Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Agung Bantah Terima Gratifikasi di Sidang Pembelaan: Saya Gak Makan Nangka tapi Saya Makan Getahnya

Penulis: hanif mustafa
Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Agung dalam tatapan kosong saat setelah membacakan pembelaan. Agung Bantah Terima Gratifikasi di Sidang Pembelaan: Saya Gak Makan Nangka tapi Saya Makan Getahnya

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Bacakan dua lembar nota pembelaan, Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara bantah menerima gratifikasi hingga Rp 77.553.566.000.

Dalam pembelaanya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Agung menyampaikan bahwa ia tidak pernah mengambil uang sebesar Rp 77,553 miliar sebagaimana dalam berkas tuntutan.

"Saya sampaikan saya tidak pernah mengambil uang sebesar apa yang dituduhkan dalam (persidangan) terkecuali uang yang saya akui dan yang sudah saya kembalikan, karena banyak orang yang mengambil keuntungaan atas nama saya," ungkap Agung melalui video confrance dari Rutan Way Huwi, Rabu 17 Juni 2020.

Meski demikian, Agung menyesali kekhilafannya karena telah menggunakan uang yang telah diterimanya. 

"Saya akui uang tersebut, dan sudah saya kembalikan ke negara (1,475 miliar)," ujarnya dengan tenang.

Agung pun mengatakan, bahwa ia telah salah mempercayai orang.

BREAKING NEWS Sidang Pledoi, JPU KPK Ajukan Perbaikan Berkas Penuntutan Agung dan Raden syahril

Cerita Warga Perum Nunyai Jaya Gagas Jumat Peduli, Distribusikan Sembako Bagi yang Terdampak Corona

Kisah Calhaj Asal Lampung Utara yang Batal Berangkat Haji Tahun Ini, Nilawati Sudah Tunggu 8 Tahun

"Sampai ada yang membangun rumah (mewah) dan bahkan ada yang mencalonkan diri sebagai walikota entah pakai uang siapa dan bersumber dari mana, namun berdahlil atas nama saya," tuturnya.

Agung mengatakan bahwa ia baru tahu kerugian negara setelah adanya perkara ini.

"Ibaratnya saya gak makan nangka tapi saya makan getahnya. Ini menjadi pelajaran buat saya, dan saya berjanji tidak akan mengulangi kekhilafan saya," ucap Agung.

Agung menuturkan semenjak ia ditahan ia tidak pernah ada kebebasan berkumpul dengan keluarga.

"Terutama ketiga anak saya, mereka semua sangat membutuhkan saya sebagai seorang bapak, saya memohon agar dapat memberikan hukuman seringan-ringannya seadil-adilnya mengingat saya tulang punggung, saya masih ingin mengabdikan diri kepada negara," terangnya.

Agung menegaskan kembali bahwa ia tidak pernah menerima uang seperti yang dituduhkan.

"Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada satu orang tak bersalah. Saya mohon maaf kepada keluarga anak istri saya, dan saya mohon maaf warga Lampung Utara," tandasnya.

JPU KKP Ajukan Perbaikan Berkas Penuntutan

Sidang suap fee proyek Lampung Utara kembali digelar secara teleconference, Rabu 17 Juli 2020.

Sidang online ini menjerat Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril, Mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin, dan Kadisdag Lampura Wan Hendri.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pun mengagendakan sidang hari ini dengan pembacaan nota pembelaan.

"Hari ini diagendakan dengan nota pembelaan, dan pembelaan pertama terdakwa Agung (Ilmu Mangkunegara)," kata Ketua Majelis Hakim Efiyanto.

Sebelum dibuka, JPU KPK Ikhsan Fernandi mengajukan perbaikan penuntutan yang telah dibacakan delapan hari lalu.

"Ada perbaikan penuntutan yang mulia, untuk berkas penuntutan Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril," seru Ikhsan.

 

Ikhsan pun menjelaskan ada perbaikan tersebut hanya mengacu pada nomor barang bukti.

"Perbaikan pada halaman 1.241, sebelumnya barang bukti yang dikembalikan ke Abdur Rahman pada penututan sebelumnya nomor 242-244 seharusnya nomor 253 dan sudah diganti," tandasnya.

Tuntutan KPK ke Bupati Agung, 10 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 77,5 Miliar

Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (AIM), yang tersandung perkara suap fee proyek, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta membayar uang pengganti Rp 77,5 miliar.

Hak politik Agung juga dituntut dicabut selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.

Pembacaan tuntutan dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi secara telekonferensi dari Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Sidang perkara suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara itu berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Selain jaksa, empat terdakwa juga hadir secara telekonferensi dari Rutan dan Lapas Rajabasa.

 

Sidang telekonferensi perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Selasa (9/6/2020). (Tribunlampung.co.id/Deni Saputra)

Empat terdakwa perkara suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara ini selain Bupati nonaktif Agung Ilmu, juga orang kepercayaan Agung yakni Raden Syahril atau Ami, mantan Kepala Dinas PUPR Lampura Syahbudin, dan mantan Kepala Dinas Perdagangan Lampura Wan Hendri.

Agung hadir secara telekonferensi dari Rutan Way Huwi.

Sementara Ami, Syahbudin, dan Wan Hendri dari Lapas Rajabasa.

Berkas tuntutan Agung mencapai 1.050 lembar.

Sementara berkas tuntutan terdakwa Syahbudin sebanyak 1.028 lembar dan tuntutan terdakwa Wan Hendri sebanyak 264 lembar.

Dalam sidang itu, JPU Ikhsan mengatakan, terdakwa AIM terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara selama 10 tahun dikurangi dalam selama ditahan. Membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan," kata jaksa.

"Membebankan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 77.533.566.000 dikurangi dengan uang yang disita dan yang dikembalikan. Jika tidak dikembalikan maka harta benda akan dilakukan lelang. Jika tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 3 tahun," seru Ikhsan.

Jaksa juga meminta kepada majelis hakim PN Tanjungkarang untuk mencabut hak dipilih Agung dalam suatu jabatan.

"Menjatuhkan pidana tambahan dengan mencabut hak dipilih selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok," tandas Ikhsan.

5 dan 7 Tahun

Selain Agung, jaksa juga membacakan tuntutan untuk Ami, Syahbudin, dan Wan Hendri.

Ami dituntut hukuman penjara 5 tahun.

Ami juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk terdakwa Syahbudin, jaksa menuntutnya hukuman penjara selama 7 tahun.

Syahbudin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor.

Jaksa juga menuntut Syahbudin membayar denda Rp 250 juta subsider selama 6 bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2.838.403.500 dikurangi dengan uang yang disita dan yang dikembalikan.

"Jika tidak dikembalikan selama satu bulan setelah inkrah maka harta benda akan diilakukan lelang. Jika tidak mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun," ujar Ikhsan.

Mantan Kadisdag Lampung Utara Wan Hendri dituntut hukuman lima tahun penjara, membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 60 juta.

"Jika tidak dikembalikan selama satu bulan setelah inkrah maka harta benda akan diilakukan lelang jika tidak mencukupi maka dipidana penjara selama 3 bulan," ujar Ikhsan.

Wan Hendri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Seusai persidangan, ketua majelis hakim Efiyanto menyampaikan, lantaran salah satu anggota majelis hakim akan dilantik sebagai ketua PN Way Kanan, maka persidangan dilakukan sebelum 18 Juni 2020.

Sehingga waktu untuk menyusun pembelaan selama 8 hari.

Susun Pembelaan

Penasihat hukum Agung, Sopian Sitepu, meminta waktu untuk menyusun pembelaan selama dua minggu.

Namun permintaan ini dijawab Efiyanto, jika setelah pembelaan, majelis hakim akan fokus untuk bermusyawarah.

"Kami rasa cukup toleransinya 8 hari untuk penasihat hukum. Kami memberikan waktu ke JPU untuk menyusun tuntutan dua minggu, karena ada tiga berkas terdakwa. Kalau penasihat hukum bisa masing-masing," jelas Efiyanto.

Efiyanto pun mempersilahkan untuk para terdakwa mengajukan pembelaan secara mandiri atau diwakilkan.

"Saya sendiri dan penasihat juga membacakan pembelaan," kata Agung.

Begitu juga Raden Syahril, Syahbudin dan Wan Hendri mengaku akan mengajukan pembelaan secara mandiri dan dari penasihat hukum.

"Baik, sidang ditunda pada 17 Juni dengan agenda pembelaan," kata Efiyanto.

Syahbudin Ajukan Justice Collaborator

Dalam sidang perkara suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (9/6/2020), terungkap jika dua terdakwa mengajukan permohonan justice collaborator (JC).

Kedua terdakwa itu yakni mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin dan mantan Kadis Perdagangan Wan Hendri.

Namun tidak semua permohonan JC ini diterima.

Hanya permohonan JC dari Syahbudin yang diterima karena dinilai memenuhi syarat.

Sementara JC dari Wan Hendri ditolak, karena dinilai tidak memenuhi syarat.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Ikhsan Fernandi mengatakan, syarat JC yakni, bukan pelaku utama, mengakui perbuatannya, memberi keterangan secara lengkap serta signifikan, mengungkap pelaku lain, dan mengembalikan aset.

"Maka syarat pengajuan JC terdakwa Syahbudin memenuhi syarat," kata Ikhsan dalam sidang tuntutan secara telekonferensi di PN Tanjungkarang, kemarin.

Namun untuk JC Wan Hendri tidak memenuhi syarat.

"Penggunaan JC untuk terdakwa Wan Hendri tidak memenuhi syarat. Tapi karena mengakui perbuatannya maka dipertimbangkan untuk menjadi hal yang meringankan," kata Ikhsan. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Berita Terkini