TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa, mengecam Pasal 57 ayat 3 huruf a tentang pemilihan kepala daerah yang mengatur syarat tambahan bahwa pemilih adalah orang yang sedang tak terganggu kesehatan jiwanya.
Yeni menilai pasal tersebut dianggap mendiskriminasi kaum disabilitas dan para pembuat kebijakan telah keliru memaknai kesehatan jiwa seseorang tapi sesungguhnya tak mengerti tentang kesehatan jiwa.
"Pada pemilu sebelumnya tidak ada pasal tersebut. Kok sekarang malah ada lagi? Jelas saja kami tidak setuju, ini sama saja membatasi hak warga negara," ujar Yeni di LBH, Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Menurut Yeni kesehatan adalah hal yang sangat fluktuatif dan tidak dapat diprediksi. Seseorang yang saat ini mendapat perawatan di rumah sakit jiwa, bisa saja dinyatakan sehat saat pilkada berlangsung.
"Sebaliknya, bisa jadi ada seseorang yang sebelum pemilihan terus tiba-tiba stress dan sakit. Apa yang seperti itu masih boleh memilih? Makanya pasal ini sebenarnya tidak perlu," tambah dia.
Dokter spesialis jiwa, Irmansyah, mengatakan orang yang terganggu kesehatan jiwanya masih dapat memilih dalam pilkada. Karena petugas rumah sakit dan lembaga-lembaga yang menaungi mereka siap membantu proses pemilihan.
"Kami siap membantu dan mengedukasi orang yang terganggu kesehatan jiwanya. Disitulah memang yang menjadi tugas kami," kata Irmasnyah.
Yeni sangat berharap Komisi Pemilihan Umum dapat menyediakan TPS bagi rumah sakit dan yayasan tempat menampung orang yang kesehatan jiwanya terganggu. Jangan sampai KPU tak peduli hak konstitusional warga negara.