Bandar Lampung
Pemprov Lampung Sepakat Harga Singkong Rp 900 per Kg dari Petani
Pemprov Lampung bersama pengusaha tapioka telah menyepakati bahwa harga singkong menjadi Rp 900 per kilogram atau naik Rp 450 yang dibeli dari petani
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama pengusaha tapioka telah menyepakati bahwa harga singkong menjadi Rp 900 per kilogram atau naik Rp 450 yang dibeli dari petani ubi kayu.
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi saat berdiskusi dengan para pengusaha tapioka di Mahan Agung, Rabu (24/3/2021).
Berdasarkan kesepakatannya Pemprov Lampung dengan para pengusaha harga ubi kayu yang dibeli dari petani sebesar Rp 900 per kilogram.
"Makanya ke depan kita akan melakukan pembinaan peningkatan produksi dan produktifitas kepada petani ubi kayu," kata Gubernur Arinal.
Baca juga: Pemprov Lampung Akan Gelar Pemutihan Pajak Mulai 1 April 2021, Sehari Dibatasi 150 Wajib Pajak
Baca juga: Pemprov Lampung Sabet Indonesias Best Pandemic Handling
Dengan rafaksi atau pengurangan dari kadar air dan kotoran dalam ubi kayu itu maksimalnya 15 persen.
Kemudian para pengusaha tapioka ini telah menyepakati untuk menggunakan alat timbang kadar pati digital.
Agar adanya keterbukaan dalam penentuan kadar pati.
Kemudian disepakati untuk dibentuknya forum komunikasi pengusaha tapioka Provinsi Lampung.
Pemprov Lampung bersama institusi terkait dan kabupaten atau kota akan melakukan pengawasan di wilayah kerja pabrik tapioka tersebut.
Lampung penghasil terbesar se-Indonesia dan sengaja mengundang industri tapioka dan banyak sekali kesepakatan ingin bersama melakukan penyuluhan secara intensif dan kualitasnya.
Jika para petani membutuhkan permodalan maka akan dibantu dengan pembiayaan KUR.
Karena masih ada hal yang tidak diinginkan, ketika umur singkong masih 5 atau 6 bulan dilakukan pencabutan ini bermasalah.
Karena kadar aci masih rendah dan kadar rendah kadar air tinggi maka tidak menguntungkan bagi petani.
Lalu pengusaha akan kehilangan waktu karena prosesnya harus sesuai dengan standarnya.
Oleh karena itu ada kesepakatan terhadap pengusaha agar mereka menggunakan alat yang sama alat KIR atau timbangannya.
"Maka dengan timbangan itu akan terlihat usianya berapa, kadar acinya berapa dan mudah-mudahan dari pengusaha yang hadir sepakat dalam menyiapkan itu semua," kata Arinal.
Ke depannya diharapkan tak ada alasan lagi petani yang menyalahkan pengusaha.
Sebaliknya pengusaha sudah begitu terbuka dan harus berupaya jangan sampai terjebak dengan situasi kepentingan yang tidak menguntungkan.
Hal ini menjadi tanggung jawab kepada pemda yang ada potensi singkongnya.
Ditambahkan oleh Kadis Tanaman Pangan Hortikultura Dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung Kusnardi bahwa telah terjadi kesepakatan harga beli singkong dari petani Rp 900.
"Pak gubernur tadi bicara ini walaupun pertama ini pakai moral, kesepakatan kawan-kawan semua dari para pengusaha tapioka," kata Kusnardi.
Jadi kesepakatan ini merupakan peningkatkan harga menjadi Rp 900 jika ketetapan kadar patinya 25 persen tidak ada kotoran sama sekali.
"Lalu tidak ada tanah di situ dan nanti kita ngobrol lagi sama teman-teman petani kalau kadar pati pasti diatas 25 persen dan jika dia panen 9 bulan untuk semua jenis singkong pabrik tidak beli singkong melainkan pati nya supaya jadi tapioka," kata Kusnardi.
Pihaknya juga akan merundingkan bagaimana tata cara pengambilan sampel yang bagus.
Sehingga 5 kg itu ril semua jika sudah selesai acinya nanti akan terlihat.
Ketua Asosiasi Pengusaha Tapioka Seluruh Indonesia Widarto mengatakan para pengusaha sepakat harga Rp 900.
Pengukuran aci dengan menggunakan Kir tersebut dan termasuk di perusahaannya PT Bumi Waras.
"Jadi problemnya itu singkong dengan usia muda yang dicabut, 9 bulan harus sudah bisa dipanen singkong itu, " kata Widarto.
Chairman PT Sungai Budi Grup ini menjelaskan dengan tuanya singkong, sehingga kualitasnya kadar acinya juga akan baik yang dihasilkan.
Kalau singkong muda maka akan didapatkan kadar aci yang rendah.
( Tribunlampung.co.id / Bayu Saputra )