Muhammad Ali Wafat

Ternyata, Muhammad Ali Jadi Petinju Gara-gara Sepeda BMX

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi legenda tinju Muhammad Ali memburuk yang membuatnya tidak bisa berbicara, kata saudara Ali, Rahman.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ada satu fakta yang mungkin tak banyak diketahui publik, yakni cikal bakal menjadi petinju, ternyata gara-gara sepeda BMX.

Kok bisa? Begini kisahnya.

Muhammad Ali memiliki segudang kisah masa lalu, dan satu di antaranya adalah cikal bakal ia menjadi seorang petinju.

Seperti dikutip dari Wikipedia, Muhammad Ali yang sebelumnya memiliki nama Cassius Marcellus Clay Jr.

Ayahnya bernama Cassius Marcellus Clay Sr, ia seorang pelukis billboard (papan iklan) dan rambu lalu lintas, dan ibu Odessa Grady Clay, seorang pencuci pakaian.

Kisah tersebut berawal pada usia 12 tahun, Clay jr melapor kepada polisi bernama Joe Martin, bahwa sepeda BMX barunya dicuri orang.

Joe Martin, yang juga seorang pelatih tinju di Louisville, mengajari Clay kecil cara bertinju, agar dapat menghajar si pencuri sepeda.

Clay kecil sangat antusias berlatih tinju di bawah bimbingan Martin.

Upayanya berlatih tinju membuahkan hasil, Clay kecil menekuni bidang itu. Lalu pada 1960, ia meraih medali emas kelas berat ringan Olimpiade 1960 di Roma, Italia.

Pada 29 Oktober 1960, itu adalah debut pertamanya di ring profesional.

Ia menang angka enam ronde atas Tunney Hunsaker.

Lalu pada 25 Februari 1964, Clay merebut gelar juara dunia kelas berat, dengan menang TKO ronde 7 dari 15 ronde yang direncanakan, atas Sonny Liston di Florida, Amerika Serikat.

Liston mengalami cedera pada leher, yang membuatnya mengundurkan diri dari pertandingan.

Segera setelah menang atas Liston, Clay memproklamasikan agama dan nama barunya, Muhammad Ali, serta masuknya dia dalam kelompok Nation of Islam (NOI) yang kontroversial.

Pada buku biografi Ali yang diluncurkan pada 2004, Ali mengaku sudah tidak bergabung dengan NOI, tapi bergabung dengan jamaah Islam Sunni pada 1975.

Fakta pada 25 Mei 1965, yakni tanding ulang antara Ali melawan Liston yang penuh kontroversi.

Pukulan Ali yang begitu cepat menimbulkan spekulasi di kalangan tinju, yang menyebut pukulan Ali sebagai 'phantom punch'.

Pukulan itu begitu cepat, sehingga tidak tampak mengenai Liston yang roboh.

Banyak isu yang berkembang, termasuk suap dan ancaman orang-orang NOI terhadap Liston dan keluarganya. Tapi, Liston membantah semua itu, dengan menyatakan pukulan Ali menghantamnya dengan keras.

Pada 1967-1970, Ali diskors Komisi Tinju karena menolak program wajib militer pemerintah Amerika Serikat dalam perang Vietnam.

Ungkapannya yang terkenal dalam menolak wamil ini, "Saya tidak ada masalah dengan orang-orang Vietcong, dan tidak ada satupun orang Vietcong yang memanggilku dengan sebutan Nigger!"

Pada 8 Maret 1971, Ali kalah angka dari Joe Frazier di New York, dan harus menyerahkan gelarnya.

Pada 30 Oktober 1974, Ali merebut kembali gelar juara kelas berat WBC dan WBA, setelah menumbangkan George Foreman di Kinsasha, Zaire pada ronde ke 8.

Pada 1 Oktober 1975, Presiden Ferdinand Marcos memboyong pertandingan Ali vs Fraizer III ke kota Manila, Filipina. Ali menang TKO ronde 14 dalam pertandingan yang sangat seru dan menegangkan, bahkan disebut sebagai salah satu "pertandingan tinju terbaik abad ini".

Frazier yang kelelahan akhirnya menyerah, dan tidak mau melanjutkan pertandingan pada istirahat menjelang ronde ke-15.

Setelah itu, saat akan wawancara dengan televisi, Ali terjatuh karena kehabisan tenaga; setelah istirahat beberapa menit, wawancara bisa dilakukan, tapi Ali harus duduk di bangku karena sudah kehabisan tenaga.

Pada 15 September 1978, Ali mengalahkan Leon Spinks dengan angka 15 ronde di New Orleans. Ali mengukuhkan diri sebagai petinju pertama, yang merebut gelar juara kelas berat sebanyak 3 kali.

Pada 6 September 1979, Ali menyatakan mengundurkan diri dari tinju, dan gelar dinyatakan kosong.

Pada 2 Oktober 1980, Ali kembali ke ring tinju, melawan bekas kawan latih tandingnya, Larry Holmes, yang telah menjadi juara dunia kelas berat, dalam pertandingan yang diberi judul "The Last Hurrah".

Dalam pertandingan yang berat sebelah, Ali tidak mampu berkutik, sedang Holmes tampak tidak tega 'menghabisi' Ali yang tak berdaya.

Ali menyerah dan mengundurkan diri pada ronde 11, Holmes dinyatakan menang TKO.

Disebutkan, dalam laporan medis yang dilakukan di Mayo Clinic, Ali dinyatakan menderita gejala sindrom Parkinson, seperti tangan yang gemetar, bicara yang mulai lamban, serta ada indikasi bahwa ada kerusakan pada selaput (membran) di otak Ali.

Namun, Don King merahasiakan hasil medis tersebut, dan pertandingan Ali vs Holmes tetap berlangsung.

Sebelum pertandingan melawan Larry Holmes, Ferdie Pacheco, dokter pribadi yang telah mendampingi Ali selama puluhan tahun, dengan terpaksa mengundurkan diri karena Ali tidak mau mendengarkan nasihatnya, untuk menolak pertandingan melawan Holmes, dan lebih memilih bertanding melawan Holmes.

Dalam salah satu buku biografi Ali, Pacheco mengemukakan bahwa selama latihan, Ali sempat kencing darah akibat kerusakan ginjal terkena pukulan. Dia juga mengemukakan bahwa Ali sudah memiliki gejala sindrom Parkinson sejak sebelum pertandingan tersebut.

Setelah pertandingan tersebut, dilakukan cek medis ulang, dan hasilnya menguatkan hasil sebelumnya.

Pada 11 Desember 1981, sekali lagi, Ali yang sudah uzur, mencoba kembali ke dunia tinju melawan Trevor Berbick di Bahama dalam pertandingan yang diberi tajuk "Drama in Bahama".

Dalam kondisi renta, Ali mampu tampil lebih bagus daripada saat melawan Holmes, walaupun akhirnya kalah angka 10 ronde.

Setelah pertandingan itu, Ali benar-benar pensiun dari dunia tinju.

Berita Terkini