Idul Adha 2020
Bagaimana Hukum Arisan Hewan Kurban? Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad (UAS)
Idul Adha 2020 Masehi atau 1441 Hijriah, penjelasan hukum berkurban dalam bentuk arisan hewan kurban.
Penulis: Tama Yudha Wiguna | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Menyembelih hewan kurban sudah menjadi tradisi wajib umat Muslim dalam momen perayaan Idul Adha. Termasuk di tahun 2020 Masehi atau 1441 Hijriah kali ini.
Namun bagaimana hukumnya bila berkurban dalam bentuk arisan hewan kurban?
Apakah sah berkurban dalam bentuk arisan?
Dilansir dari Tribunnews.com, berikut Tribunlampung.co.id mencoba merangkum hukum arisan hewan kurban sebagaimana yang dijelaskan oleh Ustaz Abdul Somad (UAS),
Pada momen hari raya Idul Adha, berkurban menjadi salah satu ibadah di antara amalan-amalan yang dilaksanakan.
Menjawab hal itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) mencontohkan dalam satu kelompok arisan terdiri dari enam orang.
"Setiap orang diharuskan membayar arisan Rp 2,5 juta. Setelah digoncang, siapa yang keluar namanya dia yang kurban tahun ini," kata UAS.
"Begitu diguncang, keluar nama C. Maka dialah yang berkurban tahun ini. Sementara yang lain membayar," tambahnya.
"Maka sesungguhnya si C ini sedang berutang kepada teman arisan lain," ungkap dia.
Pertanyaannya, bolehkah kurban berutang?
"Jadi jelas bahwa pertama, akad dia adalah akad utang. Ridho semua peserta ini. Akan dibayar selama enam tahun," papar UAS.
"Jika ada yang mati, maka ahli waris yang akan menerima," katanya.
Oleh karena semua ridho dengan akad utang, maka untuk akadnya adalah sah.
Muncul pertanyaan nomor dua, apa hukum kurban berutang?
UAS menjelaskan, utang terbagi dua.
Pertama, orang yang berutang, memiliki sesuatu yang bisa diharapkan untuk membayar utangnya.
Kemudian yang kedua, orang yang berutang tak memiliki sesuatu yang diharapkan untuk membayar utangnya.
"Jadi kita tanya yang dapat arisan ini. Kau kan utang sama kami. Apa yang kau harapkan membayarnya?" kata UAS mencontohkan.
"Lalu C menjawab, insya Allah tahun depan, rumah sewa saya akan dapat uang Rp 2,5 juta," jelasnya.
"Itulah yang kuharapkan membayarnya. Sah. Kalau ada yang diharapkan membayarnya, sah," tegas UAS.
Namun, jika diajukan pertanyaan yang sama dan C menjawab 'kuserahkan kepada Allah SWT', maka tidak bisa.
"Jadi, kalau lulus dua ini, akadnya utang dan utang jenis pertama maka arisan kurban itu hukumnya mubah," jelas UAS.
"Tapi kalau tak seperti ini maka tak bisa diterima. Akadnya itu tak jelas," pungkasnya.
Simak ceramah UAS selengkapnya dalam video berikut ini:
Berkurban untuk orang yang sudah meninggal
Apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia?
Ustadz Abdul Somad dalam satu ceramahnya pernah menjelaskan hukumnya.
Menurut UAS, terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.
Berikut ini adalah pendapat empat mazhab terkait hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
1. Mazhab Syafii
Ustadz Abdul Somad mengatakan, menurut Mazhab Syafi’i, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia.
Kecuali jika orang yang telah meninggal dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal.
Karena Allah SWT berfirman dalam Quran surah An-Najm ayat 39:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).
Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin.
"Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging Qurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging Qurban tersebut," tulis Ustadz Abdul Somad dalam 33 Tanya Jawab Seputar Qurban.
2. Mazhab Maliki
Ustadz Abdul Somad melanjutkan, menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal.
Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.
3. Mazhab Hanbali
Adapun menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan Qurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.
4. Mazhab Hanafi
Sementara itu, mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali.
Akan tetapi menurut Mazhab Hanafi, haram hukumnya memakan daging kurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya.
Semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin.
Demikian penjelasan hukum berkurban dalam bentuk arisan hewan kurban. (tribunlampung.co.id/tama yudha wiguna)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Penjelasan Ustaz Abdul Somad Tentang Hukum Arisan Hewa Kurban.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/bagaimana-hukum-arisan-hewan-kurban-ini-penjelasan-ustadz-abdul-somad-uas.jpg)