Ketua Umum PBNU Gus Yahya: Pernyataan Jenderal Dudung ‘Tuhan Bukan Orang Arab’ Bukan Penistaan Agama
Ketua Umum PBNU Gus Yahya mengatakan, pernyataan “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan bukan orang Arab" bukan penistaan agama.
Gus Yahya: Sebetulnya tidak. Ini soal aksi-reaksi saja karena keadaan atau suasana yang melingkupi kita selama ini.
Rosi: Apakah ketersinggungan itu berlebihan?
Gus Yahya: Sebetulnya agak berlebihan, tapi bisa dimaklumi karena suasana yang melingkupi kita saat ini. Yaitu, bahwa memang ada semacam persaingan-persaingan antarkelompok yang kemudian masing-masing mencari, katakanlah, ungkapan-ungkapan yang dianggap bisa mewakili kelompok masing-masing. Itu yang saya kira terjadi seperti itu.
Tanggapan Menag
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas juga menanggapi polemik soal “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang Arab”.
Menag Gus Yaqut mengatakan, pernyataan Jenderal Dudung itu tak perlu diperdebatkan.
“Itu clear sekali kalau kita memahami pernyataan Jenderal Dudung secara utuh. Pernyataan itu juga menjadi penegasan bahwa Tuhan memang bukan makhluk, tapi sebagai Khalik (Sang Pencipta). Sudahlah, tidak ada yang perlu diributkan dengan statemen itu,” ujar Menag Yaqut di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Menurut Menag, dalam berdoa setelah salat, umat Islam diperbolehkan menggunakan bahasa apa pun, termasuk bahasa Indonesia.
Baca juga: KSAD Jenderal Dudung Terinspirasi Jenderal M Jusuf, Bagi-bagi Susu untuk Prajurit dan Anaknya
Pernyataan Jenderal Dudung dalam podcast tersebut juga dalam konteks soal pilihan dan cara berkomunikasi dengan Tuhan, jelas bukan bermaksud memosisikan Allah sebagai makhluk.
Kalimat Jenderal Dudung ‘karena Tuhan Kita itu Bukan Orang Arab’ adalah tidak berdiri sendiri tapi bermakna penegasan setelah kalimat ‘Pakai bahasa Indonesia saja’.
Menag mengajak semua pihak untuk mengedepankan proses klarifikasi (tabayyun) ketika melihat persoalan yang dinilai ambigu.
Termasuk pada pernyataan Jenderal Dudung, semestinya bisa diselesaikan dulu dengan bertemu atau berdiskusi langsung. Cara tersebut, menurut Menag, akan lebih elegan dan tak menguras energi.
Menag menilai, sebagai petinggi TNI, Jenderal Dudung sudah pasti dibekali kedalaman pengetahuan dan kematangan cara berkomunikasi kepada publik.
Dengan keyakinan itu, Jenderal Dudung tentu memiliki kehati-hatian dan mampu mengukur dampak pernyataan atau tindakannya di tengah publik.
“Termasuk soal agama, Jenderal Dudung justru selama ini memberikan perhatian besar terhadap upaya menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Mari kita harus jernih melihat setiap persoalan,” ajak Menag.(*)