TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres Presiden Kedua RI, Soeharto pernah nyaris adu tembak dengan anggota Badan Intelijen Israel, Mossad.
Saat mengawal presiden, Paspampres Soeharto bersitegang dan nyaris adu tembak dengan agen Mossad, yang ketika itu sedang mengawal Perdana Menteri (PM) Israel saat itu, Yitzak Rabin.
Insiden Paspampres Soeharto nyaris adu tembak itu diceritakan dalam buku berjudul Warisan (daripada) Soeharto, yang diterbitkan Kompas tahun 2008.
Pengalaman menegangkan Paspampres Soeharto tersebut terjadi saat Presiden Soeharto berkunjung ke New York, Amerika Serikat.
Pada 22 Oktober 1995, Presiden Soeharto menginap di Hotel Waldorf Towers.
Soeharto bermalam di lantai 41 di kamar presidential suite.
Soeharto berada di New York untuk menghadiri acara PBB.
• Soeharto Ternyata Punya Buku Khusus, Isinya Diungkap Mantan Kapolri Sutanto
Saat itu, Soeharto menjabat sebagai ketua Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Karena posisinya itulah, segala kebijakan Soeharto mengenai OKI sangat berpengaruh bagi anggota-anggotanya, yang mayoritas negara Timur Tengah.
Karena alasan tersebut, Perdana Menteri (PM) Israel saat itu, Yitzak Rabin ingin menemui Soeharto di hotel tempatnya menginap.
Rabin bersama empat orang pengawalnya yang berasal dari Mossad, kemudian datang untuk menyampaikan kemauannya bertemu Soeharto.
Namun, cara mereka bertindak tidak mematuhi protokol keamanan, serta terkesan arogan.
Sehingga, Yitzak Rabin beserta empat pengawalnya dicegat oleh Paspampres Soeharto sebelum masuk lift.
Terlebih saat itu, Soeharto sedang menerima kunjungan Presiden Sri Lanka.
Salah satu personel Paspampres yang terlibat saat itu adalah mantan Wakil Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin.
Setelah mengutarakan niatnya, Rabin beserta para personel Mossad itu dikawal oleh Sjafrie menemui Soeharto.
Saat hendak memasuki lift, 'insiden kecil' yang cukup menegangkan terjadi.
Para pengawal Rabin tidak mau satu lift dengan Sjafrie dan para personel Paspampres.
Hal itu karena para pengawal Perdana Menteri Sirael itu menaruh kecurigaan kepada Paspampres.
Jadi, mereka menolak satu lift bersama Sjafrie beserta dua personel Paspampres lain.
Padahal, Sjafrie dan personel Paspampres lainnya sudah dikenalkan dalam protokol Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) PBB, yang artinya mereka memang personel resmi pengamanan Presiden Soeharto.
Adu mulut terjadi antara Sjafrie dengan kepala pengawal Perdana Menteri Israel, yang notabene jebolan Mossad itu karena dianggap melanggar protokol keamanan Paspampres.
Dengan gerakan refleks sangat cepat, pengawal Rabin tiba-tiba sudah mengeluarkan senapan otomatis Uzi dari balik jasnya.
Ia hendak menempelkan moncong senapan mungil tetapi mematikan itu, ke perut Sjafrie.
Leher Sjafrie juga dicengkeram dengan keras.
Namun, Sjafrie tak kalah gesit dan sudah menempelkan terlebih dahulu pistol Barretanya ke perut pengawal itu.
Kejadian menegangkan itu bahkan membuat Perdana Menteri Yitzak Rabin cemas.
Lantaran, dua personel Paspampres lainnya juga sudah siap dengan senjata mereka masing-masing.
"Sorry I understand it," kata itu kemudian telontar dari mulut pengawal Rabin, yang mengakui kesalahan dan arogansinya.
Keadaan kembali mereda setelah pengawal Rabin perlahan-lahan menurunkan senjata mereka.
Adu tembak hampir saja terjadi antara Paspampres Soeharto dengan pengawal Perdana Menteri Israel saat itu.
Alhasil, Yitzak Rabin dan pengawalnya harus mau menaati protokol kemanan Paspampres.
Mereka kemudian dikawal menemui Soeharto.
Meskipun, Yitzak Rabin harus rela menunggu 15 menit.
Presiden Soeharto Nekat Kunjungi Bosnia yang Dilanda Perang
Dilansir dari buku berjudul Pak Harto, The Untold Stories, kisah yang tak kalah ekstrem terjadi saat Presiden Soeharto mengunjungi Bosnia.
Peristiwa itu tepatnya terjadi pada 13 Maret 1995.
Soeharto kala itu sedang menghadiri KTT Pembangunan Sosial di Kroasia.
Di Kroasia, Soeharto bertemu dengan Presiden Franjo Tudman dan PM Nikica Valentic di Istana Dvetce, untuk membahas berbagai macam hal di KTT Pembangunan Sosial.
Namun tiba-tiba, muka para staf, pengawal, dan wartawan kepresidenan Indonesia mendadak pucat pasi, ketika mengetahui niatan Pak Harto setelah KTT.
Beliau tak mau pulang ke Indonesia dan ingin lebih dulu berkunjung ke Bosnia.
Bagaimana wajah staf presiden tidak pucat, lantaran di tahun itu, Bosnia sedang dilanda perang melawan Serbia, dan negara tersebut termasuk dalam zona merah PBB karena berbahaya.
"Pikiran saya selalu tertuju pada keselamatan Pak Harto," ujar Sekretaris Militer Presiden saat itu, Mayjen TNI Pranowo.
Padahal sebelumnya, pesawat utusan khusus sekjen PBB untuk Bosnia-Serbia, Yasushi Akashi, yang jelas-jelas dilindungi oleh PBB, ditembaki oleh gerilya tentara Serbia di Bosnia.
"Bayangkan, bagaimana kita tidak ngeri. Jaminan untuk Presiden kita apa dong, sedangkan Akashi saja diganggu ke Bosnia" ujar salah satu sumber staf presiden kala itu.
Jangankan Pak Harto, Paus dan presiden Turki pun tak berani menginjakkan kaki mereka ke Bosnia karena keselamatan jiwa mereka terancam di sana.
Tetapi, Pak Harto tetap kukuh dengan pendiriannya, ia akan ke Bosnia saat itu juga.
Sementara di Bandara Internasional Zagreb, pesawat buatan Rusia jenis JAK-40, dengan nomor penerbangan RA 81439, telah tersedia.
Pesawat kecil berkapasitas 24 kursi itulah, yang akan mengangkut Pak Harto dan rombongan ke Bosnia.
"Selamat jalan, Pak! Hati-hati bapak-bapak yang lain!!" ujar para wartawan yang batal ikut ke Bosnia karena keadaan bahaya di sana, hanya dua orang wartawan saja yang ikut dalam rombongan Pak Harto.
Berselimut mantel hitam tebal, Pak Harto lantas naik ke pesawat.
Saat itu, ketegangan juga terlihat di raut muka Presiden kedua RI tersebut.
Pesawat segera lepas landas menuju Bosnia, dan saat perjalanan, anggota United Nations Protection Force (UNPROFOR), pasukan perdamaian PBB di Bosnia, segera membagikan lembaran kertas putih ke semua penumpang.
Isi dalam lembaran kertas itu adalah PBB tidak bertanggung jawab atas keselamatan penumpang selama perjalanan, termasuk bagi Pak Harto.
Pak Harto tanpa peduli lagi langsung membubuhkan tanda tangannya di kertas pernyataan tersebut,
"Dia main tanda tangan saja lho!" ujar salah satu sumber staf presiden.
Perjalanan serasa tegang sekali, dan saat mendarat di Bandara Sarajevo, pesawat yang ditumpangi Pak Harto sudah dibidik oleh senapan antipesawat udara kaliber 12,7 mm oleh pihak Serbia.
Sesampainya di Sarajaevo, Pak Harto mulai membandel lagi.
Ia melepaskan helm pelindung dan rompi antipeluru dari badannya.
"Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja," ujar Soeharto pada Sjafrie Sjamsoeddin, komandan grup A pengaman presiden.
Sekarang, Pak Harto hanya mengenakan jas mantel hitam serta kopiahnya, sasaran empuk untuk ditembak oleh sniper.
Setelah itu, 40 anggota UNPROFOR, termasuk dari kontingen Garuda yang berasal dari Indonesia, segera memagari Pak Harto, dan ia disambut oleh Yasushi Akashi.
Tanpa penyambutan seremonial, tanpa lagu kebangsaan, dengan terburu-buru, Pak Harto dan rombongan lantas dimasukkan ke dalam panser lapis baja warna putih bertuliskan UN.
Perjalanan menuju Istana Presiden Bosnia, Alija Lzetbegovic segera dimulai.
Rombongan mulai was-was dengan perjalanan tersebut.
Bagaimana tidak, nantinya mereka akan melewati bukit-bukit yang disebut Sniper Valley, di mana para sniper Serbia sering bergentayangan untuk mencari mangsanya.
Saat melewati bukit itu, para sniper Serbia pastinya sudah mengarahkan bidikan ke arah rombongan panser Pak Harto.
Namun untungnya, semua berjalan lancar, dan beliau tiba dengan selamat di istana Presiden Bosnia.
Ketika Pak Harto keluar dari pansernya, ratusan penduduk Sarajevo berteriak sambil melambaikan tangan dengan hangat menyambut kedatangan beliau.
Presiden Bosnia, Alija Lzetbegovic segera mengajak Pak Harto masuk istananya, dan makan siang bersama.
Istana kepresidenan Bosnia saat itu kondisinya sangat memprihatinkan.
Kerusakan terlihat di sana-sini, tak ada air, dan jamuan makan pun hanya daging serta keju beku.
Presiden Bosnia tampak bahagia sekali Pak Harto mau berkunjung ke negaranya, yang sedang dilanda perang.
Menurutnya, kunjungan beliau itu dijadikan semangat moril para rakyat Bosnia dalam melawan penindasan Serbia.
Kunjungan selama tiga jam itu akhirnya selesai.
• Tutut Soeharto Akhirnya Ungkap Kelakuannya Bohongi Jenderal Orde Baru 50 Tahun Silam
Pak Harto pamit pulang ke Indonesia, walaupun saat itu terdengar tembakan meriam tak jauh dari Istana Presiden Bosnia.
Setelah meninggalkan Istana Presiden Bosnia, komandan pengawal pengamanan presiden, Sjafrie Sjamsoeddin bertanya kepada Pak Harto alasan beliau nekat berkunjung ke sana.
"Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara NonBlok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita tengok. Yang penting, orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik dan mereka menjadi tambah semangat," jawab Pak Harto.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Saat Kawal Soeharto, Paspampres Nyaris Adu Tembak dengan Pengawal PM Israel, Sudah Todongkan Senjata