Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Belum diketahui apa alasan ketidakhadiran Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto dalam persidangan Gilang Ramadhan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu, 7 November 2018.
"Belum ada konfirmasi alasan belum bisa hadir," ungkap jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Subari Kurniawan.
Meski demikian, Subari mengaku pihaknya sudah mengirimkan surat untuk menjadi saksi dalam persidangan
"Sudah kami serahkan," jelasnya.
Selain Nanang Ermanto, lanjutnya, saksi lain yang tidak hadir adalah dua staf CV 9 Naga.
"Kalau saksi belum hadir, kami tunggu sampai sidang berikutnya. Begitu juga Zulkifli Hasan. Kalau dari keterangan, ia baru bisa memberi keterangan setelah tanggal 8 November," bebernya.
Baca: BREAKING NEWS - Ditanya Dana Ketuk Palu Rp 2,5 Miliar, Ketua DPRD Lampung Selatan Malah Bergumam
Subari menegaskan, KPK tidak akan memberi sanksi kepada saksi yang tidak hadir. Kecuali jika saksi tersebut bersifat prioritas.
"Tentu bakal ada jemput paksa. Tapi, kalau Zulkifli Hasan hanya diminta keterangan seputar Rakernas Perti," tandasnya.
Dana Ketuk Palu
Ditanya soal dana ketuk palu Rp 2,5 miliar, Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosyadi malah bergumam.
Saat persidangan lanjutan Gilang Ramadhan, direktur PT Prabu Sungai Andalas, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang selesai digelar, Rabu, 7 November 2018, awak media pun berusaha meminta komentar dari Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosyadi.
Ditanya soal aliran dana Rp 2,5 miliar, Hendry sempat terdiam.
"Gak tahu. Katanya untuk ke aaa…," gumam Hendry sembari berjalan.
Saat ditanya apakah keterangan soal dana ketuk palu Rp 2,5 miliar adalah rekayasa, Hendry kembali bergumam.
"Aaa… Nanana… Gak tahu," jawabnya pendek.
Hendry pun membantah soal adanya pembagian jatah proyek untuknya di lingkungan Pemkab Lampung Selatan.
Baca: VIDEO - Tanggapan DPRD Lampung Selatan Terkait Aliran Dana Rp 2,5 Miliar dan Jatah 250 Proyek
"Gak ada. Proyek itu gak ada," jawabnya sembari mempercepat langkahnya.
Meski demikian, Hendry membantah semua keterangan anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho atas keterangannya dalam persidangan sebelumnya yang terus menyebut namanya.
"Silakan. Dari keterangannya, saya membantah. Dia sampaikan, saya juga sampaikan. Kita hormati saja proses persidangan yang sedang berjalan," katanya.
Hendry menambahkan, kehadirannya sebagai saksi dalam sidang Gilang Ramadhan menjadi bukti bahwa ia bersikap kooperatif.
"Saya ini kooperatif. Dipanggil, saya hadir. Biar gak simpang siur juga. Gitu lho," tandasnya.
Dalam sidang perdana, Kamis, 11 Oktober 2018, dengan terdakwa Gilang Ramadhan, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Subari Kurniawan membacakan dakwaan.
Gilang yang didampingi oleh kuasa hukum Luhut Simanjutak didakwa telah melakukan gratifikasi untuk mendapatkan 15 paket proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan total nilai Rp 1,4 miliar.
Adapun pasal yang disangkakan kepada terdakwa Gilang yakni pasal 5 ayat 1 dan pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Baca: Plt Kadis PUPR Lampung Selatan: 4 Proyek Diduga Bermasalah Masih Berjalan
Ketua majelis hakim Mien Trisnawaty membuka persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan dari tiga saksi.
Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosyadi yang hadir sebagai saksi menjawab dengan keraguan saat dicecar pertanyaan oleh majelis hakim.
Hakim anggota Syamsudin menanyakan kepada Hendry terkait aliran dana ketuk palu senilai Rp 2,5 miliar.
"Sidang terdahulu telah memeriksa Agus BN yang mana keterangannya pernah menggelontorkan dana kepada dewan yaitu sebesar Rp 2,5 miliar. Tanggapan Anda?" tanya Syamsudin.
"Tidak tahu, Yang Mulia," jawab Hendry.
"Kata Agus, dana ini maksudnya agar semua mendapat kelancaran?" tanya Syamsudin.
"Saya rasa semua lancar. Setiap pembahasan konkret. Saya tidak pernah menghambat dan kita bahas sesuai prosedur," ujar Hendry.
Saksi lainnya, advokat senior Lampung Sopian Sitepu, di hadapan majelis hakim mengaku pernah bertemu Agus Bhakti Nugroho setelah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lampung Selatan.
Hal ini diungkapkanya saat dilempar beberapa pertanyaan oleh Syamsudin
"Apakah Anda kenal Agus Bhakti Nugroho?" tanya Syamsudin.
"Saya kenal Agus setelah OTT. Kami pernah ketemu saat besuk di Polres," jawab Sopian.
"Dalam pertemuan, apakah pernah bertanya atau cerita apakah ada menerima uang fee proyek, baik 2017 dan 2018, dari Gilang?" tanya Syamsudin lagi.
Sopian menuturkan, dalam pertemuan itu tidak ada pembicaraan apa pun. Hanya, pihak keluarga mengakui adanya kerugian negara.
"Saya diminta mencari solusi. Saya bilang untuk menyelesaikan kasus ini harus kooperatif dan mengembalikan kerugian negara, dan keluarga berusaha mengembalikan kerugian negara. Jumlahnya Rp 9 miliar. Kami dengar itu sudah senang," jawabnya.
Baca: Aset Zainudin Hasan yang Disita KPK, Dari Lahan, Ruko, Motor Harley-Davidson, hingga Mobil Mewah
Batal Jadi Kuasa Hukum
Advokat senior Lampung Sopian Sitepu mengaku sempat akan menjadi kuasa hukum dua orang dalam kasus fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan.
Hal ini diungkapkannya di hadapan majelis hakim dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa Gilang Ramadhan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu, 7 November 2018.
"Saya jadi pengacara setelah dia (Gilang) terkena OTT. Saya hubungannya hanya advokat, dan bukan advokat perusahaan dia (Gilang)," ungkapnya.
Sopian mengaku, saat itu ia dimintai tolong oleh pihak keluarga Gilang Ramadhan.
"Pihak keluarga menyampaikan meminta tolong jika Gilang terkena masalah dan minta tolong merapat ke polda," bebernya.
Namun, pada saat bersamaan, pihak keluarga Zainudin Hasan juga meminta bantuan.
"Saya juga bilang ke pihak Zainudin, kalau saya sudah punya kesepakatan sama Gilang. Tapi, keluarga Zainudin meminta dan akan mengatur," ungkapnya.
Namun, karena tidak tercapai kesepakatan, akhirnya Sopian tidak menjadi kuasa hukum keduanya.
"Tapi, akhirnya saya lepas semuanya. Saya bilang ke Gilang mundur," katanya. (*)