Wawancara Khusus
Akademisi Itera Arief Rahman: Benahi Aliran Sungai untuk Atasi Banjir
Di Bandar Lampung saja, terdapat 1.130 rumah terdampak banjir. Selain itu, banjir juga menyebabkan 3.973 warga ikut terkena dampaknya.
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Tingginya curah hujan membuat sejumlah wilayah di Lampung mengalami musibah banjir.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung, sedikitnya ada enam kabupaten/kota di Lampung yang terdampak banjir, yakni Lampung Tengah, Lampung Timur, Pesawaran, Lampung Selatan, Pesisir Barat, dan Bandar Lampung.
Di Bandar Lampung saja, terdapat 1.130 rumah terdampak banjir.
Selain itu, banjir juga menyebabkan 3.973 warga ikut terkena dampaknya.
Lantas, apa penyebab banjir di Lampung.
Berikut wawancara khusus Pemimpin Redaksi Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah bersama dosen teknik geomatik Itera Arief Rahman, Jumat (24/1/2025).
Terkait banjir di Bandar Lampung, Anda melihatnya seperti apa?
Banjir yang terjadi tahun ini cukup besar dibanding tahun sebelumnya.
Penyebab banjir sendiri karena curah hujan tinggi dan alur air tersumbat, sehingga terjadi genangan di area-area dataran rendah.
Apa yang harus dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi banjir susulan?
Masyarakat harus siaga menghadapi curah hujan yang tinggi. Salah satu caranya harus rutin melihat info BMKG.
Karena berdasarkan prediksi, hujan dengan curah tinggi akan terjadi hingga akhir Febuari 2025. Kemudian masyarakat harus melakukan mitigasi sumber air dari mana dan dapat dilakukan semacam pengantisipasian.
Apa faktor utama penyebab banjir di Lampung?
Peradaban kita ini adalah sungai. Di Lampung, jumlah sungai, berdasarkan data, cukup banyak.
Terbukti dengan hampir seluruh kabupaten/kota se-Lampung ada desa atau kampung yang dinamakan “way”. Way ini adalah air yang mengalir.
Dengan naiknya volume penduduk, tentu sungai-sungai yang seharusnya mengalir dengan lancar justru terhambat dan mengakibatkan banjir. Jadi penyebab banjir di antaranya adanya hambatan aliran sungai.
Lalu banyak sungai yang mestinya mengalir justru berubah haluan karena ada bangunan baru. Ketika kita tidak peduli dan concern terhadap sungai ini, dipastikan banjir akan terus terjadi.
Ada juga aliran sungai yang tidak nampak air ketika kemarau. Pada saat musim hujan, tempat yang mestinya jadi jalan air justru telah tersumbat sehingga banjir terjadi. Maka perlu membuka peta lama membenahi aliran sungai dari hulu ke hilir.
Di negara-negara besar, China misalnya, ada Sponge City. Itu dibangun untuk mengatasi banjir. Apakah bisa dilakukan di Indonesia?
Kita bisa coba untuk level tertentu. Karena untuk membuat konsep seperti itu tentu dibutuhkan anggaran yang sangat besar. Berbicara di China, mereka membongkar kota supaya natural dan membuat Sponge City, dan tidak berhenti di situ.
Sebelum dibangun sebuah gedung, analisis dampak lalu penghitungan air diukur secara matang. Jadi China menerapkan kota penyerap air.
Kita bisa saja. Tapi tentu masalah utama pembebasan lahan, kemauan masyarakatnya. Namun hal yang paling mudah dilakukan untuk mengatasi banjir ini investigasi sumber air, perbaiki alurnya, sehingga tidak terpisah ke mana-mana. Peran masyarakat diperlukan. Perawatan sungai harus lebih sering dilakukan.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)
Putar Musik Wajib Bayar? Eksklusif Bersama Yanvaldi Yanuar |
![]() |
---|
Novriwan Jaya Bicara soal Bolo Ngarit untuk Majukan Peternakan di Tulangbawang Barat |
![]() |
---|
Jody Saputra Ingin Mesuji Punya Brand Beras Sendiri |
![]() |
---|
Makanan Bergizi Tak Harus Mahal, Eksklusif Bersama Wakil Ketua DPD PCPI Lampung |
![]() |
---|
UMKM Masih Gratis Pakai QRIS, Eksklusif Bersama KPwBI Lampung Bimo Epyanto |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.