Kasus Gagal Ginjal Akut di Lampung
Breaking News Temuan Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Lampung, Bayi 11 Bulan Asal Bandar Lampung
Pemprov Lampung mengkonfirmasi telah menemukan kasus gagal ginjal akut pada anak di Lampung, yakni bayi usia 11 bulan asal Bandar Lampung.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pemprov Lampung mengkonfirmasi telah menemukan kasus gagal ginjal akut pada anak di Lampung.
Temuan kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Lampung Reihana, melalui keterangan visual yang diterima Tribun Lampung, Sabtu (22/10/2022).
"Berkenaan dengan adanya peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak dan balita, Pada Jumat (21/10) telah ditemukan satu kasus gagal ginjal pada anak di Provinsi Lampung," kata Reihana.
Yakni, terus Reihana bayi berusia 11 bulan.
Adapun konfirmasi kasus gagal ginjal akut pada anak perdana di Lampung tersebut ditemukan di Bandar Lampung.
Dengan ditemukannya kasus gagal ginjal akut pada anak itu, Lampung menjadi provinsi ke-23 di Indonesia yang memiliki rekam temuan kasus tersebut.
Baca juga: Remaja Way Kanan Diciduk Polisi setelah Bawa Kabur Anak di Bawah Umur ke Sumsel
Baca juga: Dinas Pertanian Mesuji Siapkan 300 Dosis Vaksin Gratis untuk Cegah Rabies
Daftar 5 Obat Sirup yang Ditarik dari Peredaran Imbas Kasus Gagal Ginjal Akut
Berita terkait, imbas kasus gagal ginjal akut, Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM RI, menginstruksikan 5 obat sirup untuk ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.
Diketahui, BPOM RI perintahkan industri farmasi tarik sejumlah obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG), yang diduga sebagai penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak-anak.
Kandungan EG dan DEG yang ada pada obat sirup tersebut diduga terkait penyakit gagal ginjal akut pada anak-anak, yang sejak Agustus 2022 kasusnya terus meningkat.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG, ditemukan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk sampel.
BPOM menindaklanjuti hasil pengujian tersebut dengan memerintahkan industri farmasi pemilik izin edar untuk menarik sirup obat dari peredaran di Indonesia. Industri farmasi juga diminta memusnahkan seluruh bets produk.
"BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk," kata BPOM dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (20/10/2022).
Berikut 5 produknya yang menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman.
1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.
"Namun demikian, hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut," jelas BPOM.
Kemenkes Minta Apotek Stop Jual Obat Sirup
Di sisi lain, dikutip dari Tribunnews.com, Kemenkes sudah meminta apotek di Indonesia untuk tidak menjual obat sirup bebas dan/atau bebas terbatas untuk sementara waktu.
Imbauan tersebut diungkapkan oleh Dr Syahril selaku Juru Bicara Kemenkes.
"Kementerian Kesehatan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat," jelas Syahril.
Pelarangan penjualan obat sirup ini hingga hasil penelusuran dan penelitian oleh Kemenkes dan BPOM selesai.
Syahril menambahkan bahwa pembatasan ini dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam pencegahan gangguan ginjal akut.
Ia juga mengatakan bahwa sejak Agustus 2022, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat ada peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif tipikal yang tajam pada anak, khususnya di bawah lima tahun.
"Sebelumnya kasus gangguan ginjal akut ini ada, cuma sedikit hanya satu dua setiap bulan, tetapi di akhir Agustus ini terdapat lonjakan kasus," lanjutnya.
Lebih lanjut, Syahril mengungkap hingga 18 Oktober 2022 terdapat sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan.
"Dengan tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen, di mana angka kematian pasien yang dirawat khususnya di RSCM sebagai RS rujukan nasional ginjal itu mencapai 65 persen," paparnya.
"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa berpotensi mengakibat gangguan ginjal akut ini," ujar Juru Bicara Kemenkes Dr Mohammad Syahril, dalam konferensi pers Kemenkes yang dilakukan secara virtual, Rabu (19/10).
Syahril mengatakan, penghentian sementara konsumsi obat sirup ini sudah tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022. Penghentian ini, ujarnya, berlaku untuk semua jenis obat sirup
"Diberhentikan sementara penggunaan sampai selesai penelitian dan penelusuran," ujarnya.
Selain meminta masyarakat untuk tak lagi mengonsumsi obat dalam bentuk sirup, Kemenkes juga meminta para dokter untuk tak lagi meresepkannya untuk sementara waktu.
"Semua obat sirup atau cair, bukan hanya parasetamol," ujarnya.
Di beberapa apotek, obat-obatan dalam bentuk sirup bahkan masih dijual. Seperti di salah satu apotek di daerah Kertasari, Ciamis. Satu botol ukuran isi 60 ml salah satu merek obat cair penurun panas dijual seharga Rp 10.000.
“Kalau yang ini rasa anggur. Yang itu rasa apel hijau, harganya sama,” ujar penjaga apotek sambil memperlihatkan merek obat sirup turun panas lainnya yang dijual di sana. Ini Rp 39.000 per botol, sementara yang ini hanya Rp 7.500 per botol."
Menurut Kabid Promkes Dinkes Ciamis, dr Eni Rohaeni, imbauan penghentian sementara obat-obatan sirup sudah mereka berikan sesuai dengan instruksi Kemenkes.
Masyarakat, ujarnya perlu waspada, terlebih dengan cuaca ekstreem hari-hari ini. Anak-anak mudah terserang demam, batuk, dan pilek.
"Hindari dulu membeli obat sirop,” ujarnya.
( Tribunlampung.co.id / Vincensius Soma Ferrer /Tribunnews )