Berita Terkini Nasional

Kasasi JPU Ditolak MA, Septia Tidak Terbukti Cemarkan Nama Baik Jhon LBF

MA menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis bebas Septia Dwi Pertiwi dalam kasus pencemaran nama baik

Editor: taryono
Tribunnews/Mario Christian Sumampow
SEPTI BEBAS- Sejumlah massa berkumpul di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024). Mereka melakukan aksi demo untuk mendukung pembebasan Septia Dwi Pertiwi, eks karyawan Jhon LBF, dari tuntutan satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis bebas Septia Dwi Pertiwi dalam kasus  pencemaran nama baik mantan atasannya di PT Hive Five yakni Hendry Kurnia Adhi alias Jhon LBF.

"Amar putusan: Tolak. Tolak kasasi penuntut umum," demikian bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA, Senin (14/7/2025).

Adapun kasasi yang diputus pada Kamis (4/7/2025 lalu itu diadili Ketua Majelis Yohanes Priyana. 

Sedangkan bertindak sebagai anggota yakni Tama Ulinta BR Tarigan dan H Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

Alhasil dengan adanya putusan ini maka vonis bebas yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Septia kini telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Divonis Bebas

Sebelumnya, Ketua majelis hakim Saptono memutuskan Septia Dwi Pertiwi tak terbukti melakukan pencemaran nama baik terhadap Henry Kurnia Adhi Sutikno atau John LBF selaku bos PT Lima Sekawan Indonesia. 

Dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan Terdakwa Septia Dwi Pertiwi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa JPU

 "Dalam dakwaan alternatif pertama primer, dakwaan alternatif pertama subsider dan dakwaan alternatif kedua jaksa penuntut umum," kata hakim Saptono di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025). 

Atas hal itu majelis hakim memutuskan membebaskan terdakwa Septia Dwi Pertiwi. 

"Membebaskan Terdakwa Septia Dwi Pertiwi oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum," kata hakim Saptono. 

"Memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," putusnya. 

Duduk Perkara Septia Vs Jhon LBF

Sebagai informasi, Septia menjadi terdakwa dalam sidang pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ia dikasuskan oleh Henry Kurnia Adhi Sutikno atau John LBF selaku bos PT Lima Sekawan Indonesia. 

Jhon LBF merasa dirugikan atas informasi yang disebarkan Septia terkait perusahaannya.

Diketahui, Septia mengungkapkan ihwal pemotongan upah sepihak, pembayaran di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), jam kerja berlebihan, serta tidak adanya BPJS Kesehatan dan slip gaji melalui akun X (Twitter) miliknya. 

John LBF kemudian melaporkan cuitan Septia itu ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pelanggaran UU ITE.

Menurut catatan, Septia ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 26 Agustus 2024 tanpa alasan yang jelas. 

Ia kemudian menjadi tahanan kota pasca persidangan yang digelar pada 19 September 2024. 

Ia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait pencemaran nama baik dan Pasal 36 UU ITE, yang dapat berujung pada ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun.

Dampak psikologis

Sebelumnya, Septia sempat mengungkap bagaimana kasus hukum yang menjeratnya berdampak signifikan pada aspek kehidupan pribadi, terutama beban psikologis dan ekonomi yang dialaminya.

  Dengan nada suara yang berat dan sesekali menarik nafas panjang, Septia menceritakan ihwal saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 5 Januari 2024, hanya seminggu setelah ayahnya meninggal pada 29 Desember 2023.

“Tepat seminggu setelah meninggalnya ayah saya, saya ditetapkan menjadi tersangka di tanggal 5 Januari 2024,” ungkap Septia dengan suara bergetar dalam sidang pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024). 

Beban yang ia hadapi semakin berat ketika ia diharuskan melapor setiap minggu selama delapan bulan.

Hal ini menambah tekanan pada Septia, yang merasa harus berjuang untuk menghidupi keluarganya sambil menghadapi proses hukum yang mempengaruhi karir dan kesejahteraannya.

“Ibu saya sudah tidak dalam usia produktif lagi untuk bekerja. Otomatis saya merupakan tulang punggung keluarga,” katanya. 

 Tidak hanya itu, Septia juga menceritakan bagaimana kasus ini hampir menggagalkan rencana pernikahannya yang sudah dipersiapkan selama lebih dari satu tahun. 

“Bahkan, pernikahan yang telah saya siapkan sejak 1 tahun lebih dengan pasangan saya nyaris batal jika tidak ada kemurahan hati Majelis Hakim memberikan untuk menjadikan saya tahanan kota,” katanya.

Beban ekonomi dan psikologis yang ia hadapi menjadikan kasus ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan pribadi yang berat.

Septia berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan semua aspek ini dalam memutuskan nasibnya. 

"Saya tidak akan melakukan hal konyol yang membahayakan diri saya. Jangan menempatkan tuduhan ke publik bila saya tidak memiliki dasar yang kuat," ujarnya.

Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFENet, Hafizh Nabiyyim saat menggelar aksi solidaritas untuk Septia di PN Jakarta Pusat mengungkap kekecewaannya atas tuntutan jaksa terhadap Septia.

“Kita tentu kecewa lah (terhadap tuntutan jaksa). Tapi kita optimis, hakim akan bisa jernih dalam melihat permasalahan ini. Bisa jujur, kita berharap banyak sama majelis hakim,” ujar Haffizh, Rabu (18/12/2024). 

“Karena ini bukan hanya menyangkut Septia yang sudah sangat tertekan secara ekonomi, mungkin secara psikologis, tapi ini menyangkut jutaan pekerja Indonesia lainnya yang mengalami apa yang juga telah dialami septia di Hive Five," sambungnya.

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari unggahan Septia di media sosial yang dinilai merugikan pihak pelapor, yakni mantan bosnya sendiri, Jhon LBF. 

Kasus yang menjerat Septia berawal saat ia mengungkap pemotongan upah sepihak, pembayaran di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), jam kerja berlebihan, serta tidak adanya BPJS Kesehatan dan slip gaji melalui akun X (Twitter) miliknya. 

Buntut dari cuitan tersebut, Septia pun dilaporkan mantan bosnya Jhon LBF ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik seperti yang tertuang asal 27 ayat 3 Jo Pasal 36 Jo Pasal 51 Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kini Septia dituntut 1 tahun penjara  dan denda 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan dalam kasus pencemaran nama baik.

Saat membacakan berkas tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Septia terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dengan mendistribusikan informasi elektronik atau Dokumen Elektronik yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved