BPS Memotret Perekonomian Lampung, 83 Persen Perusahaan Alami Penurunan Pendapatan

Seperti apa BPS memotret kondisi ekonomi Lampung dan seperti apa dampak Covid bagi perekonomian Lampung? Berikut petikan wawancara ekskusif Tribun.

Tribunlampung.co.id
Wawancara ekskusif Tribun dengan Kepala BPS Lampung Faizal Anwar, Selasa (27/10/2020). 

Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Sulis Setia Markhamah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat, perekonomian Bumi Ruwai Jurai masih didominasi sektor pertanian.

Bahkan di tengah pandemi Covid, sektor ini tetap tumbuh positif.

Terbukti, neraca perdagangan Lampung sejak Januari-Agustus surplus cukup besar, 975,7 juta dolar AS atau setara Rp 14,1 triliun.

Komoditas pertanian merupakan pendorong utama kinerja perdagangan luar negeri Lampung tersebut.

Meski begitu, BPS juga mencatat terdapat dampak cukup besar terhadap perdagangan dalam negeri akibat pandemi Covid.

Seperti apa BPS memotret kondisi ekonomi Lampung dan seperti apa dampak Covid bagi perekonomian Lampung?

Berikut petikan wawancara ekskusif Tribun dengan Kepala BPS Lampung Faizal Anwar, Selasa (27/10/2020).

Belum lama ini Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menargetkan Lampung masuk 5 besar nasional sebagai provinsi penghasil padi. Mengacu data BPS Lampung mencatatkan kenaikan produksi padi dan luas panen tertinggi. Bagaimana tanggapannya?

Dalam hal ini BPS hanya bisa memotret dan mengukur hasil yang telah dicapai.

Namun yang pasti, kami menilai Provinsi Lampung memiliki potensi untuk mencapainya.

Saat ini, Lampung masih di urutan 6 sebagai provinsi penghasil padi. Bagaimana menurut Anda potensi untuk masuk ke 5 besar nasional?

Bukan hal yang tidak mungkin untuk diwujudkan itu, terlebih Lampung punya potensi. Lahan pertanian di Lampung sendiri tidak kurang.

Provinsi Lampung bahkan menjadi nomor 1 dalam hal produksi ubi kayu atau singkong dan nomor 3 produksi jagung secara nasional.

Pemprov Lampung mesti menggenjot dari sisi apa untuk masuk ke 5 besar itu?

Tinggal bagaimana upaya pemerintah daerah bersama instansi terkait bisa meningkatkan produksinya dan meningkatkan sarana pertaniannya.

Beralih ke masalah pandemi Covid-19. BPS pusat awal Oktober lalu merilis hasil survei terhadap 34.559 pelaku usaha terkait dampak pandemi Covid-19. Hasilnya, 82,5 persen pelaku usaha mengalami penurunan pendapatan. Bagaimana di Lampung?

Survei BPS Lampung terkait dampak Covid-19 terhadap pendapatan pelaku usaha, 83 persen perusahaan di antaranya mengalami penurunan pendapatan.

Data dihimpun dari 954 responden yang tersebar di 15 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Lampung. Terdiri dari 113 usaha menengah besar (UMB), 750 usaha mikro kecil (UMK), dan 91 pertanian.

Sektor usaha apa di Lampung yang paling terdampak pandemi Covid-19?

Paling terdampak adalah sektor real estate 53 persen, pengadaan listrik dan gas 61 persen, jasa pendidikan 69 persen.

Namun ketika berbicara operasional pelaku usaha atau perusahaan di tengah pandemi sendiri, justru 66 persen diantaranya tetap beroperasi normal meskipun situasi Covid-19.

Sementara sisanya yang tidak beroperasi normal didominasi jasa kesehatan dan sosial 52 persen, konstruksi 44 persen, dan jasa pendidikan 30,7 persen.

Meskipun terdampak pandemi Covid-19, tapi perekonomian Lampung tetap menggeliat bahkan surplus. Apa makna dari surplus neraca perdagangan itu?

Itu karena gambaran perdagangan luar negeri Provinsi Lampung tidak terlalu terpengaruh oleh pandemi dimana komoditi yang diekspor adalah pertanian.

Bagaimana bisa terjadi surplus sementara pandemi Covid-19 menimbulkan dampak luar biasa?

Kegiatan perekonomian banyak komponennya.

Bahwa perekonomian itu bergerak dari sektor ekspor, impor, juga konsumsi masyarakat dan lainnya.

Bersyukur dengan pandemi ini, kinerja perdagangan luar negeri dari Lampung masih bagus dimana komoditas ekspornya adalah pertanian tadi.

Komoditas pertanian ini memang tidak terlalu berpengaruh akibat pandemi.

Sementara yang terganggu pandemi adalah justru perdagangan dalam negeri seperti perdagangan antar wilayah, dimana ketika pandemi terganggu karena mungkin ada yang lockdown atau PSBB.

Terungkap pula pada September Lampung mengalami deflasi 0,22 persen akibat penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari Agustus 105,55 menjadi 105,32 pada September. Apa makna terjadinya deflasi ini?

Ketika deflasi itu berarti bicara mengenai penurunan harga secara terus-menerus.

Terkait dengan pandemi ini ketika mengalami deflasi, berarti kondisi barang berlimpah sementara yang membeli kurang.

Kurangnya bisa karena kemampuan daya beli masyarakat rendah atau masyarakat menahan diri untuk membeli dan prepare untuk menyimpan uang.

Lampung sudah mengalami deflasi sebanyak empat kali sepanjang 2020, yakni Maret, April, Mei, dan September sendiri. Bagaimana ini bisa terjadi?

Mengenai deflasi yang terjadi sebanyak empat kali sepanjang 2020 itu karena ketika di awal pandemi terjadi shock therapy di masyarakat yang mungkin takut untuk ke pasar sementara barang tersedia banyak.

Belum faktor lainnya. Sehingga deflasi Lampung sampai 4 kali dibandingkan nasional yang hanya 3 kali.

Ini menunjukkan deflasi Lampung di 2020 lebih banyak dibandingkan di 2019 lalu.

Secara rutin BPS Lampung biasanya merilis kondisi Lampung pada awal bulan.

Seperti apa bocorannya untuk awal November ini?

Kita sedang melakukan pengolahan data, kita potret. BPS tidak pernah melakukan angka estimasi.

Tetapi gambaran secara umum seperti yang kita rasakan memang lebih baik untuk saat ini.

Tempat hiburan, bioskop sudah mulai bergeliat, masyarakat ke pasar juga sudah mulai normal.

Tapi apakah memang sudah normal? Belum, seperti hotel kalaupun ada peningkatan hunian namun belum setinggi biasanya. (Tribunlampung.co.id/sulis setia markhamah)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved