Laporan Reporter Tribun Lampung Eka Achmad Solihin
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Raut kesedihan tampak jelas di wajah Fitrita Hartati (54), ibunda almarhum Yogi Andhika (32). Begitu pula kakak Yogi, Lilian (33).
Keduanya ditemui di sela autopsi jenazah Yogi yang digelar di TPU Umbul Senen, belakang SD Negeri 1 Perumahan Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung, Kamis, 12 April 2018.
Makam Yogi dibongkar untuk keperluan autopsi yang dilakukan oleh petugas Inafis Polres Lampung Utara.
"Kami dari keluarga tentunya inginkan keadilan yang seadil-adilnya," ujar Fitrita.
Baca: Hindari Macet di Terbanggi Besar, Ini Jalur-jalur Alternatif yang Bisa Dilintasi
Menurutnya, yang dimaksud keadilan adalah pelaku penganiayaan terhadap putranya dapat segera ditangkap. "Ya inginnya para pelaku penganiayaan ini segera diadili dan hukum ditegakkan," ucapnya.
Fitrita menuturkan alasan proses hukum baru ditempuh sekarang, sementara Yogi dimakamkan pada pertengahan Juli 2017 lalu. Menurut dia, itu dikarenakan pihak keluarga baru memiliki keberanian untuk mencari tahu misteri kematian Yogi.
"Ya baru-baru ini kami lanjutkan proses hukum karena kami sudah muncul keberanian. Tadinya kami diam saja karena memang belum berani dan memang awam soal hukum," timpal Lilian.
Keberanian tersebut muncul, kata Lilian, karena keluarga selalu dihantui rasa bersalah. Menurut mereka, Yogi meninggal dengan cara tidak wajar.
Baca: Anak Aniaya Ibunya dan Bakar Rumah Gara-gara Uang
"Makanya kami bertekad ingin mengungkap kematian yang tidak wajar ini agar menjadi jelas duduk persoalannya," jelas dia.
Berdasar informasi, Yogi pernah bekerja sebagai sopir bupati. Sebelum meninggal, ia dianiaya oleh sekelompok orang.
Yogi pulang ke rumah dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka dan memar. Kepala bagian belakangnya pecah.
Di punggungnya penuh dengan luka semacam sundutan api rokok. Bahkan, ketika itu ia sempat muntah darah.
Sempat dirawat di RSU Abdul Moeloek selama lima hari, pihak keluarga membawa Yogi pulang karena masalah biaya. Karena luka yang sangat parah, nyawa Yogi tak tertolong. (*)