4/2020).
La Nguna mengaku dirinya sendiri yang mengurus jenazah anaknya dan membawa pulang untuk dimakamkan.
Hingga Sulfiah dimakamkan, tidak ada tetangga yang datang karena orang sekitar rumahnya takut
“Perasaan saya masih terbayang-bayang, (Sulfiah) dibungkus plastik dan tidak dikasih mandi, saya tangani sendiri, saya merasa ada beban."
"Saya trauma dengan rumah sakit, saya kira mereka mau obati anak saya.
Menyesal saya pergi ke rumah sakit, mending di rumah di sini saja, “ kata La Nguna.
Alasan Perawat Tak Tangani Bayi La Nguna
Rupanya ada alasan di balik pihak rumah sakit yang tak mau menangani dan mengobati bayi La Nguna.
Semua itu karena minimnya APD yang tersedia di rumah sakit tersebut.
Direktur RSUD Kabupaten Buteng, Karyadi, mengatakan bayi Sulfiah merupakan rujukan dari Puskesmas Mawasangka.

Bayi tiga bulan itu didiagnosis mengalami penurunan kesadaran karena pneumonia berat.
“Akhirnya dilakukan nasogatrik tube dengan memasukan selang melalui lubang hidung untuk pemberian cairan. Kemudian dipasang saturasi oksigen 50 persen,” kata Karyadi dalam konferensi persnya, Kamis (9/4/2020).
Dari gejala yang ditunjukkan Sulfiah, bayi 3 bulan tersebut ditetapkan sebagai PDP.
"Dokter menyatakan pasien masuk kategori PDP corona sesuai pedoman pencegahan pengendalian Covid-19 revisi ke-IV poin ketiga yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI,” kata Karyadi.
Dengan status PDP, tenaga medis yang akan berkontak langsung dengan pasien harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar yang dianjurkan Kemenkes.
Karena keterbatasan APD, pasien terpaksa harus dipantau dari jarak tertentu. Pihak rumah sakit juga telah menyampaikan kondisi pasien kepada pihak keluarga.
Namun pihak keluarga meminta tetap dirawat setelah melihat kondisi pasien yang belum stabil dan masih tergantung dengan oksigen.

Karyadi menegaskan tidak ada pembiaran atau penanganan yang tidak intensif yang dilakukan oleh tenaga medis.
“Hanya karena APD kita yang tidak memenuhi standar, sehingga penanganan lanjutan setelah pasien dinyatakan PDP corona petugas medis memilih menjaga jarak dan tak mengambil risiko."
"SOP-nya itu kalau menangani PDP corona harus punya APD yang memenuhi standar sesuai petunjuk Kemenkes,” ucap Karyadi.
Artikel di atas telah tayang sebelumya di Kompas.com dalam judul PDP Bayi 3 Bulan Meninggal, Orangtua Sedih Anaknya Dimakamkan Masih Gunakan Pampers dan Pakaian