Berita Lampung
Mahkamah Agung Kabulkan Kasasi Mahasiswa Teknokrat Indonesia (UTI) yang Didrop Out (DO)
Putusan kasasi ini telah menjawab putusan pada pengadilan tingkat pertama dan banding yang sebelumnya menolak gugatan mahasiswa.
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi terhadap Ahmad Mu'fatus Sifa'i, mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) yang sempat di drop out (DO) oleh rektor UTI beberapa waktu lalu.
Hal itu diungkapkan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Jarwadi Sumaindra sebagai kuasa hukum dari Ahmad Mu'fatus Sifa'i, mahasiswa program studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Jarwadi Sumaindra jelaskan putusan kasasi ini telah menjawab putusan pada pengadilan tingkat pertama dan banding yang sebelumnya menolak gugatan mahasiswa.
Menurut Sumaindra, setelah sekian lama gugatan mahasiswa teknik sipil UTI terhadap Surat Keputusan Drop Out (SK DO) akhirnya kini keluar putusan dari Mahkamah Agung (MA).
Lalu skorsing dari rektor yang bergulir di MA pada hari Kamis, 28 Juli 2022 dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) dengan ketua majelis Irfan Fachruddin.
Baca juga: Sosok Teman Tidur Yuni Shara Saat Malam Hari, Venna Melinda: Agak Jablay Dikit
Baca juga: Percakapan Diduga Kopda Muslimin Sebelum Tewas Viral, Sebut Menyerah dan Ibu Galak
Dan anggota majelis Yudi Martono Wahyunadi dan Yosran, lalu panitera pengganti Adi Irawan dan panitera muda tata usaha negara Simbar Kristianto.
LBH telah menerima surat pemberitahuan amar putusan kasasi nomor 325 K/TUN/2022 yang pada pokoknya menyampaikan hasil dari Permohonan Kasasi yang diajukan April 2022 lalu.
Perkara yang diputus dengan putusan kasasi dengan atas nama Pemohon Ahmad Mu’fatus Sfa’i tersebut, MA memiliki pertimbangan sebagai berikut.
Di antaranya dasar penerbitan SK skorsing oleh rektor yang berpijak pada ketentuan Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (2) Kode Etik Mahasiswa yang disahkan oleh Rektor UTI.
Terkait dengan pelanggaran Kode Etik yang bersifat sedang merokok dan minum-minuman keras hingga melakukan perjudian dan perjokian.
Lalu membawa pihak luar ke dalam kampus sehingga menimbulkan keributan, menjanjikan hadiah kepada civitas akademika dengan tujuan yang tidak dibenarkan, berkelahi dan melakukan tindak kekerasan lainnya.
"Dari hasil kajian kasasi sama sekali tidak terbukti dan tidak memenuhi unsur didalam ketentuan tersebut," kata Direktur LBH Bandar Lampung Jarwadi Sumaindra.
Baca juga: Jonathan Frizzy Ultimatum Dhena Devanka, Tak Lagi Umbar Aib ke Media Sosial
Baca juga: Capaian Vaksin Booster di Metro Lampung Baru 22,24 Persen, Ini Upaya Diskes
Penjatuhan sanksi skorsing yang didasarkan pada kehadiran dalam rapat Dekanat Fakultas Teknik pada 23 Januari 2021 telah melanggar asas keseimbangan dalam penerbitan sebuah keputusan Tata Usaha Negara (TUN).
Terkait konsideran SK Skorsing di huruf (D) bahwa perbuatan mahasiswa dikhawatirkan akan membangun jiwa ekstrimisme dan radikalisme bagi mahasiswa UTI bertentangan dengan prinsip akademis merupakan alasan yang tidak sesuai dengan prinsip penerbitan sebuah keputusan TUN.
Bahwa SK skorsing juga tidak sesuai dengan prinsip penerbitan sebuah keputusan TUN yaitu prinsip kecermatan.
Bahwa suatu keputusan haruslah didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan atau pelaksanaan keputusan.
Sehingga Mahkamah Agung berpendapat bahwa mengadili serta mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Ahmad Mu'fatus Sifa'i.
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Nomor 262/B/2021/PT.TUN.MDN, tanggal 3 Februari 2022.
Menguatkan putusan PTUN Bandar Lampung Nomor 24/G/2021/PTUN.BL, tanggal 13 Oktober 2021.
Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal objek sengketa SK UTI Nomor 005/UTI/B.3.3/II/2021 tanggal 22 Februari 2021.
Tentang pemberian skorsing mahasiswa program studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI.
Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Nomor 005/UTI/B.3.3/II/2021 tertanggal 22 Februari 2021.
Tentang pemberian skorsing mahasiswa program studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI.
Diharapkan pihak kampus mengembalikan penggugat pada kedudukan semula sebagai mahasiswa UTI.
Menghukum termohon kasasi membayar biaya perkara pada semua tingkat pengadilan, yang pada tingkat kasasi ditetapkan sejumlah Rp 500.000,00.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Bandar Lampung sangat menghormati putusan kasasi yang diputus oleh Mahkamah Agung.
"Putusan kasasi ini membantah tuduhan rektor melalui SK DO dan skorsing yang diterbitkannya pada mahasiswa," kata Sumaindra
Putusan kasasi ini telah menjawab putusan pada pengadilan tingkat pertama dan banding yang sebelumnya menolak gugatan para mahasiswa.
Bahwa hakim pada PTUN pada tingkat pertama dan banding telah salah dalam menerapkan hukum dan tidak berpihak pada perjuangan mahasiswa terhadap hak atas pendidikan.
Putusan ini adalah buah dari perjuangan panjang mahasiswa yang menjemput keadilan melalui mekanisme konstitusional seorang warga negara yang telah terlanggar haknya.
Selain hak atas pendidikan yang telah direnggut oleh pihak kampus, tudingan atau stigma radikal dan ekstrimis merupakan sebuah kejahatan terhadap keperdataan seseorang.
"Karena ketika seseorang yang dituding bersalah hanya karena prasangka atau diasosiasikan terhadap suatu kejahatan atau tindak pidana tanpa proses peradilan yang adil tentu sangat merugikan," kata Sumaindra.
Terlebih setidaknya hampir dua tahun, mahasiswa harus berjuang menuntut keadilan sembari menyusun harapan untuk masa depan dengan terpaksa melanjutkan kuliahnya di kampus lain yang bahkan itupun mereka sempat di persulit oleh pihak kampus.
Kerugian yang diderita oleh mahasiswa selain materil tentu terdapat kerugian imateril yang juga tidak dapat dinilai.
Oleh karena itu, bahwa putusan kasasi ini juga menjadi batu pijakan berikutnya bagi para mahasiswa untuk melakukan perjuangan yang belum selesai.
Sebab mereka tidak hanya mencari keadilan semata, namun mereka telah menjadi simbol dari perlawanan terhadap pemberangusan kebebasan akademik, berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat seorang mahasiswa di kampus yang otoriter.
Untuk sementara, terhadap perkara yang sedang berjalan bahwa LBH Bandar Lampung juga masih menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Terkait dua mahasiswa yang juga melakukan gugatan terhadap penerbitan SK DO dan Skorsing Rektor Universitas Teknokrat Indonesia. (Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)