3 Dosa Besar yang Buat Kopda Bazarsah Harus Bersiap Bertemu Algojo Penembak Mati

Tiga dosa besar Kopda Bazarsah, penembak 3 anggota polisi Lampung, di arena judi sabung ayam, membuatnya harus bersiap bertemu algojo penembak mati.

Kolase Sripoku.com / Syahrul Hidayat
KELUARGA KORBAN -- Dari kiri ke kanan; Suryalina ibu Briptu Anumerta Ghalib, Milda Dwiyani istri almarhum Aipda Anumerta Petrus Ariyanto, dan Sasnia, istri almarhum Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusiyanto menangis sambil memegang foto korban semasa hidup, Senin (30/6/2025). Sebelum sidang dimulai Pengadilan Militer I-04 Palembang, keluarga tampak memegang terus foto tersebut dan terdakwa Kopda Bazarsah. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Palembang - Tiga dosa besar Kopda Bazarsah, penembak 3 anggota polisi Way Kanan, Lampung, di arena judi sabung ayam, membuatnya harus bersiap bertemu algojo penembak mati.

Ya, Kopda Bazarsah divonis hukuman mati oleh majelis hakim atas tindakannya. Vonis terhadap Kopda Bazarsah tersebut dibacakan hakim saat sidang putusan di Pengadilan Militer I-04 Palembang terasa senyap pada Senin (11/8/2025).

Dikutip dari Sripoku.com, palu hakim yang diketuk oleh Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto berdentang berat, menandai akhir dari perjalanan karier militer dan kehidupan Kopral Dua (Kopda) Bazarsah.

Vonis dijatuhkan hukuman mati dan pemecatan tidak dengan hormat dari dinas Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Putusan ini bukan sekadar balasan atas satu tindak pidana. Ia adalah akumulasi dari serangkaian pengkhianatan yang dinilai majelis hakim telah merusak citra institusi, mengoyak sinergi antar aparat negara, dan menebar racun di tengah masyarakat yang seharusnya ia bina.

Majelis hakim tidak menemukan satu pun alasan untuk meringankan hukumannya.

"Nihil," begitu kata hakim. Sebaliknya, tiga aspek pemberat menjadi pilar utama yang menopang putusan maksimal tersebut.

Dosa Pertama: Mengkhianati Sumpah Prajurit

Bagi seorang prajurit, sumpah dan tugas adalah segalanya. Negara mendidik dan melatih mereka untuk menjadi garda terdepan pertahanan dan kedaulatan NKRI.

Namun, menurut majelis hakim, Kopda Bazarsah telah menginjak-injak tugas mulia itu.

"Terdakwa selaku seorang prajurit TNI telah dididik, dilatih, dan dipersiapkan oleh negara untuk mengemban tugas mulia," ujar Ketua Hakim Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto.

Namun, amanah itu dikhianati. Alih-alih menjaga keamanan, Bazarsah justru menjadi otak di balik penyelenggaraan perjudian, menyalahgunakan senjata api ilegal, yang puncaknya berujung pada hilangnya nyawa tiga orang anggota Polri dari Polres Way Kanan dan Polsek Negara Batin.

Perbuatannya dinilai menjadi pukulan telak bagi hubungan antar institusi. "Terdakwa dinilai telah merusak sinergitas TNI-Polri dan masyarakat," sambung hakim.

Di saat soliditas aparat negara menjadi kunci stabilitas, tindakan Bazarsah justru menciptakan luka dan ketidakpercayaan.

Dosa Kedua: Teladan yang Menjadi Biang Kerok

Sebagai seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa), Kopda Bazarsah seharusnya menjadi panutan, mata, dan telinga terdepan TNI di lingkungan masyarakat.

Tugasnya adalah membina warga, menjadi contoh disiplin, dan menciptakan rasa aman. Kenyataannya, ia melakukan hal yang sebaliknya.

Majelis hakim menyoroti bagaimana Bazarsah secara aktif dan terang-terangan menyuburkan praktik perjudian.

Ia tidak hanya terlibat, tetapi juga mempromosikannya melalui media sosial. Ironisnya, keberadaannya sebagai anggota TNI aktif justru menjadi "jaminan keamanan" bagi para penjudi.

Mereka merasa terlindungi oleh seragam yang seharusnya memberantas penyakit masyarakat tersebut.

Catatan kriminalnya pun tak bersih. Bazarsah sebelumnya pernah terjerat dalam perkara jual beli senjata api rakitan ilegal dan telah dijatuhi sanksi oleh pengadilan militer.

Ini menunjukkan adanya pola pelanggaran hukum yang berulang, sebuah tanda bahwa pembinaan dan sanksi sebelumnya gagal menyadarkannya.

Dosa Ketiga: Aksi Brutal 

Aspek perbuatan menjadi pamungkas dari daftar dosanya. Penembakan tiga polisi bukan terjadi dalam kevakuman.

Itu adalah puncak dari serangkaian pelanggaran lain. Amunisi tajam yang ia gunakan untuk menghabisi nyawa para korban tidak hanya berasal dari rekannya, Kopda Zeni Erwanta, tetapi juga diperoleh dengan cara licik.

Fakta di persidangan mengungkap bahwa Bazarsah tega mengambil amunisi sisa latihan menembak di kesatuannya sebuah tindakan pencurian aset negara yang sangat berbahaya.

Tak berhenti di situ, saat rumahnya digeledah oleh penyidik Denpom II/3 Lampung, ditemukan lebih banyak lagi munisi tajam ilegal yang ia simpan.

"Perbuatan terdakwa mengakibatkan hilangnya nyawa tiga orang anggota Polri dan membuat keluarga merasakan kepedihan mendalam," tegas majelis hakim.

Pada akhirnya, di hadapan sifat, motivasi, dan akibat perbuatannya yang fatal, majelis hakim tidak memiliki ruang untuk belas kasihan dengan menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa. 

Ajukan Banding

Usai dijatuhi hukuman mati dan dipecat dari dinas militer, Kopda Bazarsah kini menggantungkan nasibnya pada upaya banding.

Langkah hukum ini menjadi jalan terakhir bagi pelaku penembakan tiga polisi di Way Kanan, Lampung, untuk membatalkan vonis berat yang dijatuhkan oleh Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (11/8/2025).

Tim penasihat hukum Kopda Bazarsah yang dipimpin oleh Kolonel CHK Amir Welong SH mengumumkan rencana pengajuan banding tersebut.

Mereka memiliki waktu delapan hari, hingga 19 Agustus 2025, untuk menyusun dan melayangkan materi banding ke Pengadilan Tinggi Militer Medan, Sumatera Utara.

Pengadilan Militer Tinggi berfungsi sebagai pengadilan tingkat banding untuk perkara-perkara pidana yang sebelumnya diputus di tingkat Pengadilan Militer.

Artinya, jika seseorang tidak puas dengan putusan Pengadilan Militer, mereka bisa mengajukan banding ke Pengadilan Militer Tinggi.

Jadi, dalam kasus Kopda Bazarsah, pengajuan bandingnya akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Militer Medan karena putusan awalnya dijatuhkan oleh pengadilan militer di Palembang, yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan Tinggi Militer I Medan.

"Dari awal kami memberikan pendampingan hukum sampai vonis ini. Terdakwa ini meskipun salah, tetap manusia biasa punya keluarga," ungkap Amir Welong usai persidangan.

Ia juga menambahkan bahwa timnya berkeyakinan dakwaan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tidak terbukti secara kuat.

Seluruh argumen ini akan menjadi poin utama dalam materi banding yang mereka siapkan.

Di sisi lain, Oditur Militer I-05 Palembang menerima putusan tersebut. Kepala Oditur Militer Kolonel Kum Eni Sulisdawati menyatakan bahwa mereka telah menyusun dakwaan secara kumulatif dan merasa puas dengan putusan yang ada.

Kejadian ini berawal dari penggerebekan lokasi judi sabung ayam yang dilakukan oleh tim kepolisian pada 17 Maret 2025.

Pada hari itu, 17 personel Polres Way Kanan mendatangi lokasi judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin.

Saat tiba di lokasi, mereka tiba-tiba ditembaki oleh orang tak dikenal. Tiga anggota polisi menjadi korban dan gugur di tempat, yaitu Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, dan Bripda M. Ghalib Surya Ganta.

Penyelidikan kemudian mengarah pada Kopda Bazarsah sebagai pelaku penembakan.

Ia merupakan anggota TNI yang diduga terlibat dalam kegiatan judi sabung ayam tersebut.

Bazarsah didakwa melakukan pembunuhan berencana, memiliki senjata api ilegal, dan terlibat dalam perjudian ilegal.

Pada 11 Agustus 2025, Pengadilan Militer I-04 Palembang menjatuhkan vonis mati kepada Kopda Bazarsah. Putusan ini sesuai dengan tuntutan oditur militer yang juga meminta Bazarsah dipecat dari dinas TNI.

Selain Bazarsah, seorang anggota TNI lain, Peltu Yun Herry Lubis, juga divonis 3,5 tahun penjara dan dipecat dari TNI karena perannya dalam kasus judi sabung ayam yang sama.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved