Berita Terkini Nasional

Kisah Mistis dari Galodo di Sumbar, 2 Jembatan Tak Hancur Dilewati Batu Raksasa

Kisah mistis mewarnai insiden banjir lahar dingin Gunung Marapi, Sumatera Barat, yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia.

Tribunnews.com/Reynas Abdila
Surya, petani terong di Bukik Batabuah saat ditemui usai insiden banjir lahar dingin atau galodo yang melanda hingga Jalan Raya Canduang, Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Sabtu (11/5/2024) malam sekitar pukul 10.00 WIB. Surya melihat ada fenomena mistis yang terjadi dari insiden banjir lahar dingin Gunung Marapi, Sumatera Barat tersebut. 

Tribunlampung.co.id, Bukik Batabuah - Kisah mistis mewarnai insiden banjir lahar dingin Gunung Marapi, Sumatera Barat, yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia.

Adapun insiden banjir lahar dingin tersebut terjadi pada Sabtu (11/5/2024) malam dan sekira pukul 10.00 WIB, banjir lahar dingin itu sampai ke pemukiman warga di Jalan Raya Canduang, Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Baca juga: Identitas 21 Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar Dingin di Sumbar

Surya, petani terong Bukik Batabuah yang ladangnya ikut tertimbun banjir lahar dingin atau galodo melihat fenomena ini sebagai hal mistis.

Pria kelahiran Mandailing Sumatera Utara ini sudah bertahun-tahun lamanya menanam terong di aliran sungai dari Gunung Marapi.

Tidak ada firasat apapun sebelum lahar dingin itu menyeret bebatuan raksasa dari perut Gunung Marapi dan bermuara di wilayah Bukik Batabuah.

“Sebelum kejadian saya masih sempat tanam terong tetapi memang tidak ada tanda-tanda galado akan terjadi malam hari,” ucap Surya kepada Tribun Network, Rabu (15/5/2024).

Melalui temannya, Surya sempat diberitahu bahwa galado kembali terjadi tetapi kali ini lebih besar.

Tempatnya tinggal memang agak jauh dari sungai sehingga dia menganggap kabar dari temannya itu sambil berlalu. 

“Bercanda saja mana mungkin bisa sore tadi di sungai tidak ada tanda-tanda galado hanya ada anak-anak main kejar kayu tonggak tomat,” pikir pria berambut gondrong itu.

Hingga pada pagi harinya, Surya bergegas menuju ke ladang tanaman terongnya.

Tak disangka-sangka kondisi di Bukik Batabuah hancur lebur.

Surya mengaku tidak percaya bagaimana bisa bebatuan raksasa ini sampai ke bawah.

Sementara ada dua jembatan yang hanya bisa dilalui satu mobil masih utuh tidak hancur.

“Bagi saya ini misteri kan ndak mungkin batu-batu ini datang dari langit sedangkan dua kilometer sebelumnya ada dua jembatan masih utuh penghubung ke Kubang Putiah,” ungkapnya.

Menurutnya, kalaulah batu-batu besar dan kayu besar ini turun berbarengan kemungkinan tertahan di jembatan sebelumnya.

“Ku tengok ndak ada satupun di jalan itu kayu tonggak yang luber ke jalan, bengong pula saya,” imbuhnya dengan logat Sumatera.

Surya menyandingkan fenomena ini dengan cerita air mata Ibu Malin Kundang yang berubah menjadi batu.

“Sampai sekarang tidak ada yang tahu batu Malin Kundang itu jenis batu apa,” ucapnya.

Dia menekankan bahwa peristiwa ini adalah pengingat bahwa alam dan semesta milik Tuhan Yang Mahasa Kuasa.

Selain batu-batuan berdiameter besar, sejumlah batang pohon tua dan kayu juga ikut terbawa galado.

Surya berharap kondisi yang dialami warga Bukik Batabuah mendapat perhatian serius dari pemerintah. 

Ratusan Hektar Sawah Rusak

Banjir lahar dingin Gunung Marapi merusak ladang sawah petani yang tertimbun sedimen lumpur material batu dan kayu besar.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kabupaten Agam Syatria menjelaskan, hamparan sawah dilanda banjir lahar dingin diperkirakan ratusan hektar.

Hingga kini petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Agam sedang melakukan pendataan di lapangan.

“Hamparan sawah yang tertimbun material banjir berupa batu dan kayu itu cukup luas,” terang Syatria di Posko utama berlokasi di SD Negeri 08 Kubang Duo Koto Panjang Bukik Batabuah.

Sebagian sawah ada yang sudah siap panen, ada juga baru bercocok tanam dan akan panen.

Dampak dari pascabanjir lahar dingin membuat masyarakat mengalami kerugian cukup besar disamping lahan pertanian dan kolam ikan serta tempat berusaha.

Guru Honorer Terseret Banjir Lahar Dingin

Seorang guru honorer menjadi korban banjir bandang dan lahar dingin di Sumatera Barat (Sumbar) hingga terseret sejauh 72 kilometer.

Bahkan, jasad guru honorer tersebut ditemukan mengapung di Pantai Pasir Jambak, Koto Tangah, Padang, Sumatra Barat, Minggu (12/5/2024).

Guru honorer perempuan berinisial RY (36) itu menjadi satu dari puluhan korban meninggal akibat banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatra Barat, Sabtu (11/5/2024).

Guru honorer di Padang Panjang itu awalnya dilaporkan hilang terseret banjir pada Sabtu malam.

Diduga RY terseret arus sungai sepanjang 72 kilometer dari Padang Panjang melewati Padang Pariaman hingga akhirnya ditemukan di Pantai Pasir Jambak, Padang.

Demikian disampaikan Kasi Humas Polresta Padang, Ipda Yanti Delvina saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/5/2024).

"Benar, ada penemuan mayat perempuan mengapung di Pantai Pasir Jambak. Awalnya kita tidak tahu itu korban banjir Padang Panjang," katanya.

Yanti menjelaskan, jasad korban ditemukan pertama kali oleh nelayan.

Nelayan itu lantas melaporkan temuan tersebut ke warga lainnya, lalu diteruskan ke Polsek Koto Tangah, Padang.

Mendapat laporan tersebut, petugas Polsek Koto Tangah langsung menuju ke lokasi.

Setelah dievakuasi oleh tim SAR, jasad perempuan itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Padang.

"Awalnya kita tidak mengetahui identitasnya, hanya memiliki ciri-ciri ada tahi lalat di belakang kepala," ungkap dia.

Setelah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Panjang, dipastikan jasad itu merupakan korban banjir bandang asal Padang Panjang.

"Jenazah korban akhirnya dibawa pihak keluarga untuk dimakamkan," terangnya.

Imbauan BMKG

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat di Sumatera Barat (Sumbar) untuk menghindari atau menjauhi lereng-lereng bukit atau gunung yang rawan longsor.

Hal tersebut lantaran hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Sumbar masih berpotensi terjadi selama sepekan ke depan atau hingga 22 Mei 2024.

Diketahui, banjir bandang dan lahar dingin di sekitar Gunung Marapi, Sumbar, terjadi pada Sabtu (11/5/2024). Insiden tersebut mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia.

Imbauan tersebut disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan persnya pada Senin (13/5/2024).

"Prospek cuaca selama satu pekan ke depan masih berpotensi diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat," kata Dwikorita.

Berdasarkan analisa BMKG, hingga tanggal 13 Mei 2024 berpotensi terjadinya hujan dengan intesitas sedang hingga lebat.

Kemudian, pada tanggal 14 Mei diperkirakan ada penurunan intensitas hujan menjadi ringan.

Selain itu, pada tanggal 15-17 Mei 2024 diprediksi akan terjadi peningkatan curah hujan lagi hingga tanggal 22 Mei 2024.

"Artinya kewaspadaan terhadap terjadinya banjir lahar hujan, juga Galodo atau banjir bandang serta longsor ini masih akan berlanjut paling tidak hingga tanggal 17-22 Mei atau sepekan ke depan," ungkapnya.

Untuk itu, masyarakat diiimbau untuk menghindari atau menjauhi lereng-lereng bukit atau gunung yang rawan longsor.

Lebih lanjut, Dwikorita juga mengimbau masyarakat untuk terus memonitor informasi BMKG serta memantau prakiraan cuaca dan peringatan dini yang selalu dikeluarkan resmi BMKG setiap hari beberapa kali.

Dwikorita pun merekomendasikan untuk dilakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Sumbar.

Menurutnya, TMC dengan cara menabur zat NaCl atau garam ke langit menggunakan pesawat, merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan potensi cuaca ekstrem.

Sebagai informasi, banjir bandang, banjir lahar hujan dan longsor yang melanda tiga kabupaten/kota di Sumbar disebabkan oleh hujan lebat.

Adapun berdasarkan analisa BMKG per tanggal 6 Mei 2024, telah terdeteksi adanya pola sirkulasi siklonik di sebelah barat Aceh yang berpotensi memicu pertumbuhan awan hujan secara intensif.

Sementara terkait lahar gunung, BMKG menjelaskan bahwa material lahar tersebut berasal dari material erupsi Gunung Marapi beberapa waktu lalu yang masih mengendap di lereng bagian atas gunung."

"Kemudian hanyut terbawa air hujan ke arah hilir, hingga menerjang tiga kabupaten yang berada di sekitarnya.

( TRIBUNLAMPUNG.CO.ID / Tribunnews.com )

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved