Berita Terkini Nasional
Fakta Baru dari Rekonstruksi Kasus Agus Buntung, Pemilihan Kamar Jadi Sorotan
Fakta terungkap dari rekonstruksi kasus pelecehan asusila yang dilakukan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung, terutama terkait pemilihan kamar.
Tribunlampung.co.id, Mataram - Fakta baru terungkap dari rekonstruksi kasus pelecehan asusila yang dilakukan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung, terutama terkait pemilihan kamar.
Diketahui, polisi menggelar rekonstruksi kasus dugaan pelecehan asusila yang dilakukan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung, Rabu (11/12/2024).
Agus Buntung merupakan pria difabel yang disebut merudapaksa seorang wanita yang berstatus mahasiswi di NTB viral di media sosial dan kini menjadi perbincangan publik. Pria disabilitas asal Kota Mataram inisial IWAS alias Agus diduga melakukan tindak pidana pelecehan asusila, bahkan korbannya disebut-sebut lebih dari satu orang.
Adapun proses rekonstruksi dilakukan di tiga tempat, yakni di Taman Udayana, Islamic Center dan Nang's Homestay.
Agus dihadirkan langsung dalam proses tersebut.
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyebut Agus memperagakan 49 adegan dalam rekonstruksi.
"Jelas pasti ada (fakta baru), karena dari yang kita skenariokan 28 adegan menjadi 49 adegan," kata Kombes Pol Syarif Hidayat, Rabu (11/12/2024) dikutip dari Tribun Lombok.
Syarif mengatakan, semua fakta-fakta baru yang terungkap dalam proses rekonstruksi akan menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum dalam persidangan nantinya.
Satu di antaranya mengenai di tempat kejadian perkara (TKP) Nang's Homestay.
Rekonstruksi dilakukan di dalam kamar Homestay nomor 6 dilakukan secara tertutup.
Syarif mengatakan, ada perbedaan keterangan antara korban dengan tersangka.
"Ada dua versi kalau menurut korban tersangka yang lebih aktif, kalau menurut tersangka korban yang lebih aktif," kata Syarif.
Penjaga Homestay: Agus Selalu Pesan Kamar Nomor Enam
Penjaga Nang's Homestay, I Wayan Kartika, mengakui tersangka Agus sering membawa perempuan yang berbeda ke tempatnya itu.
Bahkan dalam sepekan bisa tiga sampai lima orang yang berbeda-beda.
Wayan pun mengungkap setiap membawa perempuan, Agus selalu memesan kamar nomor enam.
Kamar itu diketahui berada di pojok.
"Di pojok itu," kata Wayan.
Kronologi Versi Agus
Sebelumnya, Agus bercerita, mulanya ia meminta bantuan seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus, namun Agus diturunkan di homestay.
"Saya ceritain setelah saya sampai home stay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," kata Agus, Minggu (1/12/2024).
Pria yang tak memiliki kedua tangan itu tak berdaya dan datang lagi seorang perempuan ke kamar.
"Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh," bebernya.
Agus mengaku, tak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal namun dituding melakukan kekerasan asusila.
"Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan asusila sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya," ungkapnya.
Meski perempuan tersebut tak mengancamnya, Agus tak berani berteriak dan melakukan perlawanan.
"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak," pungkasnya.
Kronologi Versi Korban
Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.
Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada 7 Oktober 2024 lalu.
Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.
Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.
"Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu," tuturnya, Senin (2/12/2024).
Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.
"Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban," lanjutnya.
Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan.
Pandangan Psikolog
Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) NTB, Lalu Yulhaidir, menyatakan bahwa individu penyandang disabilitas tidak berbeda secara psikoasusila dengan nondisabilitas.
"Perbedaan hanya terjadi dalam hal pubertas," ujarnya, Senin, 2 Desember 2024.
Ia menambahkan bahwa pelaku bisa melakukan manipulasi emosi untuk menggaet korbannya.
Salah satu korban, melalui anggota Koalisi Anti Kekerasan asusila NTB, Rusdin Mardatillah, melaporkan bahwa Agus mengancam akan membongkar aibnya jika tidak mengikuti permintaannya untuk melakukan ritual mandi wajib.
Klarifikasi Polda NTB
Polda NTB mengklarifikasi bahwa Agus bukan tersangka rudapaksa, melainkan pelecehan asusila.
"Kami menangani perkara pelecehan asusila secara fisik," tegas Kombes Syarif Hidayat.
Kasus ini diatur dalam Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan asusila (TPKS), bukan KUHP Pasal 385.
Hingga kini, kasus pelecehan yang menjerat Agus masih berlanjut, dengan laporan terbaru menyebutkan bahwa 15 wanita menjadi korban, termasuk yang masih di bawah umur.
Agus kini berstatus sebagai tahanan kota setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Dari total 15 korban yang telah melapor ke KDD, tiga di antaranya masih berusia di bawah umur.
Jumlah korban yang telah diperiksa oleh tim penyidik Unit PPA Polda NTB hingga saat ini berjumlah tujuh orang.
"Kalau kemarin 13, ini ada tambahan 2 yang menyampaikan ke KDD, tapi kami menginginkan agar korban-korban itu mau melapor dan di-BAP," tambah Joko.
Dua korban baru ini bahkan ada video dugaan pelecehan yang dilampirkan sebagai barang bukti.
Selain rekaman rekaman video, ada pula bukti baru rekaman suara.
Joko juga mengungkapkan bahwa dua korban telah menyerahkan barang bukti kepada polisi, berupa rekaman video dan rekaman suara.
"Jadi satu tadi adalah rekaman video, tetapi tidak ada gambarnya. Yang ini hanya rekaman suara saat saudara AG melakukan proses grooming dan manipulasi," ujarnya.
KDD tengah berkoordinasi secara terintegrasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan, serta Dinas Sosial untuk kelanjutan kasus pelecehan asusila yang melibatkan tersangka penyandang disabilitas tuna daksa tersebut.
"Nantinya kasus ini akan terus berjalan dan tahanan rumah tidak akan lagi dipakai.
Kami juga akan memikirkan langkah-langkah berikutnya," tegas Joko.
Sebelumnya, Polda NTB telah menemukan dua alat bukti dan menetapkan AG sebagai tersangka dugaan pelecehan asusila.
Saat ini, tersangka AG masih menjalani tahanan rumah.
Polisi menyebutkan bahwa dugaan kekerasan asusila ini terjadi di sebuah home stay di Kota Mataram pada 7 Oktober 2024 sekitar pukul 12.00 Wita.
Tersangka dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan asusila (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.
( Tribunlampung.co.id / TribunLombok.com / Tribunnews.com )
Siswi SMA Tewas Tertabrak Mobil Kapolres saat Mengendarai Motor Menyeberang Jalan |
![]() |
---|
9 Tahun Pacaran Tak Dinikahi Wanita Tuntut Ganti Rugi Mantan Kekasih Rp 1 Miliar |
![]() |
---|
Kronologi Kasus Kacab Bank BUMN Tewas, 15 Orang Terlibat Pembunuhan |
![]() |
---|
427 Murid Keracunan setelah Santap MBG Menu Bakso, Jagung dan Mi |
![]() |
---|
Modus Sebenarnya Bripda Alvian Bunuh Putri Apriyani masih Didalami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.