Tanggamus
Risau Kambing Saburai Terancam Punah, Peternak di Tanggamus Lampung Harap Bantuan Pemerintah
Ketua Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Cabang Tanggamus Supri Edi merasa risau akan ancaman kepunahan kambing Saburai di Tanggamus
Penulis: Nanda Yustizar Ramdani | Editor: soni
Tribunlampung.co.id, Tanggamus - Ketua Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Cabang Tanggamus Supri Edi merasa risau akan ancaman kepunahan kambing Saburai di Kabupaten Tanggamus.
Padahal, beberapa tahun silam, kambing saburai sempat menjadi ikon di Tanggamus.
Ironisnya, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia memberikan dampak buruk terhadap ternak kambing saburai di Tanggamus.
Imbas dari pandemi Covid-19 yang mempengaruhi berbagai sektor, terutama perekonomian, membuat sejumlah peternak kambing saburai menjual habis kambing-kambingnya. Hanya sedikit peternak yang masih eksis membudidayakan kambing saburai hingga kini.
Satu di antaranya Ketua Kelompok Tani (Poktan) Tani Makmur 2 di Blok 25 Pekon Gisting Atas, Gisting, Tanggamus Supri Edi.
Supri mengatakan, desakan kebutuhan ekonomi, membuat para peternak saat itu memperjualkan kambing saburainya ke luar daerah.
"Dulu, pas masa pandemi, peternak itu ditawarkan harga tinggi untuk menjual kambingnya," kata Supri saat ditemui di rumahnya di Pekon Gisting Atas, Gisting, Tanggamus, Kamis (16/6/2022).
"Siapa yang gak tergiur kambingnya dihargai Rp 8 juta sampai Rp 15 juta per ekor," sambungnya.
Terlebih, kondisi ekonomi yang hancur akibat pandemi Covid-19 menjadi beban bagi para peternak untuk mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
Banyaknya peternak kambing saburai yang melepaskan hewan ternaknya untuk dijual ke luar daerah, berakibat makin langkanya jumlah kambing saburai di Tanggamus khususnya Pekon Gisting Atas.
Atas dasar itu, selaku Ketua HPDKI Tanggamus, Supri pun terus berupaya untuk mengembangbiakkan kambing Saburai agar terhindar dari kepunahan.
Selain mengembangbiakkan sendiri, ia bersama jajaran HPDKI Tanggamus dan kelompok taninya juga melakukan pembinaan kepada anggota-anggota kelompok tani setempat.
Baca juga: 9 Ekor Kambing di Lampung Utara Digondol Maling, Kerugian Ditaksir Capai Rp 16 Juta
Baca juga: Naik Rp 10 Ribu, Harga Daging Kambing di Pasar Inpres Kalianda Rp 125 Ribu per Kg
"Kelompok kami ini mengembangkan kambing saburai sejak breeding (pembibitan) dari nol atau boer breed (bibit kambing Boer) dikawinkan silang dengan kambing etawa," terang dia.
"Kemudian menghasilkan bibit generasi pertama, lalu dikawinsilangkan kembali untuk menghasilkan bibit generasi kedua, hingga dikawinsilangkan lagi untuk menghasilkan murni bibit kambing Saburai," imbuh Supri.
Kawin silang dinilai berhasil jika melahirkan bibit kambing Saburai yang memiliki kombinasi warna cokelat kemerahan dan putih.
Jika muncul warna lain, Supri menerangkan, bukan merupakan bibit unggul.
Metode kawin silang yang dilakukan haruslah secara alami, bukan dengan kawin suntik.
"Kalau pakai kawin suntik, biasanya gak jadi," terang Supri.
Untuk pakan kambing, Supri menekankan, peternak sebaiknya memberikan pakan alami.
"Menggunakan pakan alami, hindari pakan fermentasi," katanya.
Guna memenuhi pakan alami yang penuh akan gizi bagi kambing saburai, dirinya mencetuskan program Gemar Menanam Hijauan (GMH).
"Tanamannya berupa Johar, Kaliandra Merah, Gelaga, dan lain sebagainya," sebut dia.
"Kalau kaliandra merah memiliki protein yang paling tinggi," tambah Supri.
Pemberian pakan kambing, cukup dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari.
Jelang Idul Adha pun, Supri menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan 80 ekor kambing siap kurban.
Supri menilai, kambing saburai memiliki perawatan yang tidak berbeda jauh dengan perawatan kambing biasa pada umumnya.
Sayangnya, dalam upayanya mengembangbiakkan kambing saburai, pihaknya menemui sejumlah kendala.
"Kendala di kelompok kami ini, sangat kekurangan pejantan induk (pemacek) boer murni," ungkapnya.
"Jadi, kami minta kepada dinas terkait untuk memberikan bantuan pemacek," terus Supri.
Di samping itu, ada pula hambatan lainnya, yakni kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas.
Maka, Supri juga berharap, agar pemerintah setempat dapat memberikan bantuan pendampingan dari tenaga ahli.
"Masih banyak yang gak tahu cara beternak yang baik," ujarnya.
Supri menghendaki, kambing saburai di Tanggamus khususnya di Pekon Gisting Atas, kian bertambah populasinya.
"Jangan sampai kambing saburai ini punah, karena merupakan ikon Kabupaten Tanggamus," ujar dia.
Supri mengungkapkan, dari penelitian sampel darah yang dilakukan oleh Universitas Lampung, diketahui bahwa kambing saburai memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan kambing-kambing lainnya.
"Kambing Saburai ini sangat berkualitas dan unggul, karena tingkat kolesterol pada dagingnya paling rendah, dagingnya gak prengus (bau khas kambing), daging lebih gurih dan nikmat," paparnya.
"Mudah-mudahan, dengan makin berkembangnya budidaya kambing saburai di Pekon Gisting Atas khususnya, bisa meningkatkan perekonomian masyarakat," harap dia.
Meski demikian, diakuinya, kambing saburai memiliki harga yang cukup mahal.
Bibit kambing saburai berumur 6 bulan kualitas unggul harganya mencapai Rp 7 juta per ekor.
"Kalau siap konsumsi itu harganya kisaran Rp 3 juta - Rp 8 juta per ekor," ungkap Supri.
"Untuk harga indukan, yang standar itu Rp 5 juta untuk betinanya dan Rp 8 juta untuk pejantannya," tutupnya.
Namun, jika dilihat dari kacamata peternak atau pengusaha, kata Supri, hal itu merupakan peluang bisnis yang amat menggiurkan. ( Tribunlampung.co.id / Nanda Yustizar Ramdani )