Bandar Lampung

Kisah Para Pejuang Kemerdekaan asal Lampung, Gele Harun Pakai Rompi Karung Lawan Belanda

Di antara para pahlawan dan pejuang kemerdekaan RI ini adalah Gele Harun Nasution dan Mayor (Purn) S Subardi.

Istimewa
Mr Gele Harun Nasution (kanan) bersama Presiden Soekarno. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pada 17 Agustus 2021 nanti, masyarakat Indonesia akan memperingati Hari Kemerdekaan RI.

Di bulan ini, masyarakat akan kembali mengenang kisah-kisah perjuangan para pahlawan kita.

Di antara para pahlawan dan pejuang kemerdekaan RI ini adalah Gele Harun Nasution dan Mayor (Purn) S Subardi.

Keduanya merupakan warga Lampung.

Baca juga: Sosok Kapolri Pertama akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Berikut ceritanya.

Kisah perjuangan Mr Gele Harun diceritakan anaknya, Mulkarnaen, Minggu (1/8/2021).

Ia menuturkan, perjuangan sang ayah dimulai sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno.

Mr Gele Harun Nasution bersama Presiden Soekarno.
Mr Gele Harun Nasution bersama Presiden Soekarno. (Istimewa)

Belanda yang waktu itu ingin kembali berkuasa di Indonesia membuat sang ayah geram dan ingin mempertahankan Tanah Airnya termasuk di Lampung.

Itu diawali dari karier Gele Harun yang merupakan seorang advokat pada tahun 1938-1942.

Baca juga: Hari Pahlawan 10 November, Deretan Fakta Menarik Mengenai Hari Pahlawan Nasional

Pada tahun 1948 terjadi agresi militer Belanda II yang mengharuskan Mr Gele Harun terjun dalam pertempuran melawan Belanda.

Saat itu dia sedang mengemban amanah sebagai Ketua Mahkamah Militer Sumatera Selatan. Ia memimpin Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Palembang.

Masih dalam kondisi peperangan, MR Gele Harun diangkat sebagai Residen Lampung atau kepala pemerintahan darurat menggantikan Residen Rukadi.

Pada masa itu, tugas yang diemban cukup berat lantaran pihak musuh terus memberikan serangan ke keresidenan Lampung yang waktu itu berada di Kabupaten Pringsewu.

Mulkarnaen mengungkapkan pada masa darurat itu sang ayah mengambil sikap memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang.

"Karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu," ungkap Mulkarnaen.

Serangan Belanda yang dilancarkan terus menerus membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke penggunungan Bukit Barisan hingga terakhir ke Sumber Jaya Lampung Barat.

Pada 15 Agustus 1949 terjadi gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Kondisi tersebut membuat Mr Gele Harun dan pasukannya aman dari musuh.

"Setelah tidak ada perang lagi baru semua turun (gunung), dan kembali ke Tanjungkarang sini," kata Mulkarnaen.

Disadur dari berbagai sumber, setelah gencatan senjata, Mr Gele Harun ditunjuk sebagai Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950.

Lalu ia diangkat kembali menjadi Presiden Lampung pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955.

Selain berjuang melawan penjajah, Gele Harun berperan dalam pembentukan Provinsi Lampung.

Gele Harun sempat menjadi anggota Dewan Konstituante tahun 1956 hingga 1959 dan anggota DPR-GR/MPRS dari fraksi PNI periode 1965-1968.

Selepas itu, dia kembali pada profesi lamanya, yakni sebagai advokat.

Profesi pengacara itu ditekuninya hingga mengembuskan napas terakhir pada 4 April 1973. Gele Harun wafat di usia 62 tahun.

Jasadnya dimakamkan di TPU Kebun Jahe, Enggal, Bandar Lampung.

Keluarga besar Gele Harun, berharap Gele Harun dapat dinobatkan sebagai pahlawan nasional asal Lampung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pihak keluarga sampai hari ini masih terus memperjuangkan agar sang ayah menjadi pahlawan nasional.

Barang-barang yang menjadi saksi perjuangan Gele Harun pada masa melawan penjajah pun masih disimpan rapi oleh anaknya Mulkarnaen.

Salah satunya, baju atau rompi yang terbuat dari karung. Baju karung itu digunakan sang ayah kala berjuang di Way Tenong, Lampung Barat, pada 1949.

Mulkarnaen menunjukkan rompi karung yang pernah dikenakan sang ayah, Mr Gele Harun Nasution, saat melawan penjajah Belanda.
Mulkarnaen menunjukkan rompi karung yang pernah dikenakan sang ayah, Mr Gele Harun Nasution, saat melawan penjajah Belanda. (Istimewa)

Mulkarnaen mengatakan, saat ini seluruh berkas untuk menjadikan sang ayah sebagai pahlawan nasional telah disiapkan. Baik secara administratif maupun teknis.

“Jadi sudah disiapkan semua kemarin syaratnya. Kemudian belum lama ini perwakilan Kementerian Sosial dan bulan September kemarin sudah di meja Presiden kabarnya,” kata Mulkarnaen.

Karena itulah Mulkarnaen berharap sang ayah dapat dinobatkan sebagai pahlawan nasional secepatnya.

"Kalo bisa tahun ini itu sudah jadi pahlawan nasional, karena kita sudah berharap banget sejak lama," kata Mulkarnaen.

Dia mengatakan, awal pengusulan Mr Gele Harun menjadi pahlawan sudah sejak tahun 2012 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Itu terus bergulir hingga dinobatkan menjadi pahlawan daerah Lampung pada 10 November 2015 lalu.

Mulkarnaen mengaku, ahli sejarah Profesor Anhar Gonggong juga sudah mendatangi kediamannya bersama Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI). Mereka memastikan semua persyaratan sudah selesai dan tinggal menunggu penetapan pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi.

"Mudah-mudahan ini dikabulkan karena semua persyaratan sudah lengkap. Keluarga dan berbagai pihak sudah berjuang, semoga hasilnya baik. Kami berharap, tahun ini ditetapkan jadi pahlawan nasional," tutur Mulkarnaen.

Selain Mr Gele Harun, ada juga tokoh veteran lokal asal Bandar Lampung yang turut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dia adalah Mayor (Purn) S Subardi yang juga saat ini menjabat Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Provinsi Lampung.

Dalam kisahnya, Subardi mengaku peristiwa waktu itu cukup pahit namun harus diterima.

"Selama perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan tidak sedikit putra-putri Indonesia yang harus gugur," kata Subardi, Minggu.

Setelah itu, kata dia, dalam upaya mempertahankan kemerdekaan terjadi pertempuran yang lebih sengit sehingga jumlah pejuang gugur lebih banyak.

Baca juga: Anak Mr Gele Harun Berharap Presiden Jokowi Nobatkan Sang Ayah Jadi Pahlawan Nasional

Hal ini karena ada dua kepentingan antara bangsa Indonesia dan Belanda, di mana satu sisi bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan namun pihak Belanda tidak mengakuinya, sehingga terjadilah pertempuran di mana-mana, termasuk Lampung.

( Tribunlampung.co.id / Kiki Adipratama )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved