Perilaku Seks Mengkhawatirkan Siswa SMA di Lampung - Pacaran dengan PSK hingga Hamili Pacar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi ABG Hamil

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Fenomena penjualan kondom dan alat tes kehamilan atau testpack di lingkungan sekitar kampus, sekolah, maupun kosan laris manis.

Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani mengatakan, pihaknya pernah melakukan survei ke apotek-apotek di sekitaran kampus dan kosan di Lampung.

Baca: Ini Tanggapan Dewan Pendidikan Lampung Soal Temuan Banyak Pelajar Hamil di Luar Nikah

"Dalam 1 bulan ada 100 pieces terjual (kondom dan tespack). Ini kan sangat memprihatinkan," kata Hafsah.

Penelusuran Tribun di sejumlah minimarket di Bandar Lampung, Senin sore, terungkap bahwa tidak sedikit konsumen yang terlihat masih usia pelajar, membeli kondom di minimarket.

Pasalnya, kondom di minimarket dijual bebas, dan sangat mudah ditemui karena dipajang di dekat meja kasir.

"Kita gak bisa pastikan pelajar atau bukan, tapi kalau dari fisik dan mukanya kelihatan masih remaja, ya usia-usia anak SMP atau SMA-lah," ujar seorang karyawan minimarket terkenal di bilangan Jalan Basuki Rachmat, Telukbetung Utara.

Ia menyebutkan produk kondom banyak dibeli konsumen pada hari Sabtu, biasanya ada dua sampai tiga orang pembeli.

"Kalau malam minggu lumayan yang beli kondom, tapi lebih sering orang dewasa," ujarnya.

Baca: Siswi SMA di Lampung Utara Dinodai hingga Hamil, Ternyata Pelakunya Tetangganya Sendiri

Pembelian kondom di kalangan anak remaja atau mahasiswa juga terjadi di minimarket di Jalan Teuku Umar.

"Kalau remaja yang beli, biasanya pas sepi. Kadang tanyanya malu-malu, sambil mau buru-buru pegi," kata karyawan minimarket tersebut.

Karyawan yang enggan menyebutkan namanya ini mengatakan, biasanya pelajar atau mahasiswa yang membeli kondom tidak banyak bertanya.

"Ini (kondom) kan banyak merek, tapi biasanya mereka gak banyak tanya. Cuma tanya ada kondom gak, terus langsung bayar, dan buru-buru pergi," ujarnya.

Di toko waralaba di kawasan Way Halim juga kerap disambangi remaja. Namun, jumlahnya tidak banyak dan tidak sering.

"Pernah sekali, kalau lihat mukanya kayak masih pelajar. Tapi kan saya gak mungkin larang orang beli, atau tanya itu (kondom) untuk siapa," ujar karyawan minimarket di Jalan Ki Maja tersebut.

12 siswi SMP hamil

Pergaulan bebas di kalangan anak usia sekolah yang berdampak kehamilan, terus meningkat di Lampung.

Bahkan, di satu lembaga jenjang sekolah menengah pertama (SMP) ditemukan 12 siswa yang hamil.

Temuan di salah satu kabupaten di Bumi Ruwa Jurai tersebut, menjadi perhatian serius Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung.

Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani, menyebutkan ke-12 siswi yang hamil di satu sekolah itu, terdiri dari siswa di kelas VII, XIII dan IX.

PKBI pun terus menghimpun data terkait detail perkembangan kasus tersebut.

Sayangnya, Hafsah tidak bisa memberikan kepastian rentang waktu kejadian tersebut.

Ia mengatakan dapat informasi dari masyarakat bahwa di sekolah tersebut ada kejadian luar biasa.

"Mereka ada yang sudah dinikahkan oleh orangtuanya, lainnya kami belum tahu pasti. Nanti kalau sudah ada info detailnya saya kasih tahu," kata Hafsah.

Koordinator Pencegahan HIV PKBI Lampung, Rachmat Cahya Aji, menambahkan, pengetahuan pelajar tentang kesehatan reproduksi masih minim. Di sisi lain, pendidikan seks masih dianggap tabu.

"Sehingga banyak remaja tidak mengetahui akibat dari perilaku seks yang berisiko, yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan," ujarnya.

Pantauan PKBI, persoalan kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan pelajar ini merata terjadi baik sekolah-sekolah yang ada di Kota Bandar Lampung maupun di kabupaten-kabupaten.

"Hampir di setiap sekolah ada persoalan kehamilan di luar nikah tadi. Bahkan beberapa kasus terjadi di SMP," ujarnya.

Rachmat menyampaikan, ada satu sekolah yang dalam dua tahun hanya ada satu kasus kehamilan di luar nikah, namun ada juga satu sekolah dalam satu tahun ada 10 kasus kehamilan tidak diinginkan.

"Ada sekolah yang dalam lima tahun terakhir tidak ada kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Kasus 10 siswi SMA hamil itu terjadi pada 2016, itu terjadi di satu SMA," jelasnya.

Para pelajar ini, terus Aji, umumnya hamil dengan pacarnya. Pacarnya tersebut, ada yang masih berstatus pelajar, ada juga yang sudah kuliah.

"Para pelajar yang mengalami kehamilan tak diinginkan ini rata-rata dipaksa menikah sama orangtuanya. Meski kemungkinan ada juga yang terpaksa aborsi," ujarnya.

Beberapa pelajar yang hamil ini, kata Aji, ada yang melakukan konseling ke PKBI dengan didampingi orangtua mereka.

"Bahkan sekarang itu banyak pelajar SMA yang ke lokalisasi. Bahkan 20 persen pelanggan pekerja seks itu adalah pelajar SMA. Jadi dari 10 pelanggan seorang pekerja seks, itu dua orang diantaranya adalah pelajar. Mereka itu awalnya ingin coba-coba, tahu dari teman, sampai ada yang langganan meski jarang-jarang. Bahkan ada pelajar yang pacaran sama pekerja seks," kata dia.

Aji meneruskan, para pelajar ini umumnya memakai pekerja seks yang sudah relatif berumur.

Sebab, pekerja seks yang berusia muda, tarifnya mahal dan kurang terjangkau sama pelajar.

Tarifnya sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta ke atas, namun bisa negosiasi.

Menurut Aji, ada beberapa pelanggan ini yang akhirnya terkena penyakit kelamin seperti spilis dan kencing nanah.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Lampung, Toni Fiser, mengaku prihatin atas kondisi tersebut. Ia pun kaget atas temuan tersebut.

Diakuinya, kasus kekerasan terhadap anak, termasuk hamil di usia anak, terus meningkat dari tahun ke tahun.

"Sedih, berarti ada kurang pengawasan dari orangtuanya karena sumber masalah anak kan dari rumah. Periode September 2018 sudah ada 5 kasus serupa yang masuk, padahal tahun lalu hanya dua kasus. Ini butuh peran semua pihak terutama orangtua. Tapi kita jadikan ini untuk rehabilitasi bukan sebagai kasus," kata Toni.

Akan lebih miris lagi, terusnya, jika kondisi 12 siswi SMP yang hamil ini korban dari orang dewasa.

Artinya, kondisi kurang nyaman dari orangtua membuat anak mencari kenyamanan di luar, antara lain dengan pasangan atau pacarnya.

Ujungnya, terjadi hal-hal yang melampaui batas seperti hamilnya sang anak yang sejatinya masih usia dini.

"Terlebih keberadaan gadget dan mudahnya mengakses berbagai informasi seperti saat ini. Saya juga baru mendapat konseling dua remaja SMA berpacaran, sama-sama dari keluarga brokenhome. Cari kenyamanan di luar dan kemudian hamil," bebernya.

Secara nasional sendiri, terusnya, sepanjang 2017 kasus kekerasan terhadap anak tercatat 317 kasus. Di 2018 ini sampai September 2018 saja sudah melampaui angka tersebut.

"Yang tertinggi kasus bullying, selain itu ya kondisi anak hamil," ujar Toni.

Dikatakan Toni, orangtua perlu mengajak anak berbicara dan punya waktu bersama. Bukan sekadar memenuhi kebutuhan finansial anak.

"Punya waktu bareng anak di jam 6 sore sampai 9 malam. Melakukan 3B, belajar, bicara, bermain. Itu perlu untuk melihat perkembangan anak, " kata dia.

---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video

Berita Terkini