Berita Nasional

Kisah Gadis 16 Tahun di Pandeglang Hidup Sendiri di Rumah Reyot yang Hampir Roboh

Kisah gadis 16 tahun di Pandeglang hidup sendiri di rumah reyot setelah ditinggal orang tuanya.

TribunBanten.com/Marteen Ronaldo Pakpahan
Siti Nuraida (16) dan keponakan Asiyah (8) tinggal saat ditemui di rumah reyotnya di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Rabu (7/4/2021). Aida sejak usia tiga tahun sudah ditinggal ibundanya yang meninggal dunia dan ayahnya yang menikah lagi. Kisah gadis 16 tahun di Pandeglang hidup sendiri di rumah reyot setelah ditinggal orang tuanya. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PANDEGLANG - Kisah gadis 16 tahun di Pandeglang hidup sendiri di rumah reyot setelah ditinggal orang tuanya.

Gadis 16 tahun tersebut adalah Siti Nuraida, siswi Kelas 10 SMK di Pandeglang.

Tak ada yang menyangka, Aida, sapaan akrab Siti Nuraida, bertahun-tahun hidup sendiri di rumah reyot di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten.

Berikut, kisah gadis 16 tahun di Pandeglang hidup sendiri di rumah reyot.

Saat TribunBanten.com (Tribun Network) berkunjung pada Rabu (7/4/2021), tampak rumah tersebut berukuran 6x8 meter persegi, ada dua kamar tidur, satu ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.

Namun, material rumah hanya terbuat dari kayu dan bilik bambu yang tampak berlumut nanlapuk. Tampak rumah peninggalan nenek Aida itu miring dan hampir ambruk lantaran sejumlah pondasi rumah berbahan kayu tersebut sudah lapuk.

Saat Tribun tiba, kebetulan hujan turun dan sebagian genting rumah yang sudah berlumut itu bocor. Rumah itu berbentuk panggung rendah dengan lantai kayu dan bambu.

Melongok bagian dalam rumah, baik ruang tamu, ruang tidur maupun dapur, tak tampak perabotan rumah tangga seperti lemari es maupun tempat piring dan gelas. Lemari pakaian pun hanya berbahan plastik. Untuk memasak, Aida mengandal tungku dengan bahan bakar kayu di pekarangan rumah.

Kisah hidup Siti Nuraida berawal saat ibundanya meninggal karena sakit yang diderita pada 2005, saat dirinya berusia tiga tahun. Tak lama kemudian, ayahnya pergi meninggalkan rumah setelah menikah dengan perempuan lain dan tak kunjung kembali.

Sejak saat itu, ia hanya mendapat perawatan dan kasih sayang dari kakak perempuannya yang belum beranjak dewasa serta saudara yang juga tinggal bertetangga. Saat berusia 13 tahun atau masuk sekolah SMP, kakak perempuannya memutuskan menikah dan mengharuskan tinggal bersama suami di wilayah lain, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

Sejak itu, ia mulai hidup mandiri. Untuk makan sehari-hari, kadang ia memasak sendiri. Namun, ia juga kerap makan di rumah saudaranya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Pada awal 2021 atau tiga bulan lalu, Aida mendapat tanggung jawab baru. Sang kakak perempuannya bercerai dan memutuskan merantau bekerja di Jakarta.

Sang kakak menitipkan anaknya bernama Aisyah yang masih berusia 8 tahun kepadanya. Aida kini duduk di kelas 10 di SMK Cimanggu, sedangkan keponakannya bersekolah di SDN 1 Cimanggu.

"Tinggal sejak kecil di sini sejak 2005. Ibu saya sudah tidak ada sejak saya berumur tiga tahun. Ayah saya sudah meninggalkan saya sejak masih kecil, kawin lagi," kenang Aisyah saat ditemui TribunBanten.com di rumahnya.

Sang kakak mengirimkan uang Rp 800 ribu setiap bulan untuknya. Aida pun berusaha mengatur uang dengan jumlah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah mereka berdua.

Tak jarang uang kiriman dari sang kakak datang terlambat dan memaksanya menahan lapar. Aida tak mau mengeluh meski uang kiriman itu kurang mencukupi dan kadang datang terlambat. Sebab, ia tidak ingin menyusahkan sang kakak yang tengah berjuang bekerja untuk mereka berdua.

"Kalau biaya hidup saya dikasih uang sama kakak saya yang sedang kerja di Jakarta. Dikirim Rp 800 ribu sebulan untuk kebutuhan sekolah dan makan," ungkapnya.

Keluarga Aida pernah menawarkan Aida untuk tinggal di rumah mereka. Namun, Aida memilih tinggal di rumahnya yang reyot itu karena merasa nyaman di rumah sendiri. Kini, besar harapan Aida mendapat bantuan dari pemerintah daerah setempat untuk perbaikan rumahnya. Air hujan masuk masuk ke dalam rumah ke dalam rumah karena genting bocor menjadi hal biasa terjadi di rumah Aida.

Namun, ia kerap waswas dengan keselamatan dirinya dan keponakan atas kondisi rumah yang ditempati ini. "Harapannya sih bisa dibongkar, karena takut tinggal di sini dalam keadaan ini. Apalagi kalau hujan kencang terkadang takut saja," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Cimanggu, Suwardi mengatakan pihaknya telah mengajukan proposal permintaan bantuan ke Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk perbaikan rumah Aida selama lima tahun berturut-turut. Sebab, tempat tinggal yang ditempati Aida sudah sejak lama masuk kategori rumah tidak layak huni (RTLH). Namun, hingga kini pengajuan tersebut tidak membuahkan hasil.

"Jadi, rumah ini sebenarnya sudah tidak layak pakai, sudah diajukan beberapa kali ke dinas, tetapi tidak pernah digubris. Jadi, hingga saat ini belum terealisasikan," ujar Suwardi.

Artikel ini telah tayang di Tribunbanten.com dengan judul Kisah Nuraida Pelajar Pandeglang Tinggal Sendiri di Gubuk Reyot, Ditinggal Ayah Ibu Sejak Balita

Baca Berita Nasional lainnya

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved