Berita Nasional

KPPU Sebut 7 Maskapai Terlibat Kartel Tiket, Sebabkan Mahalnya Harga Tiket Pesawat

KPPU menyatakan tujuh maskapai terbukti melakukan kartelisasi atas harga tiket pesawat niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi dalam negeri.

Tribunlampung.co.id/Noval Andriansyah
Ilustrasi Pesawat Sriwijaya Air - KPPU Sebut 7 Maskapai Terlibat Kartel Tiket, Sebabkan Mahalnya Harga Tiket Pesawat. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan tujuh maskapai terbukti melakukan kartelisasi atas harga tiket pesawat atau angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi dalam negeri.

Menurut Komisioner KPPU, Guntur Saragih, KPPU memutuskan tujuh maskapai yang menjadi Terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut," tulis KPPU dalam keterangan resminya.

Tujuh maskapai yang jadi terlapor atas kasus tersebut yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.

Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dilanggar tujuh maskapai tersebut berbunyi: "(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama."

Perkara ini sendiri bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia.

Dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan, KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly).

Hal ini mengingat usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) grup, yaitu grup Garuda, grup Sriwijaya, dan grup Lion yang menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar.

Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

"Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga di antara rentang batasan tersebut," lanjut KPPU.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism dari tujuh maskapai, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.

"Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds), dan telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen," jelas KPPU.

Lion Membantah

Menanggapai putusan itu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengaku menghormati putusan KPPU soal kartel yang melibatkan perusahaan yang baru dipimpinnya pada akhir Januari 2020 lalu.

"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindaklanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (24/6/2020).

Irfan menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing.

Oleh karenanya, saat ini Garuda Indonesia Group memastikan komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.

"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," tegas Irfan.

Di sisi lain Lion Air Grup membantah vonis bersalah dari KPPU soal penetapan harga tiket penumpang pesawat kelas ekonomi sepanjang 2018-2019 yang lalu.

Corporate Communication Strategic Lion Air Group, Danang Mandala mengklaim Lion Air Group tetap menjual harga tiket pesawat udara sesuai dengan aturan regulator yang berlaku yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dalam Keputusan Menteri Nomor 106 2019, dalam hal ini tidak melebihi ketentuan tarif batas atas (TBA) dan tidak melebihi tarif batas bawah (TBB).

"Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerja sama dan menentukan dengan pihak lain (di luar perusahaan)."

"Formulasi penghitungan yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (24/6/2020).(tribunnetwork/har/dod)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved